Uskup Agung Emeritus Palembang, Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ: Siapakah Orang Besar

458
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM –Renungan Minggu, 19 September 2021 Minggu Biasa XXV Keb.2:12,17-20;Mzm.54:3-4,5,6,8;Yak.3:16-4:3; Mrk.9:30-37.

SAUDARA-saudari yang terkasih! Kita dapat menarik pesan utama dari Bacaan Pertama dan Injil pada hari ini dengan mengatakan bahwa Kristus itu agung atau besar dengan menjadi Hamba yang wafat untuk kita. Sedangkan kita hanya bisa menjadi besar dengan melayani sesama dan teristimewa melayani yang terkecil dan tersingkirkan.

Adalah lumrah orang mencari kebesaran dengan pencapaian yang mengagumkan. Yesus pun pernah digoda oleh setan untuk menampilkan kehebatannya, tetapi Yesus tahu bahwa kehendak Bapa adalah supaya Ia menebus manusia dari dosa dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Maka kebesaran Yesus adalah dalam pengorbanan diri di Salib sebagai Hamba Yahweh.

Tiga kali Yesus menyatakan kematian dan kebangkitan-Nya dan menambahkan bahwa para murid yang mau mengikuti-Nya harus memberikan diri kalau mereka mau mencapai hidup sejati. Para murid tidak mengerti ketika Yesus berkata kepada mereka: “Anak manusia akan diserahkan kedalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari kemudian Ia akan bangkit.”

Entah tidak mengerti atau tidak mau mengerti sabda sang Guru, malah mereka terus meributkan kepentingan mereka sendiri “Siapakah dari kita akan menjadi terbesar?” Dari jawaban Yesus menjadi jelas bahwa “tempat yang utama” menjadi perhatian mereka, yang barangkali menutupi hati mereka, sehingga tidak mengerti apa yang disampaikan oleh gurunya bahwa “Dia akan diserahkan, dibunuh dan pada hari ketiga akan bangkit.”

Reaksi Yesus: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaknya ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya,” menjadi jelas apa yang sedang diributkan di antara mereka. Sebagaimana sering terjadi juga dalam hidup jemaat, adanya orang yang mau membenarkan keberadaan kelas tertentu yang harus diberi kehormatan dan tempat istimewa di tengah komunitas beriman, membandingkan dengan tatanan pemerintahan sipil, bahkan ada yang merasa harus diistimewakan karena bagian dari suku tertentu dari suatu bangsa.

Walaupun budaya Yahudi mempunyai tradisi yang sama, namun Yesus secara tegas melawan cara berpikir seperti itu: “Tetapi kamu tidaklah demikian.” (Lk. 22:26). Jangan menyembunyikan dosa kita di belakang tirai tradisi-tradisi. Komunitas beriman harus bisa mengatasi adanya perbedaan seperti itu, bahkan dengan beriman pada Yesus harus memampukan orang beriman menjembatani dan merelativir sekat-sekat sehingga tercipta satu tubuh mistik dimana Kristus adalah kepala.

“Gereja harus menyaksikan bahwa iman akan Kristus menjadikan semua anggota istimewa.”

Pada bagian terakhir dari Injil hari ini, Yesus menyampaikan sikap tegas dan jelas kepada kita. Untuk membantu para murid dan kita memahami sabda-Nya, Yesus mengambil anak kecil, lalu menempatkan di tengah mereka dan sambil memeluk anak itu, berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” Barangsiapa menduduki tempat pertama dalam komunitas beriman harus membuang impian jadi yang utama. Komunitas beriman bukan tempat yang cocok untuk mengejar prestise, untuk bersaing dengan yang lain, atau memaksakan kemauan sendiri. Inilah tempat dimana semua orang, sesuai dengan anugerah masing masing yang diterima dari Tuhan, merayakan dan menghidupi kebesarannya dengan melayani saudara-saudarinya.

Menurut Yesus, orang yang besar adalah mereka yang melayani (Mk. 9:35), orang yang besar adalah mereka yang peduli terhadap anak anak (Mk. 9:37). Menyambut anak artinya peduli padanya (Mk. 9:37). Anak adalah tak berdaya, tergantung pada orang tua. Anak membutuhkan orang dewasa untuk berkembang. Anak membutuhkan atmosfer yang penuh kasih di dalam keluarga, di asrama, di lingkungan gereja. Pelecehan terhadap mereka adalah menghancurkan hidup mereka. Namun kita juga harus menjadi seperti anak, demikian kata Yesus (Mt.18:3; Lk. 18:17; Mk.10:15) dan kita bisa menambahkan singkat: Kita harus bergantung pada Tuhan seperti anak terhadap orang tuanya, kita harus terbuka bukan menyembunyikan dendam, kita mau percaya pada Allah seperti anak mempercayai orang tuanya, kita harus terluka seperti Kristus terluka karena dikhianati Yudas.

Komunitas beriman bukan tempat yang cocok untuk mengejar prestise, untuk bersaing dengan yang lain, atau memaksakan kemauan sendiri.”

HIDUP, Edisi No. 38, Tahun ke-75, Minggu, 19 September 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here