Marburg dan Santa Elizabeth dari Hungaria: Istri Raja yang Tak Mau Kembali ke Kastil

690
gEREJA
4.8/5 - (6 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Tak banyak orang tahu kota ini. Marburg memang hanya sebuah kota kecil di negara bagian Hessen, Jerman Tengah. Karena terletak di lembah pegunungan, maka konturnya berbukit dan bercuaca sejuk, sangat nyaman untuk tinggal. Jumlah penduduknya hanya sekitar 76 ribu, dan seperempatnya adalah mahasiswa. Memang Marburg adalah kota pendidikan karena di kota ini terdapat Universitas Philipps (berdiri sejak 1527). Sebuah universitas negeri yang  terkenal.

Tapi Marburg juga sebuah kota tua, karena sudah ada sejak abad 12. Marburg sendiri mempunyai arti bagian muka benteng, karena dari bagian kota manapun dengan mudah kita memandang sebuah kastil yang terletak di atas bukit di pusat kota.

Sejarah Marburg tak bisa lepas dari kisah hidup seorang wanita muda yang kemudian hari Gereja mengakuinya sebagai orang kudus. Ia dikenang sebagai St. Erzsébet atau St Elizabeth dari Hungaria.

Lahir pada tanggal 7 Juli 1207 sebagai putri dari Raja Andras II dari Hungaria dan Gertrud dari Andechs Merania.  Untuk kepentingan politik, sejak masih bayi Elizabeth telah dijodohkan dengan pangeran  Ludwig IV dari Thuringen yang lebih tua 7 tahun. Karena perjodohan ini, saat usia 4 tahun Elizebeth dikirim ke kediaman keluarga besar Ludwig di kastil Wartburg dekat Eisenach (wilayah Jerman Tengah saat ini) untuk dipersiapkan.

Sejak kecil, Elizabeth dikenal sebagai sosok yang santun, sederhana, dan murah hati. Ia juga rajin berdoa. Tapi semua keutamaan ini malah menimbulkan iri hati para putri lain dan membuat Elizabeth menjadi sasaran perundungan. Mereka menganggap Elizabeth tak cocok menjadi permaisuri Raja, lebih pantas menjadi pelayan rumah.

Namun Ludwig bergeming, pada usia 21 tahun (saat itu telah menjadi Raja) ia menikahi Elizabeth yang baru berusia 14 tahun. Walau menerima kritikan dari keluarganya tentang kegiatan-kegiatan Elizabeth, Ludwig tidak pernah melarang  pelayanan Elizabeth kepada orang-orang miskin dan tersisih.

Ludwig berpendapat, segala perbuatan kasih yang dilakukan Elizabeth tidak akan menjadikan mereka kekurangan, bahkan mereka akan memperoleh berkat Ilahi.

Pada tahun 1221, Elizabeth mendirikan sebuah biara kecil untuk beberapa imam Saudara Dina (OFM). Dari pergaulannya dengan Fransiskan ini, Elizabeth mengenal Ordo III Fransiskan, yang beranggotakan para awam. Elizabeth mendapat izin dari Ludwig, jadilah ia anggota pertama Ordo III Fransiskan di tanah Jerman.

Pada tahun 1226 saat terjadi bencana banjir, muncul wabah penyakit dan juga kelaparan. Elizabeth aktif berperan membantu mendistribusikan makanan dan juga bantuan lainnya. Di luar kastil di bawah bukit, ia mendirikan rumah sakit berkapasitas 28 orang dan tiap hari ia datang ke rumah sakit. Dengan tangannya sendiri ia membantu merawat pasien di sana.

Pasangan ini hidup bahagia dan dikarunia tiga orang anak. Herman, Sophia, dan Gertrud si bungsu yang tak sempat mengenal ayahnya, namun kelak ia menjadi beata. Kebahagiaan ini tak berlangsung lama. Pada September 1227, Ludwig meninggal karena sakit saat ikut perang Salib.

Sejak itu kehidupan Elizabeth dan anak-anaknya menjadi sangat sulit. Mereka terus ditekan bahkan konon  diusir dari kastil. Mereka menjadi terlunta-lunta terlebih karena cuaca musim dingin yang sungguh menyiksa.

Elizabeth juga terpaksa mengemis demi dapat memberi makan anak-anaknya. Walau berat, ia setia memanggul salib ini. Pernah ia disarankan untuk menikah lagi oleh Uskup setempat, namun ia tidak bersedia. Ia bersumpah tidak akan menikah lagi.

Awal tahun 1228 berkat dorongan para bangsawan, terjadi rekonsiliasi antara keluarga Ludwig dan Elizabeth. Namun Elizabeth tidak kembali ke kastil, mereka melanjutkan kehidupan di Marburg di mana Elizabeth dalam kesederhanaannya dapat melanjutkan karya kasihnya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Kondisi kesehatan Elizabeth terus menurun dan pada tanggal 17 November 1231, dalam usia 24 tahun, usia yang sangat muda, Allah Bapa memanggilnya pulang. Setelah dimakamkan, orang yang mengenal keluhuran budinya, lalu berdoa mohon dengan perantaraan Elizabeth. Banyak mukjizat terjadi. Atas kesaksian banyak orang inilah, proses kanonisasi dijalankan.

Dalam waktu relatif singkat, Paus Gregorius IX pada tahun 1235 menganugerahkan gelar Santa kepadanya.  Sebuah gereja didirikan lalu diberi nama Elizabethkirche dan relikwi Elizabeth dipindahkan ke gereja ini.

Gereja Elizabethkirche

Hingga saat ini, gereja ini tetap menjadi tempat ziarah untuk menghormati dan berdoa melalui perantaraan Elizabeth, seorang awam yang  karya kasihnya sungguh luar biasa.

Gereja mengenang St. Elizabeth dari Hungaria ini setiap tanggal 17 November.

Fidensius Gunawan, Kontributor (Tangerang)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here