Mengapa Seksualitas dan Selibat Tidak Bertentangan

152
Pastor Paulus Erwin Sasmito
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Pengajar Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yoyakarta, Pastor Paulus Erwin Sasmito mengungkapkan hal ini dalam retret sepekan para frater Seminari Tinggi Interdiosesan “Yerusalem Baru” ayapura, Senin-Sabtu, 18-22/7/2023. Temanya, “Menjadi Manusia Seksual sekaligus Selibater”.

Pastor Erwin mengatakan, ada dua hal yang membuat seksualitas dan selibat tidak bertentangan. Pertama, menyangkut energi positif yang jika diolah dengan baik akan sangat bermanfaat bagi calon imam dalam membangun hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan lingkungan. Kedua, bertalian dengan pilihan bebas setiap calon imam untuk tidak menikah demi kerajaan Allah.

Pastor Paulus Erwin Sasmito (menggunakan topi khas Papua) bersama para pastor dan frater di Seminari Interdiosesan Yerusalem Baru Jayapura, Papua.

“Supaya seksualitas dan selibat tidak bertentangan, calon imam diharapkan bertekun dalam tugas perutusan, menyadari akan keterbatasan diri, melakukan askese, setia pada komitmen awal, mengasah kemampuan solitude, mengembangkan psikoseksual yang sehat, membangun hubungan persahabatan, serta menghormati dan menghargai oranglain sebagai pribadi,” ungkapnya.

Citra Imam

Pastor Erwin menyebutkan, seksualitas dan selibat akan sulit terintegrasi dalam hidup seorang imam atau calon imam jika yang bersangkutan tidak menyadari identitas dirinya, memiliki trauma yang belum selesai di masa lampau, takut seks, kecanduan, dan tidak berani untuk berada di dalam kesendirian atau solitude.

Tak lupa para frater diajak merenungkan berbagai penyimpangan seksual kontemporer yang dilakukan para imam di Eropa, Amerika, Asia khususnya di Indonesia. “Kasus-kasus ini sungguh mencoreng wajah Gereja Katolik dan mendapat perhatian yang sangat besar dari Paus Fransiskus”, ujarnya.

Psikolog klinis dari Seminari Tinggi Kentungan itu menawarkan banyak tips bagi para frater untuk merefleksikan faktor-faktor yang memicu masalah-masalah seksualitas kontemporer yang sedang menerpa kehidupan para imam dan calon imam.

Ia menambahkan, “Kelainan orientasi seksual seperti aseksual, biseksual, dan homoseksual juga terdapat di lingkungan seminari. Maka sejak dini para calon imam perlu mengidentifikasi, menyadari dan mengolahnya, sehingga kelak tidak merusak citra para imam dan Gereja Katolik yang kita cintai bersama.”

“Secara pribadi, saya merasa sangat bahagia ketika masih ada imamyang dengan senang hati dan tanpa menutup-nutupi, memberikan kepada kami masalah-masalah serius yang menimpa para imam dan calon imam, khususnya seputar masalah seksualitas. Oleh karena itu, materi retret ini adalah bagian yang sangat penting bagi kami para calon imam agar kami dapat tumbuh sebagai calon imam yang dewasa dan berani membatasi diri agar tidak mudah terjerumus dalam masalah-masalah serius yang berkaitan dengan seks,” ungkap salah satu peserta yang tidak mau disebutkan namanya.

Pastor Theo Amelwatin (Jayapura)

Majalah HIDUP, Edisi No. 33, Tahun Ke-77, Minggu, 13 Agustus 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here