Ternyata, 30 % CEO Perusahaan Besar Adalah Orang (Keturunan) India, Apa Kelebihan Mereka, termasuk Kamala Harris

326
A.M. Lilik Agung, Kontributor
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SHYAMALA Gopalan, doktor dalam bidang nutrisi dan endokrinologi dari  Universitas California, Berkeley. Saat kuliah  Gopalan bertemu dengan pasangannya, Donald Harris pemuda dari Jamaika. Pasangan orang pintar ini memiliki anak bernama Kamala Devi Harris. Dari namanya – Shyamala Gopalan – jelas berasal dari India. Alhasil dalam diri Kamala Harris, mengalir darah India nan kental. Sebentar lagi Kamala Harris menjadi Wakil Presiden Amerika. Kamala langsung membuat dua rekor sekaligus. Wakil presiden perempuan pertama di Amerika. Pun wakil presiden berkulit gelap pertama dalam sejarah panjang Amerika.

Sosok Kamala Harris dengan darah Indianya, tiba-tiba menggaungkan semakin nyaring tentang kiprah orang-orang India sebagai pengatur utama perusahaan besar dunia. Dari lima ratus perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune, tiga puluh persennya hari ini pemimpin tertingginya (CEO – chief executive officer) orang India. Mereka menjadi CEO perusahaan yang pengaruhnya begitu terasa pada kehidupan manusia. Sebut saja Sundar Pichai CEO Alphabet, tak lain induk dari kelompok Google. Menyusul Satya Nadella yang sejak tahun 2014 menjadi kepala suku Microsoft, perusahaan yang selama puluhan tahun menabalkan pemiliknya, Bill Gates sebagai orang paling kaya sedunia. Ada lagi Shantanu Narayen, pemuncak di Adobe, dimana produknya pasti kita gunakan apabila kita menggunakan komputer.

Tidak hanya perusahaan yang bergerak di ranah teknologi yang CEO-nya banyak diduduki orang India. Nyaris berbagai sektor dan terhubung dengan hajat hidup orang banyak, pemimpin tertingginya berasal dari India. Duit berbentuk kartu yang ada didompet kita yakni Mastercard, komandonya Ajaypal Singh Banga, lelaki kelahiran Pune India. Empat besar perusahaan farmasi berkantor pusat di Swiss, Novartis sejak 2018 memiliki masinis bernama Vasant Narasimhan. Sebelum pandemi, perusahaan yang menyewakan ruang kantor (co working space) terbesar di dunia tak lain WeWork. Sandeep Mathrani, sosok yang lahir di Gujarat India lima puluh delapan tahun silam merupakan CEO WeWork.

Tidak hanya pada ranah praktisi. Pun pemikir manajemen dunia banyak berasal dari India. Menyebut pemikir manajemen kontemporer tentu tidak bisa melupakan CK Prahalad yang mempopulerkan diksi bernama kompetensi. Ram Charan didapuk sebagai maha guru bagi CEO-CEO terbaik dunia. Berbicara tentang strategi dan inovasi tentu harus menyertakan Vijay Govindarajan di mana bukunya The Three Box Solution menjadi salah satu buku babon tentang inovasi. Menyusul generasi dibawah tiga maha guru tersebut adalah Rakesh Khurana, yang hari ini menjadi dekan Harvard College.

Mengapa India?

Sejak dunia diharu-biru oleh gelombang digital, kerinduan kembali kepada jati diri manusia tidak terhindarkan. Pun ketika pandemi menerjang dimana digital menjadi panglima untuk berbagai kehidupan, manusia tetap didambakan sebagai pusatnya. Jati diri manusia bernama respek, empati, rasa dan etika, tetap menjadi monopoli manusia yang tidak bisa digantikan oleh digital.

Pada satu sisi, korporasi yang terlalu kental dengan kaidah-kaidah untung rugi mulai diluruskan untuk respek kepada manusia. Memakai nilai-nilai yang dipakai Alibaba, customer and employees first, shareholder second. Artinya melayani pelanggan dan karyawan itu nomer satu. Baru berikutnya adalah pemegang saham. Hubungan perusahaan dengan pelanggan dan karyawannya tidak lagi sekadar transaksional. Lebih dari itu, perusahaan, pelanggan dan karyawan membentuk segitiga kemitraan. Mitra menjadi nilai utama.

India merupakan bangsa dengan tradisi yang sudah berumur ribuan tahun. Dalam perjalanan panjang tersebut, tentu segala kebaikan dengan segenap keburukan berbaur membentuk India seperti sekarang ini. Budaya India menyebar  mempengaruhi berbagai adat-istiadat berbagai suku di dunia. Perjalanan panjang ini yang membentuk para CEO dari India. Kaki mereka berdiri kokoh pada budaya yang sudah berumur ribuan tahun. Sementara tangan dan kepala mereka berlarian untuk bersahabat, bahkan menciptakan perubahan.

Kaki kokoh ini erat terhubung dengan mengelola manusia yang tak lain bermain pada ranah kepemimpinan dan budaya organisasi. Tangan dan kepala yang berkeliaran merupakan simbol dalam mengelola pekerjaan yang berhubungan dengan pasar dan tehnologi. CEO India kuat dalam mengelola manusia dan budaya organisasi, lentur membaca pasar dan menciptakan teknologi.

”Saya suka menganggap huruf C pada CEO adalah singkatan dari culture. CEO adalah kurator budaya perusahaan. Tidak ada yang tidak mungkin bagi perusahaan jika budayanya adalah mendengarkan, belajar serta memanfaatkan semangat dan keahlian setiap individu pada misi perusahaan. Menciptakan budaya seperti itu adalah tugas utama saya sebagai CEO,” kata Satya Nadella ketika awal mula dia diangkat sebagai CEO Microsoft. (Hit Refresh, halaman 142).

Satya menjadi CEO ketika Microsoft sedang dalam posisi stagnan. Bahkan diramalkan Microsoft memasuki senjakala. Untuk melakukan transformasi (perubahan menyeluruh dan mendasar), awal mula kepemimpinan Satya lebih banyak berbicara tentang manusia dan budaya organisasi pada seluruh karyawan Microsoft. Baru setelahnya membahas tentang teknologi baru yang akan diciptakan Microsoft. Hasilnya gemilang. Satya mampu mengubah Microsoft yang stagnan menjadi Microsoft yang muda lagi dengan produk dan jasa baru yang selaras dengan jaman. Ditangan Satya, Microsoft kembali bersinar. Bahkan kinerjanya melampaui para CEO terdahulu yang tak lain para pendiri.

”Manajemen adalah tentang manusia. Tugasnya adalah membuat orang menjadi mampu untuk melakukan kinerja bersama. Membuat kelebihan mereka menjadi efektif dan kelemahan mereka menjadi tidak relevan,” demikian petuah maha guru manajemen, Peter Drucker. Ucapan Drucker puluhan tahun lampau menjadi relevan untuk saat sekarang. Itulah kelebihan pertama CEO dari India. Mereka piawai dalam mengelola manusia.

Salah satu buku bisnis paling berpengaruh ”Execution: The Discipline of Getting Things Done” ditulis oleh Ram Charan dan Larry Bossidy (terbit 2002). Dalam buku tersebut, Charan dan Bossidy mengatakan,”Dua kualitas kepemimpinan telah menjadi mutlak tak tergantikan saat ini. Pertama, adalah ketajaman berorganisasi (berbisnis), umum disebut kepiawaian berorganisasi (berbisnis). Kedua, kebutuhan untuk mengetahui, umum dinamakan rasa ingin tahu yang tiada habis tentang apa yang baru.” Kebetulan dua hal ini dimiliki para CEO India. Itulah kelebihan kedua CEO dari India. Kepiawaian mengelola organisasi dan ketrampilan berinovasi. Kelebihan ini – mengelola manusia, kepiawaian berorganisasi dan kecakapan berinovasi – menjadikan CEO-CEO India menguasai jagad korporasi dunia.

A.M. Lilik Agung, Kontributor, Mitra Pengelola Galeri HC-Human Capital, lembaga pengembangan SDM/Beralamat di [email protected]

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here