HUT Gereja Katolik Kampung Sawah ke-126, Hangatnya Pelukan Pesodaraan

373
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – MUSIK gambang kromong masih mengalun mengiringi tarian Nandak Ganjen di panggung. Dari balik kerumunan umat Paroki Kampung Sawah Gereja Servatius, muncul Kiai Shalahuddin Al-Jabar dengan rambut sebahu memeluk para sahabatnya di Servatius. Pelukan hangat.

“Kangen, Saudaraku. Selamat ya!” sapa pimpinan Pondok Pesantren Hitam Putih, Bekasi tersebut.

“Sama-sama, Kiai! Terima kasih ya sudah hadir!” sambut sang warga Servatius.

Kiai Shalahuddin Al-Jabar hanya satu di antara para pemuka agama yang hadir pada acara perayaan HUT ke-126 Gereja Katolik Kampung Sawah, Bekasi, Jawa Barat.

Memperingati Baptisan

Minggu, 16 Oktober 2022. Sejak pagi suasana di halaman Gereja sudah ramai. Meja-meja tertata mengelilingi pinggir kanopi utara gereja. Terdapat pula panggung yang berdiri di sana. Menjelang Misa pukul 08.30 WIB, beberapa tumpeng mulai mengisi meja-meja tersebut. Umat paroki mempersiapkan perayaan besar rutin untuk memperingati HUT yang jatuh pada tanggal 6 Oktober. Ini peringatan atas pembaptisan 18 orang-orang asli Kampung Sawah pada tahun 1896 oleh Pastor Bernardus Schweitz, SJ.

Saat Persembahan Misa HUT ke-126 Gereja Servatius.

Beberapa anggota panitia sibuk mempersiapkan kudapan asli Kampung Sawah. Beberapa yang lain sibuk membalas ucapan selamat lewat aplikasi Wa,”Bro terima kasih ucapan anda ya. Bisa aku koreksi yak, ini bukan ulang tahun paroki. Beda. Ulang tahun Paroki Kampung Sawah dirayakan sebagai perayaan sedekah bumi, tiap tanggal 13 Mei!”

“Jadi, yang bener pegimana, Bro?”

“Selamat HUT Gereja Katolik Kampung Sawah nyang ke-126. Gereja dengan ‘g’ besar yak! Danta (jelas) kagak?”

Nandak Ganjen

Misa perayaan besar yang inkulturatif seperti biasa berlangsung meriah. Misa konselebrasi bersama tiga romo Kampung Sawah yang dipimpin konselebran utama Romo Johanes Wartaja, SJ yang tak hanya berbalut kasula, tapi juga berpeci,  diawali oleh tarian Nandak Ganjen dengan iringan Lagu inkulturatif Betawi Kampung Sawah Seluruh Jemaat Datanglah.

Perarakan Pembuka diiringi oleh para anggota Krida Wibawa yang berpakaian ala juragan Betawi, sebuah komunitas pengiring liturgi di Kampung Sawah yang terdiri dari orang-orang asli Kampung Sawah, yang dibentuk pada zaman Romo R. Kurris, SJ sebagai Kepala Paroki ini pada tahun 1986. Sajian persembahan pun unik, karena disertai tumpeng dan penganan hasil bumi Kampung Sawah.

Antar-Jemput Kiai

Seusai Misa, umat berkerumun di bawah kanopi sebelah utara gereja. Gambang Kromong mengalun dan menghentak menyertai riuh-rendah umat yang siap menikmati pelbagai tontonan tradisional.

Para tamu dari pelbagai pesantren, gereja tetangga mulai hadir. Tak semua pengurus gereja dan panitia mengenal para kiai, maka tanpa perintah resmi, biasanya ada warga paroki yang biasa ‘bermain’ di pasar, para aktivis lintas agama, bersiap menjadi pengantar-jemput para kiai dan pendeta.

Siang itu, tamu paling awal hadir adalah Kiai Muslih Nashoha. Ia tinggal tak jauh dari gereja.

“Mas, berapa lama kita ndak ketemu ya?” sapa pensiunan BNPT tersebut.

“Sejak sebelum pandemi, Kiai!” jawab sang penjemput.

Halah. Pantes kangen,” tawanya sambil melipir berdua di tengah kerumunan umat. “Wih, sudah sepuh ya gerejamu. Lebih satu abad je!” tambahnya saat melihat spanduk.

Kiai Muslih kami sandingkan di sebelah Romo Wartaja. Tiba giliran menjemput Kiai Rahmadin Affif yang masih menunggu di tepi jalan untuk menyeberang jalan. Penjemput pun menggandeng pimpinan Yayasan Fisabilillah Kampung Sawah yang telah berusia 80 tahun tersebut.

“Berasa muda kalau liat spanduk itu!” ujar Kiai Rahmadin. “Buset, udah 126 tahun! Inget bibi jadinya”. Bibi (tante) Kiai Rahmadin, yang merupakan umat Katolik Kampung Sawah generasi kedua, mencapai usia di atas 100 tahun.

Penampilan kaum disabilitas di atas panggung.

Setelah mengantar pendeta Gereja Kristen Pasundan, Pendeta William yang usianya masih 28 tahun, ada dua mobil masuk. Ini rombongan Kiai Iwan Ashor dan Kiai Shalahuddin Al Jabar, dua kiai sahabat para aktivis lintas agama Servatius. Kedua kiai tersebut berambut panjang sepunggung. Mereka tampak funky, tapi perjuangan bela rasanya luar biasa. Santri Pondok Pesantren Hitam Putih misalnya, adalah mantan pengidap narkoba dan para  mantan preman.

Kedua kiai hadir, tak cuma mengajak bersalaman, namun mengajak berpelukan. Pelukan hangat. Pelukan pesodaraan.

Campur Sari Kebhinnekaan

Perayaan HUT tetap dikemas dengan aroma campur sari yang berbalut kebhinnekaan, tak cuma menampilkan seni tradisional Kampung Sawah. Ada tari Yamko Rambe Yamko yang ditarikan oleh OMK dan BIA lingkungan, ada pula tari Goyang Maumere yang menggerakkan umat, bahkan para romo,untuk menari bersama mirip tarian ala flash mop di media sosial. Keunikan lain dari acara ulang tahun gereja tahun ini adalah tampilnya komunitas disabilitas, yang telah menyampaikan ekspresi seninya di dinding ruang ampiteater samping pastoran, di panggung.

Mural  Instagramable

Saat menonton pelbagai acara di panggung, Kiai Shalahuddin Al Jabar meminta sahabatnya dari Servatius untuk diantar keliling gereja. “Mas, itu lukisan muralnya banyak muncul di instagram. Saya nanti diantar ke situ juga ya. “

Mural sejarah Gereja Kampung Sawah memang kerap menjadi sasaran berfoto para tamu dari pelbagai daerah. Jadi sudah tak perlu heran, mural yang dilukis oleh OMK paroki yang tengah kuliah di IKJ tersebut muncul di instagram, mahasiswi IAIN yang berhijab, dan pelbagai kalangan lintas agama lainnya. “Mural yang instagramable,” cetus Kiai Iwan, setelah kembali dari memberi sambutan di panggung.

Para tamu undangan didampingi para romo dan anggota Pengurus Dewan Paroki.

Suasana halaman mulai sepi. Dua kiai berambut panjang, pamit paling akhir, diantar para romo dan para sahabatnya. Kami berpelukan lagi.

“Mas, jangan lupa segera pencet tombol start untuk Gerakan Ngopi Bareng untuk menyapu Kota Bekasi dari kaum intoleran ya!” pesan Kiai Shalahuddin yang mantan rocker.

Paroki Kampung Sawah, bersama para kiai NU memang tengah mempersiapkan diri untuk melanjutkan gerakan pesodaraan se-Kota Bekasi yang terputus oleh pandemi.

Fakta Baru

Kajian arkeologis juga mengaitkan Tarumanegara di wilayah Bekasi dengan situs Batujaya, di Pakis Jaya – Batujaya, Karawang. Temuan situs Batujaya di tahun 1984 telah menguak sebuah fakta baru, bahwa di sekitar Kampung Sawah, pada abad ke-4, telah ada masyarakat plural, yang merupakan kaum pedagang.

Tak hanya situs Batujaya dan Prasasti Tugu yang menunjukkan kawasan Kampung Sawah, Bekasi merupakan peradaban amat tua. Melainkan pula, temuan situs di sebelah barat kali Bekasi di Kampung Buni, desa Muarabakti, kecamatan Babelan. Situs di Kampung Buni ini berasal dari zaman akhir pra sejarah yang ditemukan tahun 1970-an. Yakni, periode neolitikum (zaman batu muda) berusia ribuan tahun, yang oleh peneliti arkeologi pra sejarah mengindikasikan peradaban Buni. Sejarah gereja Kampng Sawah yang diliputi suasana rukun dengan masyarakat sekitar, yang selama ini tercatat terjadi sejak pertengahan abad ke-19, ternyata memiliki perjalanan berabad-abad sebelumnya.

Aloisius Eko, umat Paroki Kampung Sawah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here