Uskup Agung Makassar Mgr. Johannes Liku-Ada’: Ketajaman Iman kepada Sang Raja

297
Mgr. John Liku Ada' memimpin Misa di Gereja Makale, Toraja.
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 20 November 2022 Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam, 2Sam.5:1-3; Mzm.122:1-2, 4-5; Kol.1:12-20; Luk.23:35-43

 DI beberapa negara, kita masih menjumpai tradisi monarki atau sistem kerajaan, walau tidak lagi seabsolut seperti semula. Sebutlah Kerajaan Inggris Raya yang baru saja kehilangan Sang Ratu Elisabeth II, wafat pada 8 September 2022. Kini tampuk kekuasaan untuk Kerajaan Inggris dipegang oleh Raja Charles III.

Kerajaan tentu tidak lepas dari pemimpinnya, yakni seorang raja. Sistem kerajaan ini merupakan sebuah tradisi kuno. Dalam tradisi Bangsa Israel, misalnya, sistem kerajaan sudah dikenal sejak era Daud sebagai raja tersohor. Takhtanya kemudian diwarisi oleh Salomo dan sejumlah keturunannya. Daud diurapi sebagai raja bagi suku-suku Israel.

Dalam tradisi monarki religius, raja dipandang sebagai orang pilihan Allah dan tentu memerintah rakyat atas nama Allah. Itulah sebabnya, sebelum diurapi sebagai raja, Daud mengadakan perjanjian dengan segala suku Israel di hadapan Tuhan. Perjanjian itu dibuat di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh seluruh bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah.

Kepada Daud, Allah menjanjikan keturunannya yang akan memerintah dan mengokohkan kerajaannya (2Sam. 7:12). Salah satu yang disebut sebagai keturunan Daud dalam silsilah Yesus Kristus adalah Yusuf, suami Maria, yang menjadi ayah asuh bagi Yesus (Mat. 1:16). Yesus sebagai Putera Allah lahir dan termasuk dalam keturunan keluarga Daud sehingga disebut “anak Daud” (Mat. 1:1). Namun Yesus sendiri tidak pernah mengklaim diri sebagai raja, apalagi dengan model dan paham monarki yang hidup dalam benak masyarakat Israel.

Yesus menegaskan, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini” (Yoh. 18:36). Benar, pengakuan tentang Yesus sebagai Raja justru terlontar dari mulut penjahat yang tergantung di salib dan menjalani hukuman pada saat Yesus disalibkan. Pengakuan penjahat tersebut menyingkapkan bahwa Yesus Kristus adalah seorang Raja ketika ia berkata, “Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja” (Luk. 23:42) Setelah mendengar permohonan dan pengakuan si penjahat itu, Yesus pun menegaskan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:43).

Dalam kondisi lemah dan tergantung di salib, si Penjahat justru mampu melihat dengan ketajaman mata iman. Ia melihat Sang Raja semesta alam yang tersalib. Inilah sebuah kontemplasi dari hati yang bertobat dan merindukan keselamatan. Keselamatan itu diterima dari Yesus Kristus, Sang Raja.

Penjahat yang bertobat itu melihat wajah Raja di atas segala raja yang datang dengan misi utama, yakni menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa, membebaskan manusia dari kuasa kegelapan maut dan menghantar umat manusia ke dalam kerajaan terang, kerajaan Allah. Peralihan dari dunia kegelapan ke kerajaan terang merupakan peristiwa penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus melalui darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Maka Yesus Kristus disebut oleh Santo Paulus sebagai “Gambar Allah yang tak kelihatan, yang sulung dan lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Dengan kata lain, Kristus adalah Raja di atas segala raja dan penguasa, Raja Semesta Alam.

Apakah kita mempunyai ketajaman iman seperti penjahat yang bertobat untuk melihat Yesus Kristus sebagai Raja dan Juruselamat dunia? Apakah kita membuka diri untuk dibebaskan dari kuasa kegelapan dan diantar ke dalam kerajaan terang, kerajaan kasih Kristus?

Biarlah Kristus merajai hati kita, keluarga dan komunitas kita, agar kita dimampukan untuk bertobat dari semua kesalahan dan dosa kita, yakni mengabaikan sesama yang lemah dan kecil, melukai ibu bumi yang menjerit kesakitan dan merusak alam semesta dengan tindakan semena-mena.

Kita perlu mengasah ketajaman dan kepekaan iman kita dengan pertobatan hati terus-menerus, conversion of heart, demikian salah satu ajakan Paus Fransiskus. Kemudian kita datang dalam sikap tobat dan memohon dengan penuh iman, “Yesus, ingatlah akan aku jika engkau datang sebagai raja.”

“Kristus adalah gambar Allah yang tak kelihatan, yang sulung dan lebih utama dari segala yang diciptakan.”

HIDUP, Edisi No.47, Minggu, 20 November 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here