web page hit counter
Jumat, 11 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Tiga Tipe Kepribadian di Tahun Refleksi, Anda Tipe yang Mana

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – REFLEKSI adalah hal yang gampang diomongkan tetapi tidak mudah bagi sebagian orang. Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, mengapa Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menjadikan tahun 2021 sebagai Tahun Refleksi?  Apakah ada hubungannya dengan dampak Covid-19 yang sudah menguncang dunia selama setahun ini?

Covid-19 memang memberikan “pengalaman tersendiri”. Semua orang di seluruh dunia akan punya cerita masing-masing. Mau enggak mau, suka enggak suka, virus kasat mata ini sudah menjadi bagian dari sejarah hidup kita dan mengubah pola kebiasaan seluruh aktivitas di dunia.

Pandemi memutarbalikkan keadaan normal, yang biasanya “rush hour” seolah dipaksa untuk “be still”, mengambil waktu untuk mundur sejenak dan menjadi tenang, merenungkan kembali hidup dan kejadian yang terjadi di sekitar.

Tidak heran jika tahun 2021 ini, KAJ mengajak kita merenung sejenak.  Slogannya, Semakin mengasihi, semakin terlibat, semakin menjadi berkat. Dalam homili Misa Pembukaan Tahun Refleksi, yang bertepatan dengan Pesta Pembaptisan Tuhan,  Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, menjadikan Yohanes Pembaptis sebagai tokoh teladan dalam menjalankan peran kenabiannya untuk tahun ini.

Yohanes dipandang sebagai nabi yang sehati seperasaan dengan Allah dan mau terlibat dengan nasib orang banyak. Yohanes mampu menangkap kehendak Allah dengan menyerukan pertobatan bagi semua orang, dengan baptisan sebagai simbolnya. Pertobatan yang dimaksudkan adalah “pertobatan reflektif” yang menuntut pembaharuan dan perubahan atas perilaku pribadi baik secara moral maupun dalam tindak nyata aksi social.

Baca Juga Artikel:  SINODE VATIKAN 2024: Tahbisan Perempuan Dinyatakan Tidak Sah

Yesus, sebagai manusia, memutuskan untuk ikut di dalam gerakan pembaharuan Yohanes Pembaptis dan membiarkan dirinya dibaptis Yohanes. Keputusan Yesus ini diteguhkan dengan suara dari langit (Mat. 3:17; Mrk. 1:11; Luk. 3:22; Yoh. 1:32-34). Pembaptisan Yesus ini sebagai tanda Yesus akan mengambil langkah untuk memulai gerakan pembaharuan-Nya.

Tiga Tipe

Kalau saya diajak duduk diam berefleksi, itu jelas “gue banget”. Sedangkan teman kantor saya dengan tegas akan bilang “big NO”. Namun kalau dia diajak aksi sosial, dia akan semangat sekali membujuk saya ikut. Saya jadi berpikir apa sih sebenarnya yang bikin kita berbeda?

Pada awal 1920, Carl Gustav Jung, seorang psikiater asal Swiss, memomulerkan tiga tipe kepribadian: introvert, extrovert, dan ambivert. Pribadi ekstrovert mendapatkan energi dari interaksi sosial, sedangkan introvert mendapatkan energi lewat menyendiri. Ekstrovert biasanya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka, sedangkan orang introvert lebih perduli tentang pemikiran mereka dalam dunia mereka sendiri.

Di antara kecenderungan introvert dan ekstrovert, terdapat ambivert yang merupakan kepribadian penengah. Kelebihan dari tipe ambivert, ia nyaman berada di tengah keramaian dan berbagai aktivitas sosial, tetapi juga rileks dengan kesendirian.

Baca Juga Artikel:  Renungan Harian 11 Oktober 2024 “Berpikir Positif"

Hemat saya, untuk menjalankan misi Tahun Refleksi ini dibutuhkan kepribadian seorang ambivert, kepribadian yang seimbang antara kemampuan menangkap kehendak Allah dan mau terlibat dalam melakukan aksi nyata sesuai slogan di atas.

Slogan tersebut sepertinya tidak sekadar mengajak si ekstrovert ekstrim untuk berefleksi tetapi juga mengajak si introvert akut, untuk semakin terlibat.

Saya pribadi melihat, bahwasanya kita semua ditantang dan diberi kesempatan menjadi bejana kasih bagi bumi ini dan seluruh isinya dengan segala perubahannya.

Kita diajak berubah mengikuti perkembangan zaman dan menjadi lebih peduli lagi dalam banyak hal. Menuliskan refleksi ini enteng buat saya, namun menguatkan niat yang kuat untuk menjalankannya perlu komitmen dan support yang memadai.

Saya sangat salut dengan anak-anak muda yang berani keluar dari zona nyamannya. Mau mengadakan perubahan yang diperlukan dan mewujudkan niat-niat yang lebih baik dan lebih kuat dalam menjalankan perbaikan yang dirasakan perlu untuk menjadi berkat.

Jo, anak sahabat saya, misalnya, yang biasanya aktif di luar rumah dengan segudang aktifitas dan pertemanan (ciri-ciri seorang ekstrovert), di saat pandemi ini memiliki lebih banyak waktu untuk “memikirkan” materi lomba video monolog yang diadakan teater sekolah.

Tanpa perlu meninggalkan rumah, Jo dapat berlatih dan mengasah talentanya yang belum tergali sebelumnya. Jo memenangkan lomba tersebut dan mendapatkan apresiasi berupa hadiah uang. Pada kondisi pandemi ini, Jo rela menyerahkan sebagian hadiah yang diperoleh dari lomba ini untuk orang lain yang lebih membutuhkan.

Baca Juga Artikel:  Renungan Harian 9 Oktober 2024 “Doa Bapa Kami"

Trystan, seorang mahasiswa psikologi berusia 19 tahun, yang susah sekali diajak hang out kecuali oleh sahabat terdekatnya (ciri-ciri seorang introvert). Setiap hari dia berkutat dengan gadget dan komputer, malam Minggu kencan dengan game online.

Di masa pandemi ini, dia bersedia meluangkan waktunya untuk gabung bersama dengan beberapa relawan lain, dalam suatu program daring bagi anak-anak yang hidup dengan HIV. Mereka mencoba menjadi sahabat yang mau mendengarkan, memperhatikan dan peduli dengan perkembangan anak-anak yang biasanya tersisih dalam masyarakat ini.

Maka, menurut saya, mudah-mudahan masa pandemi ini menjadi momentum bagi kita untuk tidak lagi memandang kondisi ini sebagai suatu penderitaan, melainkan kesempatan yang terbuka lebar menjadi manusia yang lebih peduli. Mau berubah dan hidup bergandengan tangan satu dengan yang lain dan siap menjadi bejana kasih Allah.

Semoga kita dimampukan menanggapi gerakan pembaharuan sesuai slogan Tahun Refleksi KAJ.

Bagaimana tanggapan kita atas ajakan KAJ ini? Kembali kepada masing-masing pribadi.

“Iman bekerja sama  dengan perbuatan-perbuatan  dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. (Yak. 2:22)

Fellicia Fenny S, Kontributor, alumni KPKS Tangerang, penulis buku “Bejana Kasih – Life Changing”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles