Vatikan Menerbitkan Pedoman Baru untuk Paroki, Ini 5 Hal Penting untuk Dicatat

849
Paus Fransiskus dengan para peziarah dari keuskupan Italia di Bologna dan Cesena-Sarsina saat berada di Lapangan Basilika Santo Petrus, 21 April 2018 Dok. CNA
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COMKongregasi bagi Klerus pada hari Senin menerbitkan pedoman baru untuk paroki di seluruh dunia. Tujuannya mendorong paroki agar semakin mengasosiakan diri sebagai komunitas misionaris evangelisasi. Pedoman ini memang tidak menerbitkan norma atau kebijakan baru untuk kehidupan paroki, tetapi mendorong umat Katolik untuk berpikir dalam doa mengenai masa depan dan fungsi kehadiran Paroki.

Berikut lima tema besar yang diajukan pedoman baru:

Paroki adalah sebuah misi.

Panduan ini menawarkan paroki sebuah seruan untuk keluar dari diri sendiri. Menawarkan instrumen untuk reformasi, bahkan struktural, dalam semangat persekutuan dan kolaborasi, pertemuan dan kedekatan, bela rasa dan kepedulian untuk menyatakan kabar gembira (Injil). Sejak didirikan, Paroki telah dibayangkan menjadi tanggapan terhadap kebutuhan pastoral yang sesuai, yaitu membawa kabar gembira kepada semua orang melalui pernyataan iman dan perayaan Sakramen.

Untuk memenuhi misinya, vitalitas baru diperlukan guna mendukung penemuan kembali mereka yang telah dibaptis. Mereka adalah murid Kristus dan misionaris kabar gembira. Misionaris ini diperlukan khususnya di bagian dunia di mana banyak orang tidak tahu atau belum paham mempraktekkan iman. Dokumen ini mendorong umat untuk semakin memikirkan diri sebagai komunitas misionaris dan bagaimana berfokus pada pemberitaan Injil kepada semua orang yang akan mendengar.

Ekaristi dan orang miskin harus menjadi pusat kehidupan paroki.

Perayaan misteri Ekaristi adalah sumber dan puncak dari seluruh kehidupan umat Kristen. Maka Ekaristi menjadi momen penting untuk membangun komunitas paroki. Misa harus menjadi pusat kehidupan paroki, tulis dokumen itu.  Dalam Misa, paroki menyambut kehadiran Tuhan Yang Tersalib,Bangkit, dan Hidup untuk menerima seluruh misteri keselamatan.

Dokumen ini juga menuturkan bahwa orang miskin harus diundang ke jantung kehidupan paroki.  Dikatakan dalam dokumen tersebut bahwa sebuah tempat kudus terbuka untuk semua orang. Paroki dipanggil untuk menjangkau semua orang, tanpa kecuali, harus ingat bahwa orang miskin dan yang dikecualikan harus selalu memiliki tempat yang istimewa di jantung Gereja. Komunitas paroki harus membuka diri untuk menginjili dan diinjili oleh orang miskin. Dengan demikian, paroki menemukan kembali panggilannya untuk mewartakan Firman Tuhan di semua lingkungan sembari mengingat hukum tertinggi, yakni kasih di mana kita semua akan diadili.

Wilayah memang penting, tetapi tidak bisa dibatasi.

Sebagian besar paroki ditentukan oleh wilayah. Dengan sedikit pengecualian, suatu paroki, dengan benar, adalah persekutuan orang yang dibaptis dalam batas-batas wilayah tertentu, yang ditentukan oleh uskup. Di Barat, konsep ini sebagian besar telah dilupakan, umat Katolik cenderung pergi Misa di paroki di mana mereka merasa paling disambut atau diberi makan, dan meskipun ada dorongan dari beberapa uskup, banyak umat mengikuti Misa Minggu tidak mengenal tentang batas-batas paroki.

Pedoman Kongregasi untuk Klerus mengakui kenyataan itu. Mobilitas yang meningkat dan budaya digital telah memperluas batas eksistensi.  Pedoman ini menyatakan, dewasa ini umat kurang terkait dengan konteks geografis yang pasti dan tidak dapat diubah. Budaya digital telah pasti mengubah konsep ruang, bersama dengan bahasa dan perilaku masyarakat, terutama pada generasi muda. Namun, dokumen ini tetap menegaskan bahwa masalah kewilayahan itu penting. Hubungan interpersonal yang telah dibangun paroki ini berisiko dibubarkan dan dilebur masuk ke dalam dunia virtual yang tanpa komitmen atau tanggung jawab apa pun terhadap  seseorang.

Paroki bukanlah komunitas yang dipilih sendiri atau ditentukan sendiri, tetapi sekelompok orang dengan kewajiban satu sama lain, dan pedoman ini memperingatkan agar tidak kehilangan pengertian tersebut. Karena paroki itu dimaksudkan untuk mendorong umat  bertanggung jawab kepada anggota Gereja satu sama lain.  Maka, dokumen ini secara gamblang mendorong tiap paroki membangun rencana terukur bagi evangelisasi dengan memperhitungkan pekerjaan misionaris yang berada di wilayah itu. Setiap rencana harus ditempatkan dalam pengalaman hidup komunitas dan ditanamkan di dalamnya tanpa menyebabkan kerusakan, dengan fase yang diperlukan dari konsultasi, serta implementasi progresif dan verifikasi.

Namun, pedoman itu mengatakan, misi paroki tidak berakhir di batas teritorialnya. Mengingat dunia yang terus berubah, tindakan pastoral apa pun yang terbatas pada wilayah Paroki sudah ketinggalan zaman. Singkatnya, pedoman ini mendesak umat Katolik untuk memikirkan paroki mereka sebagai sebuah komunitas, dengan kewajiban satu sama lain, yakni berbagi misi untuk memberitakan Injil, bersama-sama, di luar batas komunitas mereka sendiri.

Struktur berguna untuk misi, tetapi birokrasi membunuh.

Pedoman ini menekankan bahwa sementara paroki membutuhkan kebijakan, program, dan struktur untuk memenuhi misinya, ia harus menghindari risiko jatuh ke dalam budaya organisasi yang berlebihan dan birokratis dari berbagai peristiwa dan penawaran pelayanan yang tidak mengekspresikan dinamika evangelisasi.

Untuk mengatasi kecenderungan ke arah birokratisasi dan formalisasi kehidupan sakramental dan kateketik Gereja, konversi struktur, yang harus dilakukan Gereja, memerlukan perubahan signifikan dalam mentalitas dan pembaruan interior, terutama di antara mereka yang dipercayakan dengan tanggung jawab kepemimpinan pastoral. Pedoman ini juga mendesak keuskupan untuk mempertimbangkan pengembangan struktur dan peran baru yang dapat mengoordinasikan kegiatan antar paroki, terutama yang berada dalam kedekatan geografis yang dekat satu sama lain.

Tanggung jawab untuk misi paroki adalah milik semua orang, tetapi masing-masing memiliki peran untuk dimainkan.

Dokumen tersebut menekankan tanggung jawab bersama para klerus, laikal, dan umat awam untuk misi paroki di dunia. Tetapi dokumen itu juga menekankan bahwa setiap orang bekerja untuk Kerajaan Allah dalam peran menurut baptisan dan panggilan. Pedoman itu menekankan bahwa pastor paroki dipercayakan untuk merawat jiwa umat secara penuh di paroki, sebuah peran unik bagi para imam.

Dokumen ini juga mengakui ketentuan kanonik yang memungkinkan umat awam dipercayakan dengan pelayanan pastoral di sebuah paroki karena kekurangan imam, tetapi menekankan bahwa situasi seperti itu harus jarang terjadi, dan menjadi tindakan sementara dan bukan permanen. Artinya,  kondisi ini hanya dapat digunakan ketika benar-benar kekurangan imam.

Dalam dokumen disebutkan, “Kami sedang berhadapan di sini dengan suatu bentuk yang luar biasa dari mempercayakan perawatan pastoral, karena ketidakmungkinan menunjuk seorang Pastor Paroki atau seorang Administrator Paroki, yang tidak harus disamakan dengan kerja sama aktif dengan awam dalam memikul tanggung jawab mereka.” Melanjutkan saran pedoman itu, “Lebih jauh lagi, akan lebih baik untuk menunjuk satu atau lebih diakon daripada seorang laki-laki dan perempuan yang dilantik untuk mengarahkan perawatan pastoral semacam ini.”

Dokumen ini dengan hati-hati mendesak agar tidak terjadi “klerikalisasi kaum awam” yang begitu sering diperingatkan oleh Paus Fransiskus, di mana kaum awam didesak untuk mengambil peran yang biasanya diduduki oleh para imam. Pada saat yang sama, dokumen ini mengatakan bahwa kaum awam dipanggil untuk memberikan hidup mereka kepada misi Injil dan pekerjaan Gereja.

Orang awam dipanggil untuk membuat komitmen yang murah hati untuk melayani misi evangelisasi, pertama-tama melalui kesaksian umum tentang kehidupan sehari-hari mereka, hidup sesuai dengan Injil, dalam lingkungan apa pun mereka berada dan di setiap tingkat tanggung jawab; dengan cara tertentu, mereka dipanggil untuk menempatkan diri mereka dalam pelayanan komunitas Paroki.

Pedoman ini juga mendorong visi diakon sebagai “menteri pelayanan”, bukan sebagai asisten imam untuk paroki dan kaum religius sebagai kontributor misi penginjilan paroki melalui saksi pengudusan kehidupan mereka.

“Dinamika keluar.”

Pedoman tersebut diakhiri dengan seruan untuk “dinamisme keluar” yang mengarahkan paroki menuju misi penginjilan, tugas seluruh Umat Allah, yang berjalan melalui sejarah sebagai “keluarga Allah” dan bahwa, dalam sinergi anggotanya yang beragam, bekerja untuk pertumbuhan seluruh tubuh gerejawi.

Dokumen ini mendesak agar Paroki dapat menemukan kembali dirinya sebagai tempat mendasar  evangelisasi, perayaan Ekaristi, tempat persaudaraan dan amal, dari mana saksi Kristen dapat bersinar bagi dunia.

Felicia Permata Hanggu
Sumber: Catholic News Agency

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here