Agar PUKAT Kian Memukat Tantangan Zaman

85
Robert Hadi (paling kiri depan) pada Konvenas III di Bandung, Jawa Barat.
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Organisasi perlu ditata kembali dan disempurnakan agar dinamikanya dapat menyesuaikan dengan perkembangan selaras dengan keinginan akan dikembangkan ke mana.

AWAL pembentukannya, PUKAT Keuskupan Surabaya dan Keuskupan Agung Jakarta berjalan sendiri-sendiri. Mereka menyiapkan organisasi dengan baik, melengkapi Visi-Misi dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang di sepakati bersama–sama anggota PUKAT setempat. Hingga saat ini, PUKAT telah berdiri di 21 keuskupan di Indonesia.

Beberapa kegiatan sudah di kerjakan, seperti Persekutuan Doa (PD); kegiatan sosial kemasyarakatan baik yang insidentil maupun berkesinambungan;   bantuan pendidikan/beasiswa; sumbangan pembangunan sarana untuk saudara-saudara di Agats, Papua yang masih berlangsung sampai sekarang, dan lain sebagainya.

Namun setelah pembentukan PUKAT di daerah-daerah dan ingin disatukan dalam ‘satu rumah’ PUKAT Nasional, ternyata mengalami proses yang tidak sederhana.  Pengurus PUKAT Nasional yang dibentuk lewat Konvensi Nasional I tahun 2012 di Surabaya dan kemudian diteruskan oleh pengurus hasil Konvenas II tahun 2015 di Jakarta, masih terus berupaya merumuskan  visi-misi   tersebut dan sampai sekarang hasil nya dirasa belum memuaskan.

Menemukan Jati Diri

Sejarah perjalanan PUKAT Keuskupan Agung Semarang dan PUKAT Keuskupan Agung Jakarta telah membentuk sikap pengurus nasional yang terlibat di dalamnya. Namun  seiring dengan upaya menyatukan sebagai organisasi yang berskala nasional, maka PUKAT sebagai organisasi yang telah berjalan dan ingin tetap melayani, mau tidak mau perlu menemukan jati dirinya kembali.

Pengurus tentu menyadari, bahwa situasi dan kondisi tiap daerah berbeda. Hal iut disebabkan oleh adanya perbedaan kultur budaya, peraturan daerah setempat sejalan dengan otonomi daerah, kemajuan pembangunan dan infrastruktur daerah tersebut dan lain sebagainya. Maka peluang dan tantangannya pun pasti berbeda-beda pula. Hal ini membutuhkan kejelian dan kreativitas dari pengurus dalam memberi kan pelayanan kedepan.

Sebagai organisasi yang dinamis, PUKAT sudah selayaknya segera melakukan  reorganisasi. Hal ini menjadi keniscayaan sejalan dengan  volume kerja dan luasnya jangkauan operasi yang  tersebar di 21 keuskupan dari Medan sampai Sorong Papua.

Pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan? Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (K3P) memberi judul seminarnya  caritas in veritate, The Logic of Gift and The Meaning of Business (Logika Karunia dan Arti Bisinis). Dalam seminar yang diadakan pada tanggal 24-26 Februari 2011 tersebut Gereja semakin yakin, bahwa setiap orang Kristiani dipanggil untuk melakukan kasih yang sesuai dengan panggilannya dan sesuai dengan tingkat penaruh yang dimilikinya dalam daerah itu. Kata kasih dan tingkat pengaruh sengaja saya tulis di sini dalam huruf miring agar mendapat perhatian terkait dengan rumusan singkat saya tentang PUKAT diawal tulisan ini.

Di dalam melakukan reorganisasi, seringkali terjadi salah pengertian antara “pengembangan organisasi” di satu sisi dengan “pengembangan manajemen/kepengurusan” pada sisi berikutnya. Keduanya perlu dibedakan, meskipun sangat erat berkaitan satu sama lain.

Perlu Kompas

Maka, menurut hemat saya, kita perlu mlaukan refleksi diri untuk memetakan jatidiri dengan bertanya, apa (siapa) itu PUKAT bagi saya. Apa cita-cita sesungguhnya yang ingin dicapai? Kemudian kita menggunakan alat seperti kompas untuk mengetahui sedang berada di mana dan sedang menuju ke mana kita sekarang, sehingga dengan demikian dapat mengarahkan dan menempatkan kembali ‘batu pijakan’ perutusan kita ke arah yang tepat (road-map).

Peta bisa diambil dari pesan Konvensi Nasional  II,  di samping dari evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan. Kegiatan semacam persekutuan doa, gala dinner fund-raising untuk bantuan yang bersifat karitatif, bakti sosial kesehatan, olahraga bersama, bantuan pendidikan (beasiswa) dan lain sebagainya yang selama ini sudah dikerjakan oleh beberapa PUKAT keuskupan, dipertanyakan apakah sudah dianggap tepat dan perlu bagi PUKAT.

Ada yang berpandangan, bahwa seyogyanya PUKAT tidak perlu merepotkan diri dengan kegiatan-kegiatan semacam tersebut di atas yang nota bene sudah banyak dilakukan oleh kelompok lain. Namun ada pula pandangan, bahwa kegiatan bisa beraneka macam yang penting di dalam kegiatan tersebut tercipta persaudaraan dalam iman dan kerelaan untuk saling melayani, mau berbagi dengan sesama. Maka bila demikian, di mana pelayanan PUKAT lebih tepat diarahkan ?

Bagi PUKAT keuskupan Bandung yang diresmikan pada tanggal 30 Oktober 2013, kehadirannya berada di tengah komunitas profesional dan usahawan yang sudah ada (Paguyuban Wirausahawan Katolik/PAWIKA & Kelompok Profesional & Pengusaha Katolik/KPPK St.Yoseph) tetap berusaha menyelaraskan programnya dengan Arah Dasar hasil Sinode Keuskupan Bandung tahun 2015. Pertanyaan yang sama harus kami hadapi, yaitu apa manfaat yagn dapat dirasakan oleh umat dan masyarakat dengan kehadiran PUKAT sebagai organisasi kategorial di keuskupan Bandung ini.

Human trafficking adalah salah satu problematika yang juga menuntut perhatian kalangan awam Katolik, termasuk PUKAT. (Foto: Ist.)

Siap Berubah

Setiap pengurus PUKAT  harus siap menghadapi situasi dan kondisi lingkungan di masyarakat yang berubah-ubah. Undang-Undang berubah, budaya dan kondisi ekonomi terus berubah. Setiap kali muncul peraturan/politik baru dari pemerintah yang mengatur  kehidupan bisnis kita. Tujuannya tentu agar dunia usaha berjalan lebih lancar dan dapat menunjang pembangunan negara, di mana secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang sebenarnya adalah tujuan PUKAT sendiri (bonum commune).

Untuk itu pengurus perlu menyesuaikan diri  dengan perubahan yang terjadi baik di lingkungan Gereja sendiri maupun di masyarakat luas.  Maka dengan sendirinya anggota pengurus tidak bisa mengabaikan peranannya baik dalam Gereja (bersama hierarki), maupun dalam masyarakat sebagai profesional atau pengusaha.

Di samping itu tidak kalah pentingnya adalah keinginan otentik dari pengurus dengan jajarannya untuk bekerja lebih efisien dan sekaligus efektif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan para anggotanya, baik lewat jejaring bisnis maupun kegiatan lainnya.

Untuk itulah, hemat saya, organisasi perlu ditata kembali dan disempurnakan agar dinamikanya dapat menyesuaikan dengan perkembangan selaras dengan keinginan akan dikembangkan ke mana.

Tiga Arah

Dengan mengalami  kasih  Sang Juru Selamat dan meneladani kehidupan para rasul sebagai jemaat perdana, maka PUKAT diharapkan mampu: ke dalam menjaga semangat persaudaraan anggota komunitas agar dapat saling memberdayakan dan mengembangkan  kepribadian serta keimanannya; keluar mendorong agar komunitas ini mampu berkontribusi terhadap pembangunan  kesejahteraan masyarakat di sekitarnya; berjejaring (nettworking), bersama dengan Gereja (hierarki) terus ber-upaya agar semakin nyata jati diri sebagai profesional dan usahawan yang handal dengan semangat “100 % Katolik dan 100 % Indonesia”.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas dibutuhkan  model organisasi dengan kepengurusan yang mampu melihat kepentingan lokal dalam strategi menjalankan visi-misi  PUKAT secara nasional.

Disarikan dari refleksi Robert Hadi (Ketua Umum PUKAT Nasional 2019-2022; Ketua PUKAT Bandung 2013-2016; Penasihat PUKAT Bandung 2016 – 2019)

HIDUP, Edisi No. 23, Tahun ke-76, Minggu, 5 Juni 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here