Romo Paulus Christian Siswantoko: Perlu Tempat Berjumpa Agar Para Diosesan Tidak Merasa Terpojok, Terasing, dan Tersisih di Tengah Perjuangan Mempertahankan Imamat

245
Romo Paulus Christian Siswantoko
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DUA periode Romo Paulus Christian Siswantoko (50 tahun) memimpin UNIO Indonesia (Unindo), 2017-2020 dan 2021-2023. Saat ini, Romo Koko, sapaan pria asal Keuskupan Purwokerto ini menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif KWI.  HIDUP berbincang dengan Romo Koko di Kantor KWI, Jumat, 6/10/2023 terkait dengan pengalamannya dan harapannya kepada ketua dan pengurus Unindo 2023-2026. Petikannya.

Romo Paulus Christian Siswantoko (ketiga dari kanan0 bersama para kolega di Unio Indonesia.

Sejauh mana peran dari Unindo mendukung pelayanan imam diosesan?

            Harus dimengerti bahwa ada dua Unio dengan tugasnya berbeda, yaitu Unio Keuskupan dan Unio Indonesia. Unio Keuskupan dibawah wewenang seorang ketua dengan tanggung jawab penuh kepada uskupnya. Sementara Unio Indonesia didasarkan pada kebutuhan bahwa rahmat panggilan dan tahbisan itu datang dari Allah yang Maharahim. Maka hendaknya disadari bahwa tahbisan itu tidak sekadar kekuatan sendiri, datang dari Allah dan panggilan itu harus dalam kerangka kebersamaan dengan sesama imam. Para imam terpanggil untuk berdiskusi, berdialog bersama terkait berbagai keprihatinan dunia ini baik kemerosotan nilai-nilai moral, kehancuran sendi-sendi pendidikan, ketidakadilan, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan sebagainya. Unio hadir untuk mengakrabkan para imam agar bersama-sama bergerak dengan menekankan ritus berubah ke arah Gereja yang lebih profetis.

Apa tantangan yang dihadapi Unindo dalam kerangka saling membantu sebagai saudara?

            Para imam diosesan adalah tulang punggung keuskupan, tenaga inti uskup maka perlu terpanggil menghidupkan keuskupan dalam semangat persaudaraan. Hakikat persaudaraan sejati adalah kebutuhan untuk saling mendukung, menghargai, dan saling membina. Semangat ini penting mengingat para imam saat ini sedang berada dalam berbagai situasi kemajemukan bangsa, persoalan politik, gaya hidup para imam, dan sebagainya. Misalkan politik itu bagaimana caranya agar umat tidak tercerai-berai karena keterlibatan imamnya. Hal lain, relasi dengan uskup yang terkadang tidak harmonis. Harusnya seorang imam dekat dengan uskup, menyadari bahwa uskup adalah bapak mereka. Bersama uskup, tercipta relasi yang transparan, saling percaya, terbuka, dan hangat.

Soal gaya hidup, apa pandangan Romo terkait kesejahteraan imam diosesan?

Pada prinsipnya Unio tidak mengatur secara teknis soal kesejahteraan para imam, misalkan uang saku dan sebagainya. Unio membantu anggota manakala mau hadir dalam berbagai kegiatan tetapi tidak punya biaya tiket. Unindo akan membantu pembiyaan transportasi para anggota yang kesulitan. Kita sadar, taraf kesejateraan imam juga beda-beda. Sejauh ini tidak semua diosesan di tempat menyenangkan. Ada banyak yang susah dan untuk menghidupi diri perlu dukungan kolegianya. Ini keprihatinan bersama, maka ke depannya Unindo akan mencoba memperhatikan situasi ini.

Sejauh mana pemanfaatan rumah Unio di Jakarta?

            Rumah di Jakarta adalah milik semua diosesan se-Indonesia. Awalnya rumah ini adalah rumah transit bagi para imam yang hendak melanjutkan perjalanan ke tempat lain dan singgah di Jakarta, atau yang mungkin punya urusan di Jakarta. Lalu pengurus Unio mempertimbangkan situasi lain yaitu menyiapkan 4 kamar untuk para imam yang belajar di Jakarta. Mereka bisa tinggal di rumah ini. Ada juga beberapa keuskupan bekerja sama dengan paroki-paroki tertentu.

Apa harapan Romo kepada ketua dan pengurus Unindo yang baru?

            Para diosesan menjadi kuat karena cinta persaudaraan dan semangat kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Anggota Unindo harus menyadari pentingnya berbagi kekayaan dan inspirasi sebagai penghayatan tahbisan. Saat ini ada 2.513 anggota dari 37 keuskupan dengan berbagai kebutuhan, semangat, cara hidup, dan motivasi yang berbeda-beda. Pengurus yang baru harus berhasil menghimpun para kolega sehingga terpanggil melibatkan diri dalam semua kehidupan masyarakat. Perlu penguatan kegiatan bersama seperti on going formation, rekoleksi, retret, studi, rekreasi, dan karya pelayanan lainnya. Perlu ada tempat untuk berjumpa bersama agar saling menguatkan. Para imam tidak merasa terpojok, terasing, dan tersisih di tengah perjuangan mempertahankan imamat.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

Majalah HIDUP, Edisi No. 42, Tahun Ke-77, Minggu, 15/10/2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here