HIDUPKATOLIK.COM – Pastor, apakah relikwi itu? Apakah sama seperti jimat? Beberapa teman saya mempunyai relikwi orang kudus, dan sering diumbar di media sosial. Namun ketika saya tanya, mereka tidak tahu relikwi itu untuk apa. Bagaimanakah penggunaannya?
Daniel, Jakarta
Penghormatan relikwi orang kudus termasuk tradisi kesalehan Katolik yang sangat tua. Dengannya dimaksudkan peninggalan tubuh atau bagian tubuh orang kudus, dan juga barang-barang pribadi yang dekat dengan mereka; jadi termasuk pakaian, naskah yang dipandang sebagai relikwi, bahkan benda lain yang bersentuhan dengan tubuh dan kubur seperti minyak, kain kafan dan patung (Bdk. Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi no. 236).
Nama relikwi sendiri berasal bahasa Latin reliquiae (Inggris, relics: sisa-sisa), dari kata kerja relinquere yang berarti meninggalkan. Dalam tradisi, relikwi dikaitkan bukan hanya dengan orang-orang kudus, melainkan juga dengan Yesus. Karena itu makam Yesus, salib-Nya, serta kain kafan Yesus dihormati.
Penghormatan ini bukan eksklusif orang Katolik. Juga di banyak agama ada penghormatan seperti ini. Kesan jimat seperti yang Daniel sebut, hampir tak terhindarkan karena praktik umum ini. Namun, sebenarnya tradisi Katolik tidak berhenti pada bendanya, atau menghormati benda karena memiliki roh dan kekuatan sebagaimana ada dalam pengertian jimat, melainkan karena benda itu mengingatkan kita akan orang yang penuh rahmat. Rahmat yang diterima orang suci itu berasal dari Allah sendiri.
Jadi relikwi mempersatukan kita dengan rahmat ini. Dalam Perjanjian Lama dikisahkan tulang-tulang Nabi Elisa yang bisa menghidupkan orang mati (2Raj. 13:20 dst.). Dalam Kisah Para Rasul, orang-orang membawa sapu tangan atau kain yang pernah dipakai Paulus dan meletakkannya kepada orang sakit dan mereka disembuhkan (Kis.19:11dst.). Orang percaya bahwa kehadiran orang Kudus menghadirkan kasih Allah sendiri, lengkap dengan mukzijat penyembuhan-Nya. Rahmat Allah dalam orang kudus ini dapat dirasakan sepanjang masa. Kepercayaan ini dapat dibandingkan dengan iman seorang wanita yang sakit pendarahan, yang berpikir hanya dengan menyentuh jubah Yesus saja, dia bisa sembuh dari penyakit. Ia pun sembuh, tapi bukan karena jubah itu, melainkan karena iman-Nya pada Yesus (Mrk. 5:27 dst.).
Gereja Katolik mengizinkan penghormatan relikwi, tetapi mengingatkan akan bahaya tindakan yang berlebihan. Bentuk utama penghormatan adalah pemasangan relikwi martir atau orang kudus lainnya di altar atau di bawah altar di gereja-gereja yang didedikasikan pada martir atau orang kudus tertentu (PUMR 302). Dengan tindakan itu, kita meneguhkan iman kita akan Gereja sebagai persekutuan orang kudus dan bahwa kurban persembahan kurban kita berasal dari kurban Kristus sendiri. Bersama para orang kudus ini kita adalah Tubuh Mistik Kristus. Bentuk penghormatan lain nampak dalam tindakan seperti mengecup, menghiasi tempat relikwi (relikuiari) dengan lampu dan bunga, prosesi dan membawanya kepada orang-orang sakit untuk menghibur dan menguatakan mereka. Karena ada banyak juga relikwi palsu, Gereja juga mewantiwanti agar jangan gampang terkecoh (Bdk. Direktorium, 237). Relikwi yang dihormati haruslah asli. Juga pengepingan yang terlalu kecil harus dihindari, sebab menurut kaidah liturgi, relikwi itu harus memiliki ukuran cukup besar, sehingga jelas merupakan bagian tubuh manusia. Kaum beriman tidak dilarang menyimpan relikwi, tetapi harus dihindari godaan untuk mengumpulkan, mengoleksinya, karena di sinilah sering kali terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Hati-hati dengan penipuan karena praktik komersialisasi. Apalagi dengan praktik jimat yang malahan tidak sesuai dengan jiwa penghormatan yang sejati.
HIDUP NO.02, 10 Januari 2021
Pastor Gregorius Hertanto, MSC
(Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara)
Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.