‘Sensasi’ Vaksinasi 13 Januari dalam Derasnya Informasi di Tengah Pandemi

335
3.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – KALENDER 2020 telah terobek sejak 13 hari lalu. Iyaaa, aku masih merobek kalender di era digital ini, karena memang tergolong ‘mahluk konvensional’. Tetap masuk secara aktif ke dunia digital tapi juga tak kuasa meninggalkan cara-cara lama. Jadi ritual merobek kalender lama serta sensasi menggantung yang baru tetap  jadi bagian dari perayaan tahun baru, selain menyimak resolusi para netijen. Memang resolusi 2021 tidak seramai sebelumnya lalu lalang di jagat maya sebagaimana tahun-tahun terdahulu, efek catatan kelam 2020.

Memasuki 2021, semula kuanggap bakal jadi tahun penuh harapan baru sambil mengucap selamat tinggal pandemi. Namun sebaliknya terjadi, berita mulai dari grup keluarga, komunitas, lingkungan, media, pokoknya segala grup yang ada di gawai ini pasti ada saja pemberitahuan salah satu dari anggota keluarga, teman, handai taulan, kerabatnya teman, public figure, pemuka agama, pejabat, terpapar Covid-19. Bahkan belakangan berkembang klaster keluarga bagai sebuah rantai sulit terputuskan.    Terasa wabah ini semakin mendekati, menakuti, seakan menanti di jendela rumah.

Lantas, hadir kabar soal vaksin yang telah dinantikan sejak awal pandemi merebak. Berharap penemuan ini menjadi setitik cahaya di tengah kegetiran ragam kisah pilu, menyaksikan ada yang meninggal dan ada yang masih bisa tertinggal.

Bila penemuan vaksin bagai ‘setitik’ cahaya, sebagaimana namanya setitik…, pasti ada bagian yang tersinari sangat terang, dan  ada pula remang remang saja. Di bagian remang-remang inilah terjadi pertautan satu sama lain karena masih meraba dalam minimnya penerangan. Mulai dari kontroversi kandungan vaksin itu sendiri dengan ragam informasi, konspirasi, sensasi dan entah apa lagi, membuat bimbang dan sukar dalam bersikap. Simpang siur kabar yang merajai dunia informasi selama inipun sudah sangat membingungkan.

Aku tak hendak menuturkan perihal yang terjadi ada di luar sana. Bukan egois, tapi begitulah perubahan kejiwaan ini, di mana berpendapat pun sudah kehilangan keberanian. Termasuk kecerdasan mencerna antara yang benar dan kurang tepat ikut tergerus.

Izinkan aku sedikit berbagi dari dalam rumah sendiri saja. Setiap waktu terdengar  pendapat dari teman bahkan suami sendiri, yang meragukan keampuhan vaksin ini. Tegas menolak bila kelak tiba waktu kewajiban vaksin harus dijalani. Aktif sekali setiap hari mengirimkan link-link peristiwa di beberapa negara Eropa saat demo menolak vaksinasi. Ini ‘menu’ harian di rumah kami, sampai  keluar aturan bahwa penerima vaksin sampai batas usia 59. Jadi fix… tak perlu   perdebatan, penolakan apalagi sampai mendemo tolak vaksin, karena toh dia tidak tergolong penerima vaksin.

Perdebatan selesai…? Siapa bilang? Belumlah…!

Keluar pernyataan susulan, tidak akan mengizinkan anak-anaknya  di vaksin (yang nota bene anakku juga kan). Hmm.. mari meredam sebuah perdebatan dengan cara jadilah pendengar saja tanpa perlu balik berpendapat apalagi mendebat. Bukankah pertikaian  bisa terjadi minimal membutuhkan dua orang. Bila hanya satu paling jadi omelan kan. Aman!

Hari ini 13 Januari, di mana akhirnya pemberian vaksin terlaksana di tengah simpang siurnya informasi, Presiden RI Jokowi menjadi penerima pertama di negeri ini. Secara kebetulan aku mendapatkan link zoom dari seorang teman untuk peristiwa vaksinasi hari ini dan menyaksikan dari awal persiapan hingga pelaksanaan.

Aku rakyat biasa. Tentu saja tak pentinglah mendengar penuturan perasaanku saat turut jadi saksi peristiwa vaksinasi yang sesungguhnya hal lumrah. Bukankah sejak bayi kita sudah melakukannya. Tapi kali ini menjadi sangat berbeda dan istimewa. Jadi boleh ya aku sedikit berbagi soal tadi pagi di tanggal 13 Januari.

Segala rasa berkecamuk dalam hati dan entah kenapa tubuh bagai dialiri listrik berkekuatan sedang (tidak tinggi) tapi cukup menimbulkan getaran di sekitar lengan sampai telapak tangan. Teringat semua informasi yang sempat terkunyah sejak kabar penemuan vaksin  dengan segala kontroversinya, terlepas dari benar atau tidak  yang aku terima atau kualitas media yang dibaca.

Getaran muncul di sekujur tubuh ternyata efek membayangkan andai semua keterangan soal itu benar, apa yang akan terjadi nanti. Teringat pula polemik seliweran di sosial media maupun grup WA apalagi soal pengaruh yang ditimbulkan atau akan terjadi. Namun apapun kandungan dalam vaksin itu, hari ini sudah disuntikkan. Semua yang hadir di zoom tadi bertepuk tangan sebagai reaksi dari keputusan pemimpin negeri ini sekaligus menjadi influencer bagi Indonesia berikutnya. Tibalah saat menunggu hasil. Nah, ini kalimat lebih merasuk pikiran sebagai perempuan sederhana yang terus  berharap kebaikan dan pandemi berakhir.

Apa hasilnya?

Atau apa reaksi yang ditimbulkan?

Aku kok lebih suka mendengar ‘apa hasilnya’ daripada ‘apa reaksinya’.

Kalau hasil, pilihannya cukup dua: berhasil atau gagal.

Kalau reaksi? Hmmm… banyak ‘cabang’nya. Reaksi pada organ tubuh yang manakah, kondisi kejiwaankah, aliran darahkah? Waduuh.. jangan-jangan aku malah bertambah sakit baru memikirkan soal reaksi saja.

Akankah seperti dibahas suamiku dengan referensi ragam berita tangkapannya dan jujur membuat makin gelisah?

Atau ini akan jadi pertaruhan terakhir menuju kebaikan semua seperti komen Sagit, salah satu teman yang rajin bersepeda demi menjaga kebugaran tubuh.

Ada lagi komentar sejuk teman lain, si manis Wida mengatakan ini momen yang sebaiknya disyukuri dan semoga memberi manfaat bagi negara tercinta.

Masih ada yang bisa kukutip dari rangkaian pendapat temanku Harry, spontan menyatakan salut untuk pemimpin kita dan semoga jadi suri tauladan kita semua.

Aku sendiri tidak berani komentar. Masih dengan bibir gemetar mendaraskan doa dalam hati, semoga vaksin yang sudah tersedia ini diberkati Tuhan. Sebagai orang percaya, memohon dengan segala kerendahan hati, apapun yang terkandung di dalamnya, sekiranya ada yang mengganggu atau memberi reaksi negatif, apalagi sampai membahayakan salah satu sisi tubuh dan jiwa manusia, kiranya Tuhan berkenan  mengubahnya  menjadi pembawa kebaikan. Percaya pada kuasa Tuhan  tanpa batas dan akan memberi yang terbaik bagi umatNya.

Tertancap dalam ingatan ucapan salah seorang romo dalam perbincangan ringan kami: Segala sesuatu yang telah dimulai Tuhan pasti diselesaikan-Nya.

Tuhan tidak meminta apa-apa dari kita, hanya satu: Percaya pada-Nya.

Dan ini melegakan.

Permisiiii…
Ini bukan homili, tapi sekadar curahan hati
Dari seorang pencari informasi
Yang tak lagi mampu membedakan dengan sensasi
Apalagi mencari konfirmasi
Dan tetap mencoba menelaah dalam sunyi
Semoga berakhir segera pandemi ini
Salam cinta dari saya

Ita Sembiring, Kontributor, Pekerja seni

 

1 COMMENT

  1. cukup mengharukan memang pak jokowi, bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh warga nkri
    *aku kira vaksinasi itu pilihan terbaik

Leave a Reply to karmin winarta Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here