Apakah Menggunakan Hape Diperbolehkan dari Sisi Liturgis

254
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Teknologi semakin maju. Di mana-mana gadget mudah ditemui, bahkan di gereja. Saya pernah melihat ada umat yang membuka telepon seluler saat pembacaan Bacaan Kitab Suci selama Perayaan Ekaristi. Sepertinya untuk membaca bacaan Kitab Suci yang dibacakan lektor saat itu. Koor juga kadang menbuka telepon seluler untuk mencari teks lagu yang dinyanyikan jika tidak disediakan teks lagu. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah hal ini diperbolehkan dari sisi liturgis? Kesannya kok kurang sakral ya, Romo.

 Lina, Jakarta

Lina yang baik, sampai sekarang belum ada aturan Gereja tegas tentang penggunaan telepon seluler dalam liturgi meskipun sepertinya telepon seluler sudah menjadi perangkat wajib setiap orang. Telepon seluler menawarkan berbagai aplikasi yang membantu, termasuk Kitab Suci, teks doa dan nyanyian. Paling jauh ada dua macam peringatan di awal Misa tentang telepon seluler ini, entah: “Matikan telepon seluler anda selama Misa” atau “Masukkan mode silent.” Jadi kita sebenarnya sadar bahwa bunyi telepon seluler atau nyala lampu telepon seluler dapat mengganggu kekhusukan Perayaan Ekaristi.

Sampai sekarang Gereja sendiri belum mengizinkan penggunaan telepon seluler atau tablet sebagai pengganti buku-buku Misa tersebut. Teks-teks liturgi untuk imam dan lektor selalu merupakan buku khusus dan bagus, yang memang diperuntukkan untuk liturgi. Buku Misa dan Bacaan merupakan perlengkapan liturgi yang wajib, bersama dengan piala, sibori, stola dan kasula. Untuk menghormati kesakralannya, Buku Injil (= Evangeliarium) dihormati dengan ritual khusus, seperti diangkat saat perarakan masuk atau didupai sebelum Injil dibacakan. Sementara itu para lektor membacakan Sabda Tuhan dari buku resmi yang disebut Lectionarium. Jadi buku-buku tetaplah prioritas dan belum tergantikan.

Lalu bagaimana umat? Bolehkah menggunakan telepon seluler untuk menyimak Kitab Suci saat mendengarkan Sabda Tuhan? Tentang hal ini juga belum ada aturan tegas. Itu berarti diperlukan discernment pribadi dan komunal demi sakralitas Perayaan Ekaristi itu. Liturgi adalah gerak bersama Gereja, sehingga kita perlu memperhatikan bukan hanya kebutuhan pribadi, melainkan juga kebutuhan bersama sebagai persekutuan. Terutama sekali, sikap paling penting dalam liturgi sabda adalah mendengarkan. Kalau lektor membaca bagus, dan sound system juga bagus, maka cukuplah. Dengan sikap dan keterbukaan inilah kita membiarkan diri ditembusi oleh Sabda Tuhan sampai ke lubuk hati terdalam.

Sebagai perbandingan saya ingat kata-kata Paus Fransiskus dalam suatu audiensi umum di Roma tahun 2017. Ia mengkritik umat yang suka mengangkat telepon seluler ketika Misa. Menurutnya yang melakukan hal itu bukan hanya umat biasa, tetapi juga imam dan bahkan uskup. Dengan telepon seluler itu mereka merekam dan memfoto apa saja, termasuk berswafoto ria, terutama kalau Paus yang memimpin Misa. Tindakan itu tidak hanya membuatnya sedih, tetapi juga sesuatu yang buruk. Kata Paus, kita ini diundang untuk “mengangkat hati’ (= mengarahkan hati kepada Tuhan), dan bukannya “mengangkat telepon seluler.” Misa adalah saat perjumpaan yang indah antara kita dengan Tuhan Yesus. Jadi mari kita menemukan kembali keindahan perjumpaan Ekaristi, yang memberikan kepada setiap orang arti mendalam dan penuh dari hidup kita, demikian Paus.

Menggunakan telepon seluler untuk menyimak Sabda Tuhan memerlukan kekuatan pribadi untuk bisa melawan godaan yang sama. Kalau kita bisa memakainya sambil menahan diri tentulah baik. Namun jangan sampai kita tergoda untuk yang hal yang lain, seperti telepon, WhatsApp, SMS, Tiktok, Game dsb. Selain itu sinar telepon seluler mungkin sekali mengganggu teman di sebelah kanan dan kiri kita. Untuk mengatasi hal ini sebenarnya banyak paroki sudah biasa menyediakan teks-teks Misa yang mencantumkan juga bacaan. Biasanya orang kurang terganggu kalau menggunakan teks semacam ini. Namun sekali lagi sikap paling penting dalam liturgi Sabda Tuhan adalah mendengarkan. Jadi kalau lektor bisa membacakan sabda dengan jelas, cukuplah.

Pengasuh: Pastor Gregorius Hertanto, MSC
Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Manado, Sulawesi Utara

Majalah HIDUP, Edisi No. 32, Tahun Ke-77, Minggu, 6 Agustus 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here