St. Manuel González y García (1877-1940) : “Tabernakel Berjalan” dari Sevilla

271
St. Manuel González y García di ruang kerjanya/www.saintbeati.org
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Hatinya tercabik-cabik kala memandang Hosti Kudus yang berjamur. Ia pun mendirikan sebuah tarekat untuk menghormati Sakramen Mahakudus.

 SARA Ruiz Ortega terbaring lemah di tempat tidur. Dokter memvonis, usia Sara tinggal tiga bulan. Tuberculosis (TBC) kian merongrong tubuh gadis 18 tahun asal Spanyol itu. Keluarga kebingungan mencari cara menyelamatkan nyawa si buah hati.

Di tengah kebingungan itu, ibu Sara berdoa lewat perantaraan Mgr. Manuel González y García. Ternyata, usia yang diprediksi dokter terlewati. Kesehatan Sara berangsur pulih. Selera makannya membaik dan TBC pun perlahan lenyap. Mukjizat kesembuhan Sara inilah yang membuka jalan tol proses beatifikasi Mgr Manuel pada 31 Juli 1981.

Keluarga Ekaristi

Manuel González y García lahir di Sevilla, Spanyol, 25 Februari 1877. Ia adalah putra pasangan Martín González Lara dan Antonia García. Orangtuanya dikenal sebagai pribadi yang saleh dan suka membantu. Mereka tak pernah menolak siapa saja yang meminta bantuan. Sang ayah, Martín adalah seorang yang rendah hati. Sementara Antonia sering dipanggil El Amor de la Madre, “Ibu yang penuh kasih”.

Rupanya, jiwa sosial ayah dan ibunya tertanam dalam hati putra keempat dari lima bersaudara ini. Saat usianya menginjak remaja, Manuel senang sekali bila diajak jalan-jalan atau keluar rumah, karena ia bisa leluasa membeli barang-barang yang diinginkan dengan tabungan pribadinya. Tapi, barang-barang itu bukan untuk dipakai sendiri. Ia malah membagi-bagikannya kepada anak-anak tunawisma di Sevilla.

St. Manuel González y García /
www.misioneraseucaristicas.org/

Soal hidup rohani, tak perlu diragukan. Setiap Minggu, Manuel tak pernah alpa dari Misa. Ketika mengikuti Misa, ia sungguh-sungguh menunjukkan penghormatan yang amat tinggi kepada Sakramen Mahakudus. Ia sering dimusuhi saudara-saudaranya karena setiap pagi selalu membangunkan mereka untuk diajak pergi ke gereja. Ketika mereka tidak mau, Manuel kadang menangis. Selain mencintai Ekaristi, Manuel juga dikenal aktif di kor paroki. Ia senang menyanyikan lagu-lagu Gregorian. Tiap kali bernyanyi, ia menghayatinya sebagai kesempatan untuk berdoa kepada Tuhan.

Suatu hari saat makan bersama, Manuel meminta izin kepada orangtuanya untuk mendaftarkan diri masuk seminari. Spontan Martín menolak. Ia melarang keras Manuel masuk seminari karena di antara anak-anaknya, Manuel dianggap paling cerdas. Martín sudah mempersiapkan Manuel untuk menjadi penggantinya, meneruskan usaha keluarga. Ia bahkan mengiming-imingi Manuel dengan kesempatan pesiar, kalau ia mau membatalkan niatnya. Namun tekad Manuel tetap bulat. “Meskipun saya terlahir seribu kali, saya tetap akan menjadi imam,” ungkapnya kepada sang ayah.

Lain halnya dengan sang ibu. Antonia merasa senang dengan keputusan Manuel. Sejak lama Antonia mendambakan seorang putranya terpanggil menjadi imam. Antonia pun membantu Manuel mempersiapkan segala keperluan untuk masuk seminari. Ia mengikhlaskan Manuel untuk menajdi alter Christus. Akhirnya, Martín pun tak bisa berbuat banyak selain merelakan Manuel masuk seminari menengah di Sevilla pada September 1889.

Cita-cita Manuel untuk menjadi imam berbuah dengan menerima tahbisan subdiakon dan diakon tahun 1900. Usai ditahbiskan, ia menjalani masa diakonatnya sebagai Direktur Surat Kabar “El Correo de Andalucia”, sebuah Surat Kabar milik Keuskupan Agung Sevilla. Setahun kemudian, ia menerima Sakramen Imamat pada 21 September 1901. Uskup Agung Sevilla kala itu, Kardinal Marcelo Spinola y Maestre (1835-1906) mentahbiskannya di Katedral Takhta St Maria Sevilla.

Panggilan Kekudusan

Usai ditahbiskan, Pater Manuel mendapat tugas perdana di Paroki Palomares del Río, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar 13 kilometer dari Sevilla, tahun 1902. Pertama kali menginjakkan kaki di Palomares, ia sangat terpukul. Hampir 10 tahun, tidak ada tenaga pelayan pastoral di Palomares. Kondisi gereja sangat memprihatinkan. Perabot Misa berantakan dan penuh debu. Hosti Kudus dalam tabernakel pun sudah berjamur.

Perasaan Pater Manuel seolah tercabik-cabik. Peraih gelar Doktor Teologi dan Hukum Gereja ini berlutut di depan tabernakel dan berdoa di depan Hosti Kudus yang berjamur. Saat itu, ia merasakan sebuah panggilan dalam jiwanya untuk segera menyelamatkan Hosti Kudus itu. Ia berjanji kepada Tuhan akan mendirikan sebuah kongregasi untuk menghormati Sakramen Mahakudus.

Belum sempat mewujudkan janjinya, Pater Manuel mendapat tugas baru sebagai Kepala Paroki San Pedro de Huelva di Sevilla, 1 Maret 1902. Paroki ini juga adalah paroki miskin karena sebagian besar umatnya berprofesi sebagai buruh pabrik. Maka reksa pastoralnya adalah pastoral kehadiran di mana ia hadir dan menyapa kaum buruh. Ia mulai dengan melayani anak-anak buruh pabrik. Ketika para orangtua bekerja, Pater Manuel mengajak anak-anak bermain bersama. Sembari bermain, Pater Manuel mulai berkatekese tentang iman Katolik.

Meski sudah cukup sibuk, Pater Manuel merasa belum puas. Ia teringat nazarnya di hadapan Sakramen Mahakudus untuk berziarah ke Roma. Maka tahun 1912, ia berziarah ke Roma dan beroleh kesempatan beraudiensi dengan Bapa Suci Pius X (1835-1914), sekaligus memperkenalkan komunitas yang ia dirikan untuk menghormati Sakramen Mahakudus. Tak disangka, ia justru menerima signal untuk mengemban tugas baru sebagai uskup. Namun hingga Bapa Suci Pius X wafat, penunjukan itu tak kunjung tiba. Bulla pengangkatannya sebagai uskup akhirnya terbit pada masa pontifikat Paus Benediktus XV (1854-1922). Pater Manuel diangkat sebagai Uskup Auksilier Málaga, Spanyol. Ia menerima tahbisan Uskup Tituler Olympus pada 16 Januari 1916. Sustinui qui Consolaretur, “Aku Menanti Sang Penghibur” dipilih menjadi moto tahbisan episkopalnya. Pentahbis utamanya adalah Uskup Agung Sevilla, Kardinal Enrique Almaraz y Santos (1847-1922), didampingi Uskup Tui, Spanyol (kini Keuskupan Tui-Vigo), Mgr Leopoldo Eijo y Garay (1878-1963) dan Prelat Ciudad Real, Spanyol (Prelatur Teritorial yang kini sudah menjadi Keuskupan Ciudad Real), yang bergelar Uskup Tituler Dora, Mgr Francisco Javier de Irastorza y Loinaz (1875-1943).

Selama tiga tahun sebagai Uskup Auksilier, Mgr Manuel mendampingi Uskup Málaga kala itu, Mgr Juan Muñoz y Herrera (1835-1919). Pasca mangkatnya Mgr Herrera, Mgr Manuel diangkat menjadi Uskup Málaga menggantikan pendahulunya. Selang 15 tahun kemudian, Paus Pius XI (1854-1922) mengangkatnya sebagai Uskup Palencia, Spanyol, 5 Agustus 1935.

Rasul Ekaristi

Saat menjadi Uskup Auksilier Málaga, Mgr Manuel sudah intens mempersiapkan sebuah kongregasi baru. Pada 3 Mei 1921, Paus Benediktus XV merestui pendirian kongregasi yang dibernama Congregation of the Eucharistic Missionaries of Nazareth. Kongregasi Ekaristi ini bernafaskan semangat Ekaristi; rela dipecah demi keselamatan banyak orang.

Mgr Manuel setia menjadi Rasul Ekaristi hingga akhir hayatnya. Tahun 1939, saat berkunjung ke Zaragosa, tiba-tiba ia menderita sakit. Ia lalu dibawa ke Madrid untuk menjalani perawatan. Sayang, nyawanya tak tertolong. Ia wafat di RS Madrid, 4 Januari 1940. Jenazahnya dimakamkan di bawah altar Gereja Katedral Palencia agar bisa terus menjaga Sakramen Mahakudus yang bersemanyam di dalam tabernakel. Takhta Keuskupan Palencia sempat sede vacante selama tiga tahun, sebelum akhirnya Paus Pius XII (1876-1958) mengangkat Uskup Auksilier Keuskupan Agung Valencia, Mgr Francisco Javer Lauzurica y Torralba (1890-1964) menggantikannya pada 10 Juni 1943.

Proses beatifikasi Mgr Manuel dimulai 31 Juli 1981 di Keuskupan Palencia. Bapa Suci Yohanes Paulus II (1902-2005) menggelarinya Venerabilis pada 6 April 1998. Paus yang sama menggelarinya Beato pada 29 April 2001, usai Takhta Suci mengamini mukjizat yang dialami Sara Ruiz Ortega.

Mukjizat kedua terjadi di Spanyol juga, dialami María del Carmen Feijoo Varela. María menderita kanker akut. Setelah berdoa melalui perantaraan Beato Manuel, ia sembuh. Mukjizat inilah yang mendorong Paus Fransiskus menganugerahkan gelar Santo. Misa kanonisasi digelar di Lapangan St Petrus Vatikan, 16 Oktober 2016. Ia dikenang Gereja tiap 4 Januari.

Yusti H.Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here