Ketoprak Lukas 3: 11

514
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – SELEPAS magrib. Seorang pemuda bertopi, setengah menunduk, menyapa Anyes,“Teh Anyes masih ingat saya?”

“Maaf siapa ya?” tanya Anyes yang masih sibuk menguleg sambel kacang. “Sebentar ya, A’! Saya selesaikan ulegan ini dulu!”

“Mangga atuh, Teh!”

Selesai melayani yang pesan 4 bungkus ketoprak, Anyes menengok ke pemuda tersebut, “Ya A’, siapa ya?”

Pemuda tersebut membungkuk dalam sambil melepas dan mengayunkan topinya sebagai tanda hormat,”Saya minta maaf dulu ya Teh. Sayalah yang memprovokasi warga untuk menyerang gerobak Teteh!”

“Oooo ya saya ingat. Gak papa…” Anyes tertawa tanpa ada rasa kesal atau dendam. “Sudah selesai…sudah lewat, A!

Teteh gak dendam sama saya?”

“Buat apa dendam, A! Bikin hati teuk damai!” senyum Anyes tetap mengembang.

Pemuda tersebut menunduk, mencoba menatap Anyes. Gerak tubuhnya terasa kikuk. Terdiam. Lalu, “Teh, saya gak tau mau ngomong apa. Saya minta maaf sekali lagi. Teteh orang baik. Ini…ada bingkisan buat Natal di keluarga!”

Eleuh eleuh, pake repot! Nuhun, A!” ujar Anyes sambil menerima bingkisan besar.

“Saya pamit ya Teh!”

“Mangga atuh!”

Sambil melayani pembeli, Anyes senyum-senyum mengingat peristiwa 6 bulan sebelumnya. Sedang asyik melayani pembeli, tiba-tiba ada beberapa orang pemuda mengguncang gerobak ketopraknya, mengangkat wajah berisi tahu dan membuangnya ke tanah. Tak lama kemudian 2 petugas trantib yang langsung menarik gerobaknya dengan brutal. “Ibu meresahkan masyarakat dengan tulisan itu..!”ujar petugas tersebut sambil menunjuk tulisan kecil di kaca tempat stok bihun dan toge,”Lukas 3: 11”

Di kantor kecamatan, ia berhadapan dengan seorang petugas pemda. Semula ia bertanya apa arti tulisan itu. Anyes menjawab, bahwa tulisan itu adalah ayat Kitab Suci. “Isinya, Bapak, …Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian. Itu buat saya pribadi, agar berapa pun rezeki yang saya dapat, saya harus menyisihkan sebagian buat orang yang perlu! Emang salah?”

“Ya tidak! Tapi masyarakat resah Bu. Itu kan ayat kitab suci orang Kristen. Mereka menuduh Ibu memanfaatkan ketoprak yang laku untuk melakukan penyebaran agama!”

“Lho saya gak melakukan apa-apa Pak. Tulisan seperti itu kan, kalau orang yang tidak tahu, ya tidak bermakna apa-apa. Kan bisa aja itu nama suami saya. Nah, memang ada orang yang bertanya, ya saya jawab maksud tulisan itu. Kalau gak ditanya, saya gak ngomong, lah itu kan buat saya pribadi. Tapiiii…banyak lho Pak yang tersentuh, setelah saya kasih tau isi ayat itu. Mereka merasa diingatkan untuk berbagi kepada orang lain.”

Petugas pun seperti bingung mau menjawab. “Ya sudah Bu.  Dihapus ya tulisan itu, terlalu mencolok. Atau pindah tulisannya, lebih kecil, di tempat lain kalau memang Ibu perlu. Dan…”sang petugas mengecilkan suaranya. “Ibu harus menebus gerobak Ibu..”

Saat itu Anyes sedih, kesal, karena ia tak punya uang sebesar yang diminta petugas. Ia pun pulang, menemui suaminya, Vico, yang sekarang berjualan rokok di depan rumah  mereka. Anyes dan Vico, sebelumnya adalah karyawan sebuah percetakan di bagian pracetak. Saat percetakan bangkrut, mereka berdua harus cari cara untuk tetap hidup. Awalnya, Vico mencoba mencari order me-lay-out undangan, kartu nama, namun tak berhasil. Lalu Vico berjualan mie ayam, namun ia sering tertangkap petugas trantib. Vico pun memutuskan untuk berjualan rokok di depan rumah. Tak cukup untuk hidup, Anyes pun ikut berjualan ketoprak. Setelah berpindah-pindah, akhirnya ia mendapat lokasi tetap yang aman untuk berjualan.

Uang tabungan Vico ditambah Anyes, meski mepet, bisa untuk menebus gerobak. Anyes pun berjualan lagi setelah menghapus tulisan “Lukas 3:11” di kaca penyimpan bihun toge dan ketupat. Namun ia menggantinya dengan kalimat “Punya baju 2, bagikan buat yang gak punya, punya makanan, lakukan hal yang sama”. Namun ternyata peristiwa penggerebegan gerobak Anyes sudah tersebar ke seluruh pelanggannya. Semua gara-gara “Lukas”, kata orang. Entah siapa yang memulai, sejak itu ketoprak Anyes disebut Ketoprak Lukas! Beberapa menyebut Ketoprak Lukas 11:3.  Ketoprak Anyes cukup laris, karena,”Ketupatnya cuma beras, tidak ditambah apa pun. Tahunya pasti panas, karena digoreng saat pesan ketoprak. Air tempat cuci piringnya pun sering diganti,”kata para penggemar.

“Ketoprak Lukas bisa makan sekarang bayar kapan-kapan,” gurau beberapa ibu yang senang berhutang ketoprak Lukas. Ada juga peristiwa menyenangkan, karena beberapa pelanggan, malah suka “beli 1 bungkus, bayar 2”, setelah membaca tulisan di kaca gerobak Anyes. “Titip buat orang yang kagak punya uang buat beli ketoprak ya, Teh!”

Hei, ini mirip tradisi “caffé sospeso (pending café)” sejak awal abad 19 di Kota Napoli, Italia.

“Terima kasiiiih!” jawab Anyes.

Isi notes di ponsel Anyes kini bukan hanya catatan belanja bahan ketoprak, tapi juga catatan penghutang, dan jumlah “menu istimewa”. Menu istimewa adalah ketoprak gratis, yang telah dibayari pelanggan yang “beli 1 bungkus, bayar 2”. Karena Ketoprak Lukas semakin hari semakin laris, maka Vico pun berhenti berdagang rokok. Kini setiap hari Vico mendampingi Anyes, meramu bihun toge, dan mencuci piring. Mereka pun menambah menu dengan gado-gado. Namun tetap saja dagangan mereka disebut orang Ketoprak Lukas.

Saat pelanggan tidak menghabiskan makanannya, sisa makanan tersebut tidak mereka buang. Namun dikumpulkan. Saat pulang, mereka mampir ke Bank Sampah di sebelah kantor kecamatan, untuk menjual sisa makanan tersebut agar bisa dimanfaatkan untuk dijadikan eco-enzyme yang diolah di Bank Sampah tersebut.

Malam itu pelanggan sedang penuh-penuhnya. Anyes tak berhenti menggoreng tahu, Vico meramu toge dan bihun di 4 piring sekaligus.

Tiba-tiba, dari balik perempatan muncul anak-anak jalanan dengan alat musik sederhana. Salah satunya pidato pembuka dulu,”Bapak Ibu Ketoprak Lukas, perkenankan kami menyanyikan 2 lagu sebagai kado Natal buat mereka.”

“Selamat hari Natal.. Selamat hari Natal…” alun mereka dengan nada suara yang berbeda-beda. Lagu kedua Malam Kudus mereka nyanyikan sambil melihat 1 ponsel, maklum karena mereka tidak hafal teksnya. Sementara suara hingar bingar mobil di jalan masih mendominasi.

Mereka adalah pembantu penyapu jalan di daerah situ, dan mereka adalah pelangan “menu istimewa” yang tiap pagi datang ke Ketoprak Lukas.

“Adik-adik, terima kasih ya buat lagu kalian! Perbuatan baik kalian akan kami kenang sebagai kado Natal terindah kami!” ujar Vico.

“Pak Vico!” seru seorang pelanggan yang duduk di pojok bangku. “Kalian berdua itu penjual ketoprak dan gado-gado sekaligus pengajar kebaikan, lho. Mereka ketularan kalian tu….” Tukasnya sambil mengajak pelangan yang sedang asyik makan untuk bertepuk tangan.

Tepuk tangan pun membahana di sekitar gerobak Ketoprak Lukas.

Anyes sambil mengusap air matanya, berseru lirih,”Terima kasih, terima kasih. Mari terus saling berbagi dan berbuat baik….”

Menjelang tidur, Anyes mengirim pesan w.a ke Nico putra bungsunya. “Nic, hari ini Bapak Ibu dapat Kado Natal indah. Lagu-lagu Natal dari anak-anak jalanan. “

Tak lama, Nico, yang baru setahun di seminari, menjawab,”Gak heran, Bu. Bapak Ibu teh pengajar kebaikan…”

“Halah!”

“Besok misa malam Natal bareng ya, Nic! Bisa pulang?”

“Enggak Bu. Di sini aku diminta jadi solis!”

Oleh Eko Praptanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here