Suster Christina Sri Murni, FMM: Mas Har Suka Bawa ‘Oleh-oleh’

625
Suster Christina Sri Murni, FMM (paling kiri), R. Sri Martati Sudarto (ipar), Kardinal Ignatius Suharyo, dan Suster Margaretha Maria Sri Marganingsih, PMY
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – SALAH satu kenangan yang masih untold story mengenai  Romo Ignatius Kardinal Suharyo, menurut Suster Christina Sri Murni, FMM, adiknya, “Mas Har suka bawa oleholeh.” Sewaktu kakaknya masih frater, tinggal di Kentungan, Yogyakarta, dia suka tengok Suster Christina (belum masuk biara waktu itu) di asrama Stella Duce. “Selalu bawa oleholeh. Entah kacang atau kue-kue kering. Teman-teman asrama sampai hapal, maka begitu Frater Haryo datang, mereka meriung, ramai-ramai berebut oleholeh.

Ketika sudah jadi pastor, ditahbiskan 26 Januari 1976, waktu itu Suster Christina tinggal di biara FMM Samirono, kalau Romo Haryo datang pasti bawa oleholeh. “Suatu hari Mas Har bawa pepaya besar sekali. Waktu itu saya bosan makan pepaya, melihat pepaya yang dibawanya sangat menarik, saya mulai suka makan pepaya lagi.” Sampai sekarang masih. Malah tiap ketemu ada bonus oleholeh, vitamin dan minyak ikan. “Pasti itu pemberian orang,” kata Suster Christina yang saat ini tinggal di Biara FMM, Bogor menangani Yayasan Regina Pacis.

Suka bawa oleholeh itu pula yang dialami Petrus Kanisius Suroso (meninggal tahun 2018), dosen FE Universitas Parahyangan, kakak Kardinal Suharyo. Kalau ke Bandung,  Mgr. Suharyo (belum kardinal) sering bawa bekal supermi, madu dan alpokat. Masing-masing satu. Kok bawa oleh-oleh segala? “Karena saya tahu, berjam-jam bertamu, pasti tidak dijamu,” kata Kardinal Suharyo. Maklum, kakaknya hidup sendiri, sejak Cecilia Sri Untari Pidada, istrinya dipanggil Tuhan tahun 2005.

Kebiasaan itu diiyakan Suster Christina. Dikisahkan, sepulang pemakaman Yohanes Rasul Subagyo —kakak suster— Desember 2016, Suster Christina ikut satu mobil bersama Kardinal Suharyo. “Ketika hampir sampai, kami turun di sebuah minimarket, beli supermi dan beberapa minuman. Sampai di rumah, Mas Har langsung masak supermi itu sendiri untuk kami. Sesudahnya dia lanjut pulang ke Jakarta, saya menginap di rumah Mas Sur.” Suka masak supermi (dulu), menurut Kardinal Suharyo, karena praktis. Dulu waktu tinggal di Kentungan sebagai dosen, kalau terlambat pulang sementara acara makan malam sudah lewat, Romo Haryo suka masak supermi.

Suka bawa oleholeh dan berbagi menjadi bagian kebiasaan Kardinal Suharyo sejak kecil. Tidak ada tujuan apa-apa, tidak ada pamrih. Berbagi menjadi lebih berarti, kalau yang diberikan adalah miliknya yang sangat berharga. Ketika masih frater, kardinal punya hobi fotografi. Punya kamera kesayangan. Ketika melihat ada seorang mahasiswanya (sekarang: Romo Agus Suryono Gunadi, Pr) punya hobi yang sama, kamera kesayangan dan masih bagus itu dia berikan begitu saja. “Romo Haryo memberikan milik kesayangannya,” komentar Romo Agus Gunadi.

Kardinal Suharyo suka berbagi, ekspresi perhatian dan kepeduliannya pada sesama, itu yang mengesan di hati Suster Christina. Komunikasi mereka bisa lebih mudah dibanding Kardinal dengan si bungsu yang saat ini bertugas di Wonosobo. Mungkin karena faktor selisih usia 6 tahun, sedangkan dengan adiknya Suster Maria Magdalena Marganingsih, PMY 9 tahun. Dari 10 bersaudara, kini tinggal bertiga: Kardinal Suharyo, Suster Christina, dan Suster Marga.

St. Sularto, Kontributor, Wartawan Senior

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here