KEMARAHAN ALLAH

477
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Beberapa minggu yang lalu, seorang ibu menceriterakan kebahagiaannya. Ia sangat bahagia karena puteranya telah kembali ke jalan yang benar. Ia mendidik anaknya itu sebagai seorang beriman dan bermoral sejak ia masih kecil.

Namun, puteranya itu memilih meninggalkan Allah dan hidup semau dirinya ketika ia belajar di luar negeri. Ibu itu menyesal bahwa ia telah mengirimkannya ke negara lain. Ia marah dengan tingkah laku puteranya itu, tetapi ia tidak marah kepadanya.

Ia tentu menegurnya, tetapi tidak mengutukinya. Ia tetap menunjukkan kasih dan kelembutan kepadanya. Ia tidak mengungkit-ungkit tindakannya. Setiap hari ia berdoa kepada Allah dengan mengungkapkan kerinduan akan kembalinya puteranya itu ke jalan yang benar.

Ketika ia akan diwisuda, ibu itu dikejutkan dengan telefon dari anaknya tersebut. Puteranya tiba-tiba berkata kepadanya : “Mama, aku menyadari bahwa hidup tanpa Allah membuatku mengalami kegersangan. Aku akan kembali kepada apa yang telah mama ajarkan kepadaku. Mama pasti gembira bahwa pada hari ini aku mulai berdoa untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun tidak aku lakukan”. Ibu itu sangat gembira menerima kembalinya puteranya itu tanpa celaan sedikit pun.

Kalau seorang ibu bisa menunjukkan kasih dan kesabaran yang besar, apalagi Allah yang kasih dan kerahiman-Nya sempurna. Allah kita pasti senantiasa mengulurkan tangan kepada yang ingin kembali kepadaNya.

Kerahiman-Nya yang sempurna itu tidak berarti Ia tidak pernah marah. Kemarahan Allah berbeda dengan kemarahan kita. Kemarahan kita biasanya berhubungan dengan apa yang orang lain lakukan kepada kita.

Kita marah karena orang lain itu melukai, memfitnah, dan merugikan kita. Kemarahan kita bisa membuat kita ingin membalas perbuatan mereka.

Kemarahan Allah tidak berhubungan dengan apa yang kita lakukan kepada-Nya. Apapun yang kita lakukan tidak akan mempengaruhi kesucian-Nya karena Ia adalah Mahakudus dan Mahakuasa. Ia marah karena menyangkut kehidupan kita sendiri.

Ia marah karena kita menolak jalan yang telah Ia tetapkan sehingga kita jauh dari kehidupan yang sesungguhnya.

Kemarahan-Nya senantiasa dimaksudkan agar kita menjauh dari dosa dan kembali kepadaNya. Pendek kata, Ia marah, tetapi senantiasa siap untuk merangkul kita kembali.

Apapun yang telah Allah tetapkan adalah demi kebaikan kita. Tugas kita adalah menaati-Nya. Ketika kita setia kepada Allah, Ia akan menganugerahkan kita kehidupan yang sejati.

Betapa diberkatinya kita yang mengikuti perintah Allah dan betapa menderitanya kita ketika kita menyimpang daripada-Nya : “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara Tuhan, Allahmu” (Ulangan 28:1-2)

Karena jalan yang telah Allah tetapkan bagi kita adalah untuk kebaikan kita, kita tidak perlu mengejar berkat-berkat-Nya. Berkat-berkat-Nya akan mengejar kita ketika kita sungguh taat pada perintah-Nya.

Banyak orang itu begitu sibuk mengejar berkat sehingga lupa kepada Allah, Sang Pemberi berkat. Karena pikirannya hanya melulu pada berkat, mereka bahkan dapat melanggar apa yang sudah Allah tentukan.

Karena itu, jika kita menempatkan Allah di tempat yang pertama dalam hidup kita, Ia akan menambahkan hal-hal yang kita butuhkan: Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mateus 6:33).


Romo Felix Supranto, SS.CC, Kepala Paroki Santa Odilia, Citra Raya, Tangerang Selatan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here