web page hit counter
Jumat, 11 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Umat Paroki Dumaring Bergoyang Menyambut Peserta “Tanjung Selor Youth Day”

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – DI jalanan berliku dan berdebu, rombongan mobil yang membawa peserta Tanjung Selor Youth Day (TSYD) 2024 dari berbagai paroki di Keuskupan Tanjung Selor (KTS) meluncur dengan kecepatan yang menggetarkan hati. Roda-roda besarnya membelah udara, meninggalkan jejak debu di belakangnya yang terhambur ke udara dalam semburan kecil yang menghilang seketika. Cahaya matahari senja memantul di permukaan kaca depan yang bersih, menciptakan pantulan berkilauan yang berkejaran dengan bayangan pepohonan di tepi jalan. Itu pemandangan di satu sisi.

Di sisi lain, kelompok umat di tiap stasi yang berada di bawah naungan Paroki Santo Yosep Dumaring terlihat siaga. Umat yang berasal dari Lingkungan Pusat Paroki, Stasi Capuak, Stasi Bumi Jaya, dan Stasi Sukamaria tengah menanti kedatangan para kontingen yang akan tinggal bersama mereka (live-in). Setiap rumah umat akan ditinggali oleh dua hingga tiga orang muda Katolik (OMK).

Lingkungan Pusat Paroki sendiri menerima OMK dari Paroki Santo Gabriel Nunukan, Paroki Santo Eugenius de Mazenod (Eudema) Tanjung Redeb, dan Paroki Hati Kudus Long Ayan Segah. Sedangkan, di Stasi Capuak menerima OMK dari Paroki Rasul Yohanes Pulau Sapi dan Santa Maria Imakulata Tarakan.

 

(Ki-Ka) Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF saat berkunjung ke Basecamp OMK Gereja Santo Stefanus Malinau di Stasi Bumi Jaya. (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Stasi Bumi Jaya menerima OMK dari Paroki Santo Carolus Sekatak, Paroki Santo Stefanus Malinau, Paroki Santo Petrus Mara Satu, Paroki Santo Yosep Sebuku, Paroki Santa Maria Asumpta Katedral Tanjung Selor, dan Paroki Santo Paulus Tideng Pale. Kemudian Stasi Sukamaria menerima OMK dari Paroki Santo Yosep Dumaring, Paroki Santo Yosef Pekerja Juata, dan Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong.

Pada tanggal 5 Juli 2024, Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF ditemani Pastor Rekan Paroki Dumaring, Pastor Bill Lira, MSC; Bruder Melkisedek Demu Raja, MSF, dan Pendiri Yayasan Vinea Dei, Albertus Gregory Tan mengunjungi tiap lokasi live-in untuk menyapa umat dan OMK.

Baca Juga Artikel:  ASAH KEBERANIAN MEMIMPIN PERUBAHAN, 28 KEPALA SEKOLAH DARI 6 KEUSKUPAN IKUTI “SCHOOL LEADERSHIP CAMP”

Mendulang Berkat

Tiba di Dumaring, kelelahan peserta TSYD dibasuh oleh hangatnya sambutan umat dari setiap stasi dengan keceriaan yang mengalir dari sungai sukacita. Terlihat para ibu dan bapak memakai pakaian adat terbaik mereka sembari menari dengan girang. Meskipun umur tak lagi muda, mereka tampak lincah dan anggun dalam tariannya.

Di beberapa stasi, umat tetap antusias menyambut meskipun kedatangan kontingen sungguh larut. Mereka menyambut para OMK ini tidak hanya ke dalam pintu rumah tetapi juga hati selayaknya menyambut Yesus sendiri yang hadir di tengah-tengah mereka.

“Kami sangat senang orang muda bisa berkunjung dan tinggal di tempat kami,” ujar Terfisiana yang akrab disapa Piana sembari diaminkan suaminya, Sastaba Marselinus. Pasutri ini dengan senang hati memberikan rumahnya sebagai Basecamp Kontingen Paroki Pulau Sapi mengadakan kegiatan besar. Mereka juga menerima dua OMK laki-laki, Krispinus Ritan dan Nikolas serta Kepala Paroki Pulau Sapi, Pastor Alya Denny Haloho, OMI untuk tinggal bersama mereka selama kegiatan TSYD 2024 berlangsung sejak 2-6 Juli 2024.

Marselinus sendiri adalah Ketua Stasi Santa Rosa Capuak sekaligus Ketua Tahun Solidaritas Misi Keuskupan Tanjung Selor 2023-2024. Ia berkisah, umat Capuak menganggap para OMK yang datang seperti anak mereka sendiri. “Kami menyediakan 18 rumah dengan masing-masing 9 rumah untuk Paroki Pulau Sapi dan Tarakan,” ujarnya.

Umumnya, umat khawatir jika ada peserta yang sakit selama mengikuti kegiatan. Untuk itu, umat rajin memastikan kesehatan tiap peserta dan mengimbau peserta agar cepat melapor jika jatuh sakit.

Kemudian, ayah dua anak ini turut menerangkan situasi Stasi Capuak yang terdiri dari tiga komunitas basis (kombas). Di lingkungan Kombas I kebanyakan umat berprofesi sebagai petani sedangkan Kombas II dan III, rata-rata merupakan pekerja kelapa sawit. “Tiap minggu kami mengadakan Doa Rosario serta Misa,” sebutnya.

Laki-laki paruh baya berdarah Toraja ini tak lupa menerangkan sejarah panjang hadirnya komunitas umat beriman di Stasi Santa Rosa. Stasi ini pertama kali didirikan oleh Kepala Adat Dayak Asi’i, (Alm) Andreas Jamhari, yang juga adalah ayah mertuanya. Ia juga perintis Gereja yang ada di pusat paroki.

Baca Juga Artikel:  SINODE VATIKAN 2024: Tahbisan Perempuan Dinyatakan Tidak Sah

Tahun 1983 Andreas tiba di Capuak lalu menjadi Ketua Stasi Capuak sejak 1984 hingga 2009. “Dulu hanya ada satu kombas yang mayoritas semua Dayak dengan 19 KK dan sekarang berkembang menjadi 25 KK. Di dua kombas lainnya terdiri dari 35 KK dan 41 KK yang mayoritas pendatang,” bebernya lagi, “Jadi kami Indonesia banget di sini.”

(Ki-Ka) Nikolas, Krispinus Ritan, Sastaba Marselinus, Terfisiana, serta Kepala Paroki Pulau Sapi, Pastor Alya Denny Haloho, OMI saat live-in di Stasi Capuak. (HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Piana pun menambahkan alasan mengapa sang ayah terpikat dengan iman Katolik, yakni karena pengajarannya yang bagus. Selama menjadi ketua stasi, sang ayah bergulat dengan berbagai tantangan, utamanya mengobarkan penghayatan iman umat yang belum 100 persen. Demi umat, sang ayah merelakan rumahnya digunakan sebagai tempat berdoa rosario sebelum gedung gereja stasi dibangun. “Dulu kegiatan itu sangat sederhana, kami hanya berdoa Rosario untuk tetap memelihara iman kami,” ujarnya diiringi air mata mengenang perjuangan sang ayah yang senantiasa terbakar oleh api misioner hingga akhir hayat.

Lokasi gereja stasi hanya berjarak sepelemparan batu dari rumah pasutri ini. Masih terlihat jejak gereja lama. Gedung itu amatlah sederhana terbuat dari papan kayu. Kini terlihat usang akibat dimakan usia.

Dahulu material bangunan dibantu sebagian oleh seorang pastor dari Tarakan yang rajin berkunjung ke sana. Kini gereja baru sudah berdiri yang terbentuk dari hasil iuran gotong-royong umat sebesar Rp500.000 per tahun. Pembangunan dilakukan bertahap.

Pernah Jadi OMK

Melanjutkan api misioner sang ayah, meskipun sudah berkeluarga, Piana tetap rajin menjadi pembina SEKAMI. “Saya selalu semangat melayani karena melihat teladan orang tua yang dulu aktif di Gereja, jadi rasanya aneh jika tidak aktif di Gereja,” akunya.

Baca Juga Artikel:  Mengapa Bapa Suci Menambah Kardinal Baru untuk Indonesia: Ada Dua Kardinal Elektor

Ia pun mengenang komitmen sang ayah yang siap sedia menjadi utusan paroki untuk pertemuan muda-mudi Katolik lantaran tak ada OMK yang mau. Kala itu Piana sedang bersekolah di tempat lain.

“Melihat OMK KTS live-in kemari sontak membangkitkan rasa syukur, setidaknya perjuangan bapak untuk orang muda bisa kami lihat sekarang,” sebut Piana. Ia sekaligus berharap dengan kedatangan kontingen dari paroki lain ini dapat membakar kembali semangat keterlibatan orang muda di stasinya sehingga mereka bisa memiliki kepercayaan diri untuk berkarya.

Tak ketinggalan, Marselinus pun turut mengenang masa mudanya. Sejak SMA ia tinggal di asrama yang dikelola oleh para pastor. Berkat pengalaman itu, ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan pandai bergaul. “Saya merasakan sungguh Tuhan hadir melalui sesama itu saat di asrama. Mereka selalu memberikan motivasi di kala down,” akunya.

Ia juga terkenang pengalaman selamat karena memilih ikut rapat OMK. Saat masih duduk di bangku kuliah, Marselinus diajak temannya untuk pergi dengan sepeda motor, tapi ajakan itu ia tolak lantaran ingat ada rapat OMK. Keesokan paginya, ia mendapat kabar bahwa temannya itu telah tiada. “Dari situ saya berefleksi, Tuhan melindungi saya melalui keaktifan di komunitas OMK. Mungkin jika tidak ikut rapat, saya tidak akan ada di sini,” ujarnya lirih.

Pasutri ini berharap lewat TSYD dengan tema “Misionaris Muda Milenial” dapat mendorong OMK Paroki serta stasi untuk berani membagikan kisah indahnya dikasihi Yesus dan mau menjadi misionaris untuk sesamanya lewat penguasaan teknologi serta keterlibatan aktif di komunitas. “Kiranya live-in dapat mengasah empati orang muda karena telah merasakan makna sebenarnya menjadi bagian dari suatu komunitas,” imbuh Pastor Denny.

Felicia Permata Hanggu dari Dumaring, Kalimantan Timur

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 30, Tahun Ke-78, Minggu, 28 Juli 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles