Di Balik Senyum Uskup Sensi

76
(Alm) Mgr. Vincentius Sensi Potokota
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – TERPILIHNYA Romo Yosep Daslan Moang Kabu sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Agung Ende (KAE), Nusa Tenggara Timur, Jumat, 24/11/2023 tidak serta merta menghapus duka lara yang sangat dalam umat KAE setelah ditinggal selamanya oleh Uskup Agung Vincentius Sensi Potokota pada Minggu, 19 November 2023 di RS Sint Carolus Jakarta. Bahkan, saat pengumuman keterpilihan Romo Daslan, tampak duka mendalam menggelayut di wajah Romo Daslan dan Kanselarius KAE yang menyampaikan pengumuman itu kepada umat Ende.

Keberadaan Uskup Sensi atau Mgr. Sensi – sapaan akrab Mgr. Vincentius Sensi Potokota semasa hidupnya – tak tergantikan oleh siapapun. Lihatlah bagaimana umat KAE mengungkapkan kedukaan mereka yang menyayat dalam ketika jenazah Mgr. Sensi tiba di Ende. Tangisan dan ratapan terus terdengar hingga mereka mengantar jenazah ke peristirahatan terakhir. Gereja Indonesia dan dunia pun berduka atas kepergiannya.

Dua tahun terakhir, Mgr. Sensi berjuang melawan penyakit yang menggerogoti raganya. Segala pengobatan dan rumah sakit ditempuh agar raganya dapat pulih kembali. Di usia yang ke-72 tahun, sebelum menderita, ia masih berkeliling di KAE dengan melempar senyum yang menjadi ciri khasnya. Ya, ia dikenal sebagai gembala utama yang murah senyum. Dalam banyak kesempatan, ia selalu melempar senyum kepada semua orang yang ia jumpai. Sampai-sampai, Romo Daslan pada Misa Requiem di Katedral, menyebutkan bahwa Mgr. Sensi berkomunikasi melalui senyum. Mungkin saja, Mgr. Sensi meneladan Santa Teresa dari Kolkata, India yang menyebut perdamaian dimulai dengan senyum.

Uskup Sensi sedari kecil – di tengah keluarga – diketahui sebagai pribadi yang selalu menjadi juru damai. Tak banyak bicara. Senyumnya menjadi senjata tajam yang dapat meluluhkan hati setiap orang. “Supaya aku tambah bersemangat, berikan senyumya dulu dong,” ujarnya dalam satu kesempatan kepada umatnya. Sontak, umat pun tesenyum dan tertawa. Suasana menjadi hangan dan nuansa positif.

Dalam pelbagai kesempatan, Uskup Sensi selalu menekankan pentingnya persaudaraan. Bukan persaudaraan artifisial. Melainkan persaudraan yang esensial, yang saling menghargai dan menghormati satu sama lain sebagai sesama, saudara. “Jagalah persekutuan itu,” pesannya suatu saat. Hal itu pun, ia tekankan menjelang tahun politik alias pilpres 2024. Pesaudaraan dan persekutuan tak bisa ditawar-tawar dalam perbedaan pilihan. Persekutuan yang satu dan utuh.

Betapa mahal perdamaian dan persaudaraan itu kini. Bahkan, ada ancaman serius terhadapnya dalam skala lokal, regional dan global. Maka, jikalau Uskup Sensi tak henti-hentinya mewartakan pentingnya persaudaraan itu, tentu ada alasanya yang kuat. Inspirasi itu tak terlepas dari motto episkopalnya: “Predica Verbum Opportune, Importune – Wartakan Firman, baik atau tidak baik waktunya.”

Kepergian selamanya Uskup Sensi meninggalkan karya-karya monumental di KAE. Juga di KWI, terakhir sebagai Ketua Komisi Kerasualn Awam. Keterlibatan awam menjadi salah satu perhatian serius almarhum selain mengupayakan kesejahteraan umatnya melalui pelbagai macam upaya konkret.

Selamat jalan, Mgr. Sensi. Dalam iman, kita percaya, para malaikat Allah telah tersenyum menyambut kedatangan Monsinyur di Surga. Kematian Monsinyur adalah kematian yang dikasihi Tuhan.

Majalah HIDUP, Edisi No. 49, Tahun Ke-77, Minggu, 3 Desember 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here