Pastor Aloysius Budi Purnomo : Dialog dan Gereja yang Terus Belajar

1748
Pastor Aloysius Budi Purnomo.
[HIDUP/ Antonius E. Sugiyanto]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kalau Gereja adalah Gereja yang belajar, maka ia juga dapat belajar dari saudara-saudara Muslim.

Masa kecil Pastor Aloysius Budi Purnomo sering dihabiskan menyusuri sawah di sekitar Belikrejo, Gambiranom, Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Di antara pematang sawah itu, Budi kecil bersama teman-temannya mencari ikan, belut, dan bahkan ular. Masa itu begitu berkesan, saat itu tidak ada jarak yang memisahkan mereka.

Hal istimewa lain yang Pastor Budi temukan di kampung halamannya adalah kerukunan antar warga yang terjalin begitu indah. Di setiap perayaan keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha, bahkan saat Natal dan Paskah, masyarakat aktif saling mengucapkan selamat.

Pastor Budi mengingat, setiap kali Idul Fitri tiba, semua keluarga akan saling mengunjungi dan saling bermaaf-maafan. Hal ini termasuk juga keluarganya yang beragama Katolik. Alhasil, memori masa kecil ini akhirnya menjadi pondasi saat ia ditugaskan menjadi Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (KAS).

Gereja yang Belaja
Pastor Budi ditahbiskan di Yogyakarta, 8 Juli 1996. Ia mengingat, Pastor E. Rusdiharto adalah satu sosok yang mempengaruhinya dalam memilih penggilan hidupnya menjadi imam. Sesekali, Pastor Rusdiharto berkunjung ke kediaman keluarganya. Ia mengingat bahwa sang imam selalu menyisakan minuman yang disuguhkan untuknya. Saat sang imam pulang, kadang ia yang menghabiskan minuman itu. “Saya minum agar saya ketularan menjadi imam juga,” ujar Pastor Budi saat ditemui di ruang kerjanya di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah.

Sempat menjadi rektor untuk Seminari Tinggi St Petrus Pematang Siantar antara tahun 2000 sampai 2004, belakangan Pastor Budi dikenal karena usahanya untuk mengebangkan dialog antar-agama. Sejak ia bertugas di Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, ia menjalin relasi dengan banyak tokoh Muslim semisal Habib Lutfi dan KH Mustofa Bisri.

Selama menjalin relasi dengan saudara-saudara Muslim ini, satu yang sangat berkesan bagi Pastor Budi adalah semangat kebangsaan dan bela bangsa dari mereka. Ia mencontohkan, temanteman Nahdlatul Ulama (NU) terlebih yang bergabung dalam Ansor, mereka memiliki semboyan “Hubul Waton Minal Iman”, ungkapan ini bermakna ‘cinta bangsa dan tanah air adalah bagian dari iman.

Pastor Budi menjelaskan, Katolik memang memiliki seruan hebat dari Mgr Soegijapranata, “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia” namun harus diakui bahwa hal ini belum digelorakan sampai mendarah daging dengan energi dan kekuatan yang luar biasa. “Saya belajar di situ,” ujar Pastor Budi.

Dialog Srawung
Dalam perjumpaan Pastor Budi dengan kawan NU, ia juga mencermati adanya rasa hormat dan taat umat Islam kepada ulama yang luar biasa. Ia menunjukkan, saat umat Islam mengadakan tausiah, puluhan ribu umat mendengarkan berjam-jam dengan sabar dan tenang. “Di kita, kalau romo khotbah lima menit atau sepuluh menit, umat sudah komplain,” ujarnya.

Dengan rendah hati, Pastor Budi mengungkapakan, kalau Gereja adalah Gereja yang belajar, maka ia mengajak Gereja untuk belajar juga dari saudara-saudara Muslim. Gereja Indonesia dapat belajar dari cara berbangsa umat Islam. “Mari kita belajar dari mereka, jangan-jangan umat kita ini terlalu nyaman di kandang kita sendiri,” tuturnya.

Sebuah buku Membangun Teologi Inklusif berisi kumpulan tulisan Pastor Budi diterbitakan oleh Penerbit Kompas. Pastor Budi mengungkapkan, isis buku ini berangkat dari pengalaman bahwa bangsa Indonesia harus hidup rukun bersatu dalam keberagaman. Pada tahun 2008, Pastor Budi ditunjuk Mgr Ignatius Suharyo, Uskup KAS saat itu, untuk menjari Ketua Komisi HAAK. “Sejak itu, concern dan minat ini akhirnya menjadi bagian dari perutusan. Sejak itu gerakan menjadi lebih terstruktur.”

Salah satu yang dipikirkan Pastor Budi adalah bagaimana mengkader generasi muda untuk memiliki kesadaran dialog antar-agama. Bersama timnya, ia lalu membentuk beragam kelompok dialog misalnya Promotor Persaudaraan Sejati (Propers) dan Komunitas Persaudaraan Sejati. Pastor Budi juga menginisiasi Kongres Persadaraan Sejati yang diadakan setiap tahun, kongres ini kemudian juga diubah namanya menjadi Srawung Persaudaraan Sejati. Bersama umat lintas agama, ia juga menginiasi beragam komunitas dan gerakan misalnya saja Persaudaan Lintas Agama (Pelita).

Pastor Budi juga dikenal karena perannya mendampingi Aksi Kelestarian Pegunungan Kendeng melawan pembangunan pabrik semen di sekitar Pegunungan Kendeng. Dalam konteks Kendeng, ia menjelaskan, apabila mempertimbangkan perkembangan ekologis, maka akan lebih menguntungkan apabila pabrik berhenti berproduksi. Meski sulit, ia menjelaskan, fokus perjuangan saat ini adalah mengedukasi dan mengaplikasikan seruan Paus Fransiskus tentang pertobatan ekologis. “Butuh pertobatan ekologis yang diserukan pada ranah politis, ekonomis supaya orang tidak terjebak dalam keserakahan sesaat yang kemudian menghancurkan dan merugikan anak cucu kita.”

Persatuan Indonesia
Indonesia baru saja mengadakan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak, namun setelah pemilihan berjalan dengan aman, masih ada dinamika demokrasi yang harus dihadapi. Ada pihak-pihak yang masih tidak bisa menerima kekalahan dari proses demokrasi ini. Menanggapi hal ini, Pastor Budi mengungkapkan, kebesaran demokrasi adalah saat bisa menerima kekalahan. “Persoalan sekarang karena pihak tertentu tidak menerima kekahalan. Kebesaran demokrasi saat bisa menerima kekalahan,” tuturnya.

Meski begitu, Pastor Budi ikut bersyukur, bahwa proses demokrasi di Indonesia, dengan Pemilu serentak yang pertama kali di dunia, telah terjadi di Indonesia. Ia juga melihat partisipasi masyarakat sangat tinggi.

Indonesia bangsa yang besar, dengan teritori yang sangat luas. Indonesia menopang beragam budaya yang sangat kaya. Dalam konteks ini, Pastor Budi melihat, obyektif, Pemilu serentak yang telah terlaksana. Meksi awalnya dilakukan deklarasi Pemilu damai, “siap menang dan siap kalah”, namun statement ini mulai dikaburkan oleh sikap politik tertentu.

Pastor Budi menyerukan agar semua pihak tetap berjalan dalam mekanisme yang ada. Apabila ada ketidakpuasan pun, hendaknya disampaikan dengan cara yang sesuai dengan aturan yang ada. “Ayo kita saling bergandengan tangan, mari tinggalkan suasana panas satudua, kita dalam disposisi tiga, Persatuan Indonesia,” imbuhnya.

Pastor Aloysius Budi Purnomo

Tanggal Lahir : 14 Februari 1968
Tahbisan Imamat : 8 Juli 1996

Perjalanan Karya :
– Rektor Seminari St Petrus Pematang Siantar, Sumatera Utara
– Paroki Katedral St Maria Ratu Rosari Suci Randusari
– Paroki Hati Kudus Yesus Tanah Mas
– Paroki St Fransiskus Xaverius Kebundalem
– Paroki Kristus Raja Ungaran
– Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang
– Campus Ministry Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah

Antonius E. Sugiyanto

HIDUP NO.25 2019, 23 Juni 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here