Dikukuhkan sebagai Doktor Kehormatan, Romo Prier: Inkulturasi Adalah Proses yang Berlangsung Terus

350
Romo Prier bersama beberapa kolega, Romo A. Maradiyo, Romo Iswarahadi SJ, Romo Murti Hadiwijayanto SJ dan Romo Y. Sunaryadi (HIDUP/Veronika Naning)
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Bertempat di gedung Concert Hall Institut Seni Indonesia Yogyakarta, pada hari Kamis 11 Mei 2023 telah berlangsung upacara penganugerahan gelar Doktor kehormatan (Dr. HC) kepada dua orang, yaitu Romo Karl Edmund Prier, SJ dan Prof Gunnar Spellmeyer.

Romo Prier memberikan pidato ilmiah berjudul “Hidup untuk musik” dan Prof. Gunnar Spellmeyer berjudul “Reinforcing Creativity Handling The Age of Chaos.”

Romo Prier mendapatkan anugerah Doktor kehormatan ini dengan promotor Prof. Drs. Triyono Bramantyo, M.Ed., Ph.D. dan co-promotor Dr. I Nyoman Cau Arsana, S.Sn., M.Hum.

Bersama Senat ISI (HIDUP/Veronika Naning)

Kedua tokoh tersebut mendapatkan anugerah karena tingkat kepakaran serta pengabdian yang diberikan dalam bidang musik dan desain. Bagi ISI, Romo Prier juga sangat berjasa dalam pendirian Jurusan Musik. Selama 33 tahun, Romo Prier telah mengabdikan diri sebagai pengajar musik melalui Sejarah Musik, Repertoar Musik, Ilmu Bentuk Musik, dan Kontrapung.

Dalam sambutannya, Rektor ISI, Prof. Timbul Raharjo mengatakan bahwa kegiatan ini terlaksana setelah melalui seleksi dan aneka pertimbangan berjenjang hingga akhirnya menghasilkan surat keputusan penganugerahan gelar tersebut. Hal ini akan menjadi satu peristiwa penting yang menjadi teladan serta motivasi bagi para dosen dan mahasiswa serta sivitas akademika lainnya. Romo Prier yang datang sebagai seorang misionaris dari Jerman hingga saat ini amat mencintai Indonesia yang berbeda-beda tapi bersatu sebagai bunga rampai yang indah. Kecintaannya itu diwujudkan melalui perhatian yang besar dalam musik lokal yang mengembangkan inkulturasi secara nyata. Semoga semua itu membawa keberkahan, makin berkontribusi dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan bangsa kita.

Kedua penerima gelar bersama promotor dan copromotornya (HIDUP/Veronika Naning)

Hal ini juga disampaikan salah satu panitia yang dijumpai www.hidupkatolik.com sebelum acara, Antonius Gathut Bintarto Triprasetyo, “Romo Prier merupakan pengajar kontrapung, yang berasal dari barat Jerman. Beliau juga sudah mengajar sangat lama. Hal yang paling berarti adalah bagaimana beliau mampu menggabungkan kontrapung yang dipadukan dengan musik-musik etnis dari seluruh Indonesia. Kami merasa berhutang budi banyak sekali dengan Romo Prier, terutama dengan karya inkulturasinya yang sungguh sangat berguna dalam pengembangan musik.”

Melalui pidato ilmiah yang disampaikannya, Romo Prier sungguh-sungguh menunjukkan betapa dunia musik telah menjadi hidupnya. Judul pidatonya, Hidup untuk Musik, sungguh telah dibuktikan melalui perjalanan pelayanannya baik melalui Pusat Musik Liturgi maupun dalam sinergi dengan pihak lain. Selain menyatakan kecintaan pribadinya, dengan judul itu, Romo Prier juga ingin mendorong orang di daerah supaya hidup untuk musik pula.

Ada berbagai kegiatan lokakarya atau workshop musik-musik tradisional yang telah dilakukannya, dan itu juga dikaitkan dengan pengembangan musik liturgi Gereja Katolik. Ia berpandangan bahwa di wilayah atau daerah misi ada bangsa yang punya tradisi musik sendiri yang memainkan peran tersendiri dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Setiap daerah yang dikunjunginya, mempunyai keunikan dan kekhasan, baik melodi, ritmik, alat music, cara menyanyi, dan sebagainya.

Ia juga menyatakan, “Inkulturasi adalah proses yang berlangsung terus di mana Injil diungkapkan dalam sosio budaya sehingga tidak hanya diwartakan melalui unsur tersebut tapi melalui daya yang mengolah unsur tersebutb. Ada proses timbal balik yang nyata dan erat.” Ia melanjutkan perjalanannya menggali kekayaan musik lokal hingga ke pelosok Indonesia, yaitu Kalimantan ke timur hingga Papua. Kemudian ke Mentawai, Nias, Pulau Aru, dan Desa Keo di Flores.

Di setiap lokasi itu Romo Prier menemukan mutiara-mutiara yang terpendam. “Ada banyak mutiara tersembunyi. Masyarakat bisa digerakkan untuk mengembangkan kekayaan lokal tersebut. PML sering diundang untuk mengangkat sejumlah lagu menjadi lagu Gereja sehingga ungkapan yang khas dapat dilestarikan sebelum alat musik dimusnahkan,” paparnya.

Sementara dari unsur Gereja Katolik, HIDUP meminta pandangan dari Vikep Kevikepan Yogyakarta Timur yang mewakili Uskup KAS, Romo Andrianus Maradiyo, yang mengatakan, “Saya tertarik dengan otobiografi Romo Prier, sebagai misionaris yang datang ke Indonesia, beliau tertarik ke daerah-daerah terpencil ke Mentawai, Nias, Aru. Itu membutuhkan komitmen sangat luar biasa, jika tak punya rasa cinta, juga tak mempunyai hati, maka tak akan terjadi. Kecintaannya yang besar itu terlebih bagi bangsa dan Gereja Indonesia, untuk terus melakukan inkulturasi budaya, terlebih dalam hal musik itu sungguh-sungguh menjadi kekayaan bagi Gereja yang ada di Indonesia ini.”

Hadir dalam kesempatan ini beberapa imam dari Komunitas Jesuit Bener, Romo J. Iswarahadi, SJ dan Romo Murti Hadiwijayanto, SJ yang mewakili Provincial Serikat Jesus Provindo. Hadir pula Rektor Universitas Sanata Dharma Romo Bagus Laksana, Rektor Kolese Ignatius Romo Paul Suparno, SJ, Romo Kieser, SJ. Sementara Uskup Keuskupan Agung Semarang diwakili oleh Romo Andrianus Maradiyo -Vikep Kevikepan Yogyakarta Timur, yang hadir Bersama dengan Romo A.R. Yudono Suwondo -Vikep Kevikepan Yogyakarta Barat, Romo J. Dwi Harsanto -Vikep Kategorial KAS, dan Romo Yohanes Sunaryadi-koordinator Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. Tampak di antara undangan adalah para kolega dan sahabat Romo Prier, staf PML, serta pemerhati musik Gereja dan komponis musik Liturgi, antara lain Damian Alma yang menulis lagu Komuni Batin.

Veronika Naning (Yogyakarta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here