Keuskupan Atambua Optimis Bencana Teratasi, Butuh Koordinasi

121
Menghadapi bencana di NTT, Gereja atau pastoran digunakan pemerintah dan masyarakat menjadi Pos Layanan Tanggap Darurat, salah satunya di Betun. (Dok. Caritas Indonesia)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Bencana mengeyahkan segala lini kehidupan. Namun masih banyak tangan yang mengulurkan pertolongan.

SIKLON Tropis Seroja memicu cuaca ekstrem di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sebagian di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 4 April 2021 telah menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor secara merata di provinsi yang terdiri dari 21 kabupaten/kota. Bencana berdampak pada empat keuskupan, yakni Keuskupan Larantuka, Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Weetebula dan  Keuskupan Atambua.

Menurut Direktur Caritas Keuskupan Atambua, Pastor Maximus Sikone Pakaeoni, wilayah Keuskupan Atambua terdiri dari empat kekenat yang berada di wilayah pemerintahan tiga kabupaten, yakni  Belu, Timor Tengah Utara, dan Malaka. “Semua wilayah ini terdampak bencana namun yang terberat adalah Malaka yang juga wilayah Dekenat Malaka,” jelas Pastor Maxi.

Berdasarkan penuturan Romo Maxi, pada tanggal 13 April 2021, ada beberapa paroki yang terdampak berat yaitu St. Fransiskus Xaverius, Bolan; Maria Fatima, Betun; St. Antonius Padua, Kleseleon; St. Yohanes Baptista, Besikama; St. Maria Fatima, Nurobo serta beberapa paroki terdampak ringan. Di Belu, yang terdampak adalah  Kecamatan Raimanuk yakni  Desa Tasain.

Kebutuhan Mendesak

Pastor Maxi menjelaskan, situasi di Atambua perlahan-lahan kembali normal. Listrik yang tadinya padam sekarang sudah mulai menyala secara bergilir sesuai dengan jadwal yang dikeluarkan PLN. Namun jaringan komunikasi masih tersendat. Begitupun transportasi. Bencana ini menyebabkan Jembatan Benenain yang menghubungkan wilayah Timur (Betun) dengan wilayah Barat (Besikama) terputus.

“Ada banyak rumah warga rusak berat dan ringan. Tidak sedikit warga yang kehilangan harta benda dan saat di pengungsian hanya mengenakan pakaian yang melekat di badan. Mereka tidak memiliki makanan karena jagung, padi dan kacang-kacangan yang siap dipanen, habis terbawa banjir dan tertutup lumpur. Hewan ternak terbawa banjir dan ribuan lainnya mati di tempat. Akibatnya, bau bangkai di mana-mana. Pemerintah sudah menurunkan alat berat menguburkan bangkai-bangkai binatang itu. Kemungkinan ke depan akan muncul berbagai macam penyakit. Sementara ada yang diare, batuk, fluk, demam, gatal-gatal dan luka-luka,” tutur Pastor Maxi.

Menurut imam diosesan ini, kebutuhan yang sangat diperlukan saat ini adalah air bersih,  sembako untuk beberapa bulan ke depan, pakaian, bibit tanamanan seperti jagung, padi dan sayuran,  obat-obatan, peralatan dapur dan perabot rumah tangga. “Mereka juga membutuhkan bantuan perbaikan rumah yang terbawa banjir dan rusak berat serta pemulihan mental warga yang terguncang,” terangnya.

Butuh Berkoordinasi

Perayaan Minggu Paskah 4 April 2021 merupakan puncak terjadinya bencana ini. Menurut Romo Maxi, selama seminggu sebelum Minggu Paskah, hujan dan angin begitu kencang mengakibatkan listrik dan jaringan komunikasi putus.

Hari pertama setelah mendengar bencana di Malaka, Caritas Atambua langsung berkoordinasi dengan Tim Aksi Bencana Keuskupan (PSE dan Ekonom) dan membicarakan langkah-langkah apa yang harus segera dibuat. Hari kedua, dengan membawa sebagian kecil bantuan, Caritas menuju wilayah terdampak  di Kabupaten Malaka.

“Kami berkoordinasi dengan Koordinator Bencana Malaka dan mengambil data dari Media Center yang berada di posko utama penanggulan bencana Malaka.  Data yang ada disampaikan ke Caritas Indonesia (KARINA) di Jakarta dan ke Tim Aksi Bencana Keuskupan. Selanjutnya setiap hari tim kami mengantar bantuan kemudian melaporkan,” jelas Pastor Maxi.

Caritas Keuskupan Atambua bersama Satuan 744 Kompi A Kab. Malaka, Kodim 1605-04 Betun, 1605-05 Kobalima dan OMK Paroki Bolan mendistribusikan bantuan sembako di wilayah Paroki Fransiskus Xaverius, Bolan, Malaka, 10 April 2021.
(Dok. Caritas Keuskupan Atambua)

Menurut Pastor Maxi, Caritas membeli sembako dari toko-toko yang berada di Atambua serta barang sumbangan dari umat lain. Semua didistribusikan dengan kendaraan, melalui jalan darat ke Malaka, Belu, dan Timor Tengah.

Adapun relawan yang turut terlibat di lokasi terdiri dari lembaga dan perseorangan, yakni, TNI/POLRI, BPBD dan Pemda Malaka, Orang Muda Katolik, Orang Muda Lintas Agama, PMKRI, dan relawan dari ACT, ADRA, Caritas Indonesia, Helix, STC, MPM, NU Peduli, OKL, PKBI NTT, PMI, Lazis Jateng dan UNICEF.

“Bantuan yang mereka  berikan adalah tenaga untuk evakuasi pengungsi, terpal untuk tenda pengungsi, pangan, layanan medis, bantuan nonpangan dan dukungan psikososial,” tambah Pastor Maxi.

Rekrut Relawan

Walaupun Romo Maxi tidak terlibat langsung menangani korban namun, hatinya sungguh tersayat saat beberapa kali bertemu dengan korban saat ikut mendistribusikan sembako . “Saya sedih karena ke depan akan ada banyak kesulitan yang akan dihadapi warga, menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup, Kesehatan, dan pendidikan anak,” ungkapnya.

Pator Maxi melihat, saat ini masih banyak kesulitan dalam membantu korban. Salah satu yang penting, adalah belum adanya koordinasi yang baik antarlembaga untuk merespons bencana ini, baik itu lembaga pemerintah, Gereja maupun stakeholder lain. “Terkesan semua orang ingin terlibat tanpa mempedulikan status pandemi Covid-19 di wilayah itu,” jelasnya. Selain jembatan yang rubuh yang menyembabkan transportasi terputus, terdapat pula isu politik pascapilkada di wilayah Malaka.

Pastor Maximus Sikone Pakaeoni

Kendati demikian, Pastor Maxi menegaskan, Caritas tetap optimis, mencari cara untuk menanggulangi kesulitan seperti membuat observasi lanjutan, menggunakan jaringan Gereja Katolik agar bantuan tersalurkan ke korban, dan meminta bantuan dari TNI, PMKRI dan OMK untuk mengangkut barang ke seberang jembatan.

Berdasarkan Caritas Internationalis Situation Report pada 13 April 2021 di Gereja Paroki Betun, Malaka diadakan pertemuan koordinasi pertama antara organisasi masyarakat sipil setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas respons kemanusiaan di Malaka terutama di wilayah paling jauh dan sulit dijangkau.

“Peristiwa ini mengharuskan Caritas merekrut para relawan dan melatih mereka untuk tanggap terhadap bencana, membangun jejaringan serta meningkatkan hubungan yang baik dengan lembaga lain,” pungkas Pastor Maxi.

Karina Chrisyantia

(Majalah HIDUP, No.17, Tahun ke-75, Minggu, 25 April 2021)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here