HIDUPKATOLIK.COM – ADA sekian banyak kegiatan sepanjang tahun 2024 bertepatan dengan peringatan akan pengalaman perjalanan 100 Tahun Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Adanya dua sambutan Ketua Presidium DPP WKRI, Elly Kusumawati Handoko dalam Perayaan Ekaristi dan talk show menunjukkan frekuensi aktivitas yang tinggi dan mendalam.
Puncak selebrasi 100 Tahun WKRI dirayakan dalam Misa Syukur di Gereja Katedral St. Maria Diangkat Ke Surga dipimpin Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo. Selanjutnya Talk Show “Peran Keluarga Dalam Memberikan Perlindungan, Edukasi dan Tempat yang Aman Bagi Anak” digelar di Gedung Graha Pemuda sekitar Katedral. Di dalam acara ini, disampaikan juga Gebyar Sosial Nusantara berbagi kasih dengan anak sekolah. Berbagi kasih merupakan bagian dari WKRI “lahir kembali semakin berarti” dan solider.
Kardinal Suharyo dalam homilinya mengajak WKRI untuk merenungkan sejarah perjalanan 100 tahun di Indonesia dengan merujuk pada komunitas keduabelas rasul yang dibangun Tuhan Yesus Kristus. Pengalaman hidup dan sejarah setiap rasul disampaikan secara variatif. Rasul Petrus dengan karakter yang pernah dikritik Tuhan Yesus. Kemudian bagaimana setiap rasul kontribusi bagi komunitas rasul Tuhan Yesus Kristus. Rasul Yakobus dan Yohanes anak guntur yang dahsyat berharap dan meminta tempat terbaik pada akhir periode kelak. Variabel karakter lain adalah rasul Thomas yang tidak mudah percaya serta selalu meminta pembuktian empiris. Semua karakteristik para rasul yang ditunjukkan Uskup dalam homili pada akhirnya bermuara pada perilaku mereka melarikan diri ketika Tuhan Yesus Kristus ditangkap, dihina, dimahkotai dengan duri dan dibebani kayu salib menuju golgota, sampai wafat di kayu salib itu. Namun, setelah Tuhan Yesus Kristus bangkit dari kematian, komunitas rasul yang tercerai itu disatukan kembali.
Dalam konteks WKRI, para wanita Indonesia dalam 100 tahun hidup dan berkarya secara murni dan konsekuen seturut teladan komunitas Rasul Tuhan pasca-kebangkitan Tuhan. Berdasarkan tag line “lahir kembali semakin berarti” WKRI sebenarnya hendak memberikan perhatian kepada gereja dan tanah air serta berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Eksistensi WKRI ditandai dengan aplikasi perbuatan baik yang bermanfaat bagi lintas generasi. Sementara itu pengembangan WKRI di 36 provinsi seluruh Indonesia menjadi model organisasi sosial yang aktual dan potensial sesuai visi misi WKRI itu sendiri. Karena itu, memeringati 100 tahun WKRI merupakan kesempatan untuk memertimbangkan serta evaluasi sudah sejauh mana WKRI berlayar, berpengaruh, dan bermakna bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari misi WKRI serta interaksi dan kaderisasi WKRI di 36 provinsi Indonesia.
Kelth Jenkins and Alun Muslow editor buku The Nature of History Reader (2004) pada bagian pengantar menegaskan bahwa selebrasi dalam konteks historis, aspek politik dan moral sangat dibutuhkan. Pertama, WKRI sekalipun merupakan organisasi sosial yang menegakkan harkat dan martabat manusia, tetapi tetap memerjuangkannya melalui proses politik yang melahirkan kebijakan politik pro-hak asasi manusia. Kedua, selebrasi seabad WKRI secara moral bersiggungan dengan karya-karya sosial-karitatif dalam pengabdiannya kepada masyarakat. Berpesta dan berkarya dipadukan dalam nilai-nilai WKRI dalam perjalanan sejarah seabad.
Sementara itu, sajauh penulis pahami, latar belakang talk show adalah perubahan cara keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam memberikan edukasi dan perlindungan bagi anak. Masalah mengelola rumah tangga dan keluarga menjadi perhatian tersendiri dalam penyelenggaraan talk show ketika WKRI merayakan 100 tahun usianya. Talk Show yang berjalan mengalir dalam pemaparan dan diskusi tetap menegaskan kepentingan pengelolaan keluarga di era digital ini.
Narasumber dalam acara ini adalah Maya Septi dari Kementerian PPA; Ketua Umum KOWANI Nannie Hadi Thajjanto, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Sri Endras Iswarini dengan moderator Sandrayati Moniaga.
Dalam talk show para narasumber menekankan pengelolaan keluarga pada tahap pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap generasi muda dan anak serta transaksi perdagangan kedua generasi tersebut. Dalam konteks ini, diperlukan kerja sama ibu dan ayah dalam mengelola rumah tangga. Dialog dan diskusi dalam keluarga patut dijalankan. Pengawasan dan perlindungan orang tua terhadap generasi muda dan anak-anak di era digital tidak boleh dihindari atau dengan kata lain dibiarkan saja. Selanjutnya setiap unsur dalam rumah tangga tahu akan tugas dan peranan masing-masing yang laik dijalankan.

Keluarga yang bermutu mampu mencegah dan mengurangi masalah dalam rumah tangga seperti yang disebutkan dalam talk show antara lain, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT); kekerasan seksual; kekerasan fisik sampai dengan pembunuhan; ketidaksetaraan gender, perdagangan orang mulai dari yang muda sampai dengan bayi; ketergantungan terhadap digital gadget mulai dari games, akses media sosial, sampai dengan video porno. Kualitas keluarga dapat diukur melalui survei, riset, dan studi yang mendalam. Hasil studi dan publikasi dapat menunjukkan potret keluarga Indonesia pada zaman sekarang serta pertimbangan dan solusi yang patut dilakukan. Berbagai masalah yang disampaikan Ibu-ibu WKRI dari Indonesia Timur, Tengah, dan Barat beragam dan kontemporer.
Bagaimana mengatasi masalah rumah tangga? Bagaimana mengobati luka-luka batin dalam keluarga? Bagaimana menyediakan dan menjadikan rumah keluarga sebagai tempat hati dan kenyamanan berada? Menurut tag line 100 Tahun WKRI “lahir kembali semakin berarti” merupakan suatu kebangkitan baru yang menguatkan keluarga sebagai unit sosial terkecil. WKRI di 36 Provinsi Indonesia memiliki aspirasi yang mampu menyehatkan keluarga-keluarga secara optimal secara continue, sambung menyambung menjasi satu Indonesia yang sehat. Selanjutnya, pengetahuan dan pengalaman WKRI sepanjang satu abad ini sebenarnya mampu mengendalikan ketidakadilan gender menuju keadilan gender dalam setiap aspek kehidupan. WKRI bersama Pemerintah RI kolaborasi untuk membangun dan menyehatkan bangsa tercinta Indonesia. Kolaborasi spesial melalui proses kaderisasi dan kepemimpinan akan menyetarakan peran dan karya wanita Indonesia sampai ke daerah-daerah terdepan, terluar, dan tertinggal.
Sandrayati Moniaga menyimpulkan bahwa belum memadai dan aman peran keluarga dalam memberikan perlindungan, edukasi dan tempat yang aman bagi anak. Kekurangan ini perlu diatasi dengan semangat 100 tahun WKRI yaitu lahir kembali semakin berarti. Keluarga yang bermutu akan melahirkan WKRI baru serta senantiasa membuka hati bagi penylenggaraan Tuhan dan lingkungan sekitar sesama yang seimbang.
Digahayu 100 Tahun WKRI, God Bless WKRI.

Silverius CJM Lake (Litbang LP3KN)