Mariahilferstrasse: Persimpangan antara yang Profan dan yang Sakral

120
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Mariahilferstrasse (= Jalan Mariahilfer) merupakan pusat perbelanjaan terpanjang di kota Wina, Austria. Jalan ini hampir tidak pernah sepi, dari pagi hingga malam, dari Minggu sampai Sabtu. Bisa dipastikan ribuan orang lalu lalang setiap harinya di sepanjang Mariahilferstrasse.

Sepanjang 1,8 km dari Westbahnhof hingga Museumsquartier berderet berbagai jenis pertokoan, mulai dari kuliner, fashion, elektronik, toko alat-alat sekolah, berbagai kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Dengan kata lain, apa saja bisa ditemukan di sepanjang jalan ini (Mariahilferstrasse). Tidak ketinggalan pula, sekolah dan gereja.

Nama jalan ini adalah Mariahilfer, yang kalau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, berarti Maria (Bunda) Penolong. Tidak heran jika nama jalan di Wina sangat bernuansa Katolik. Mayoritas penduduk Austria memang beragama Katolik.

Hari libur nasional banyak didasari perayaan dalam kalender liturgi, bahkan di Keuskupan Agung Wina terdapat 1584 gereja dan kapel. Termasuk di Mariahilferstrasse terdapat 2 gereja besar yaitu Mariahilf Wallfahrtskirche dan Lazaritenkirche. Gereja Mariahilf atau Gereja Maria Bunda Penolong merupakan sebuah gereja tujuan ziarah.

Sekolah saya berada di Mariahilferstrasse. Saya pergi ke sekolah setiap Senin sampai Kamis. Ketika jam istirahat, biasanya saya berdiri di sisi jendela sambil melihat keramaian orang lalu lalang di sepanjang Mariahilferstrasse.

Selesai sekolah, saya punya waktu jeda 2 jam sebelum menuju tempat kerja. Biasanya saya memanfaatkan jeda 2 jam tersebut untuk makan siang, jalan-jalan masuk ke pertokoan dan ke gereja untuk hening sejenak.

Apa yang kemudian menarik untuk saya renungkan dari peristiwa ini. Batas antara sakral dan profan kadang begitu tipis dan kadang terlalu tegas.

Mariahilferstrasse merupakan gambaran di mana yang sakral dan yang profan berada di titik yang sama, namun begitu jauh terpisah.

Gereja dan pertokoan berada di jalan yang sama. Di depan keduanya, sama-sama dilalui ribuan orang setiap hari. Tapi apa bedanya? Ribuan orang yang lalu lalang itu bisa dipastikan mengunjungi pertokoan, restoran, salon, dsb. Berapa banyak yang mengunjungi gereja? Berbanding terbalik, sangatlah sedikit.

Barangkali masih banyak di antara kita yang lebih tertarik mengunjungi pertokoan daripada mengunjungi gereja. Yang profan bisa seketika menyenangkan hati, sedangkan yang sakral perlu waktu untuk sampai pada keterangan batin. Yang profan bisa menjadi penentu status atau kebanggaan seseorang, sedangkan yang sakral bukanlah sesuatu untuk dipamerkan.

Yang profan begitu dinamis dan penuh kebahagiaan, sedangkan yang sakral seringkali dirasa membosankan. Meski yang profan terlihat begitu menarik, tapi hati-hati karena bisa saja membawa pada kejatuhan jika kita terlena.

Sedangkan yang sakral, walaupun terasa membosankan, tapi dengan ketekunan dan kesetiaan bisa membawa kita pada kesucian.

Mariahilferstrasse juga bisa jadi gambaran ketika kita menilai seseorang. Seringkali begitu mudah kita menilai seseorang sebagai seseorang yang kurang religius hanya dari apa yang kelihatan.

Hanya karena melihat orang lain berpakaian bagus, makan di restoran, suka berjoget lalu kita menilai kehidupan orang tersebut terlalu profan dan jauh dari kata sakral.

Barangkali cara yang kita lakukan sebatas seperti melintas di Mariahilferstrasse tanpa masuk ke dalam gereja.

Maksudnya, kita begitu mudah menghakimi dari apa yang eksplisit tanpa mempedulikan yang implisit. Padahal sekali lagi, apa yang sakral bukanlah sesuatu yang perlu dipamerkan.

Sebagaimana Mariahilferstrasse, seprofan apapun kehidupan manusia, pasti ada ruang hening tak terlihat untuk sesuatu yang sakral.

Sr. Bene Xavier dari Wina – Austria

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here