Merayakan Keragaman

212
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Indonesia merupakan bangsa yang plural. Terdapat enam agama besar dan aliran kepercayaan lainnya, berbagai suku, ras dan budaya hidup berdampingan di negara kepulauan ini. Kenyataan keragaman ini bukan saja pada saat setelah Indonesia merdeka, akan tetapi jauh sebelum itu yakni pada saat pra-kemerdekaan. Kenyataan tersebut mengisyaratkan kemajemukan akan terus hadir sepanjang perjalanan bangsa ini agar tetap bersatu.

Persatuan dan kesatuan tersebutlah yang mendorong kaum muda Indonesia pada 28 Oktober 1928 untuk mendeklarasikan Sumpah Pemuda. Apa yang dilakukan oleh kaum muda dan juga founding fathers bangsa ini merupakan simbol bahwa terbentuknya sebuah negara melalui musyawarah dan mufakat dengan menanggalkan segala perbedaan yang dimiliki. Mereka juga menjadikan Pancasila sebagai dasar negara merupakan antitesa dari keragaman bangsa Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Persatuan dan kesatuan ini adalah tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat. Gereja Katolik Indonesia, sebagai salah satu elemen bangsa, mengambil bagian dalam menjaga persatuan dan kesatuan tersebut. Peran Gereja yang mempersatukan, telah dimulai sebelum Indonesia merdeka. Gereja Katolik Indonesia selalu ada dan berjuang bersama masyarakat Indonesia yang lain, untuk mencapai kebaikan bersama (Bonum Commune).

Dokumen-dokumen Gereja yang terpapar dalam buku ini, sangat jelas mengedepankan seruan untuk menjaga keutuhan sebuah bangsa. Orang Katolik diutus untuk menjalankan misi, dalam arti bukan untuk merebut agama lain, melainkan sebuah perutusan untuk mewartakan kabar baik. Semua orang beragama dipanggil dan diutus untuk mewartakan kabar baik, bahwa semua manusia adalah ciptaan yang maha cinta dan diutus untuk mewartakan kepada siapa pun juga tentang hal itu.

Dalam prosesnya pengutusan tersebut merupakan bagian dari komunikasi yang membutuhkan kerendahan hati untuk berkomunikasi dengan sepenuh hati, bukan dengan senjata atau pemaksaan melalui ancaman jenis apapun. Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium (LG) telah menawarkan dasar. Dalam Artikel 1, LG merujuk pada gerak kemasyarakatan yang terus menerus mencari komunikasi timbal balik tanpa henti, ketika menyatakan bahwa Gereja bagaikan sakramen-sakramen tanda dan sarana persatuan mesra antara Allah dengan manusia dan antara manusia satu sama lain.

Para pemimpin Gereja yang hadir dalam Konsili Vatikan II sangat memikirkan, bagaimana kerukunan dalam Gereja sendiri dapat diusahakan, bagaimana kerukunan dengan orang-orang yang beragama lain dapat diupayakan; bagaimana Gereja dapat bimbingan tangan dengan para negarawan untuk bersama-sama mengejar kesejahteraan umat manusia. Prinsip dasar yang diambil oleh para bapa konsili adalah pendirian-pendirian bersama sebagai manusia. Dalam hal itu, Pancasila dapat ditempatkan sebagai rumusan mengenai Universal Humanity.

Paus Yohanes Paulus II dalam kunjungannya ke Indonesia mengungkapkan, Pancasila merupakan prinsip penting dalam hidup bersama. Pancasila dapat menolong rakyat yang amat majemuk ini, menerapkan prisnsip-prinsip humanitas yang umum, sehingga kerukunan dapat terpelihara secara mendalam.

Buku ini mengajak untuk menimba semangat Gereja Katolik yang sangat mendorong nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi pluralisme, martabat manusia dan hak asasi manusia. Semangat tersebut sangat penting untuk terus berkobar dalam keseharian di masyarakat, dengan terus merayakan keragaman.

Judul : Bersatu Padu
Penulis : B. S. Mardiatmadja
Penerbit : Kanisius
Tebal buku : 272 halaman

Willy Matrona

HIDUP NO.19 2019, 12 Mei 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here