Kisab Salib Cordoba: Cinta Tuhan Tak Terbatas

5909
3.7/5 - (11 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – MERASA melakukan dosa yang itu-itu saja kadang membuat kita enggan untuk datang pada Tuhan. Rasanya malu bila dosa yang diumbar itu-itu selalu sama. Datang kepada Tuhan rasanya berat dan akhirnya pelan-pelan berhenti berdoa sama-sekali. Situasi seperti ini mungkin sering kita alami. Merasa Tuhan bosan dengan dosa-dosa yang itu-itu saja membuat kita berpikir bahwa Tuhan sudah bosan dan muak dengan kita. Pandangan seperti inilah yang kemudian membuat kita mengambil jarak dengan Tuhan.

Apabila coba kita pikirkan lagi apakah Tuhan memang demikian? Apakah Tuhan muak dan marah dengan kita yang datang memohon pengampunan atas dosa yang itu-itu saja? Jawabannya jelas tidak. Tuhan bukan manusia yang selalu memiliki perhitungan untung rugi dalam mempertimbangkan apa saja. Cinta Tuhan itu tak mengenal batas. Berkali-kali kita berbuat dosa, Tuhan tak sekalipun enggan memaafkan kita. Tuhan selalu membuka tangan-Nya tuk menyambut dan memeluk kita.

Kisah Si Anak yang Hilang dengan sangat lugas menggambarkan cinta Tuhan yang tak terbatas itu. Tuhan bagaikan seorang Bapak yang berlari menyambut kedatangan anaknya yang sudah menghamburkan hartanya dan hidup dalam dosa (Luk. 15: 11-32). Ia selalu merindukan anak-Nya yang hilang (berdosa) untuk kembali dan siap mempestakan kedatangan anak-Nya mana kala anak itu pulang. Ia bukan pendendam. Ia menerima semua anak-Nya dengan penuh cinta, seburuk dan sekelam apapun hidupnya.

Tentang Tuhan yang tak pernah jemu mengampuni kita, kiranya baik kita mengenal kisah Salib dari Cordoba. Di sebuah gereja yang terletak dalam kompleks Biara St. Anna dan Santo Yosef di Cordoba Spanyol, terdapat sebuah salib kuno yang begitu dalam maknanya bagi kita para pendosa.

Patung salib tersebut merupakan sebuah salib pengampunan dosa. Salib itu unik dan berbeda dari salib-salib yang sering kita lihat di gereja, rumah kita, dsb. Pada salib tersebut, terdapat patung Yesus yang lengan kanannya lepas dari salib dan terulur ke bawah seolah ingin menarik atau memegang tangan seseorang. Orang-orang Spanyol menceritakan asal muasal patung salib tersebut seperti ini.

Pada suatu kesempatan seorang pendosa datang untuk mengaku-kan dosanya kepada imam utama di bawah salib ini. Seperti biasa, setiap kali seorang pendosa mengaku-kan dosa-dosa besarnya, imam ini berlaku sangat tegas; ia menjatuhkan denda dosa yang berat serta denda-denda lainnya. Setelah menerima pengampunan tersebut. Rasa bersalah si pendosa tersebut pun lenyap dan ia merasa merdeka.

Sebagaimana karakter pendosa itu kuat dan sulit untuk dilenyapkan dalam waktu yang singkat, si pendosa itu dalam waktu yang cukup singkat kembali jatuh pada dosa yang sama. Dengan rasa salah dan malu ia kemudian memutuskan untuk datang mengaku lagi pada sang imam. Diceritakan bahwa dengan agak terpaksa, imam tersebut mengampuni pendosa itu. Dengan agak kesal, imam itu mengancam pendosa tersebut, “Ini kali terakhir aku mengampuni kamu!”

Meskipun demikian, rupanya pendosa tersebut jatuh lagi. Bulan demi bulan ia jatuh lagi dan terus memohon pengampunan lagi. Merasa sangat kesal, sang imam menolak permintaan sang pendosa tersebut, “Tolonglah, jangan mempermain-kan Allah. Saya tidak bisa membiarkan Anda menghina-Nya.” Setelah sang imam menolak si pendosa tadi, keanehan pun terjadi. Tangan kanan Yesus tiba-tiba ditarik lepas dari salib dan memberikan berkat pengampunan. Sang imam lantas mendengarkan bisikan; “Akulah yang mengampuni orang ini, bukan engkau.” Sejak saat itu, lengan dan tangan kanan Yesus tetap berada dalam posisi tersebut, bagai tak hentinya mengundang manusia untuk pengampunan.

Kisah salib Cordoba tersebut menunjukkan bahwa memang cinta Tuhan itu tak terbatas. Tuhan tidak pernah jemu-jemunya mengampuni kita. Ia selalu menanti kita untuk datang pada-Nya. Oleh karenanya, kita tidak perlu malu atau ragu datang pada Tuhan meskipun kita terus jatuh pada dosa yang sama.

Waktu-waktu untuk berdoa kiranya perlu terus kita gunakan untuk memperdalam relasi kita dengan Tuhan. Memang terkadang ada rasa malas dan ragu apakah Tuhan masih mau menerima kita. Namun, bila memang Tuhan sudah muak dengan kita, seharusnya kita sudah mati. Faktanya, kita masih diberi nafas dan kesempatan untuk hidup. Ini berarti Tuhan yakin dan percaya bahwa kita pasti akan berubah. Dengan demikian, kita perlu yakin bahwa Tuhan selalu merindukan kita. Cinta-Nya tulus tak bertepi. Waktu yang masih Tuhan berikan perlu kita gunakan sebaik mungkin dengan melakukan hal-hal baik dan memperdalam relasi dengan-Nya. Apabila kita jatuh, ayo bangun lagi.

Masih ragukah kita akan cinta-Nya? Ayo datang dan berdoalah pada-Nya.

Engelbertus Victor Daki, Mahasiswa STF Driyarkara, Jakarta, Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here