web page hit counter
Sabtu, 17 Mei 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Paus Fransiskus: Dua Belas Tahun di Puncak Kepemimpinan Gereja, Reformasi yang Belum Selesai

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Paus Fransiskus telah wafat. Ia meninggal pada Senin Paskah (Senin setelah Minggu Paskah) pukul 07.35 waktu Vatikan dalam usia 88 tahun akibat pneumonia berat, demikian disampaikan oleh Kardinal Kuria Kevin Farrell dari Vatikan.

Paus Fransiskus memimpin Gereja Katolik dunia yang memiliki sekitar 1,4 miliar umat selama dua belas tahun. Mantan Uskup Agung Buenos Aires asal Argentina ini menjadi Paus pertama dari Amerika Latin sejak Maret 2013. Dalam sejarah Gereja selama 2.000 tahun, ia adalah Paus pertama yang mengambil nama Fransiskus, dan juga Jesuit pertama yang menduduki Tahta Santo Petrus.

Selama masa sede vacante (kekosongan Tahta Suci), kepemimpinan Gereja dipegang oleh Dewan Kardinal yang saat ini beranggotakan 252 orang. Namun hanya 135 di antaranya yang berhak memilih Paus berikutnya, karena mereka belum berusia 80 tahun.

Dua Belas Tahun 

Paus Fransiskus berasal dari Argentina dan menjadi orang Amerika Latin pertama yang memimpin Gereja Katolik. Ia terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013 dan memimpin Gereja selama dua belas tahun. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires.

Fransiskus memulai reformasi besar terhadap Kuria Roma dan mendorong penerapan moral seksual Katolik yang lebih fleksibel. Karena kepeduliannya terhadap pengungsi, kaum miskin dan mereka yang berbeda keyakinan, Fransiskus juga dihormati di luar lingkungan Gereja. Ia adalah Paus pertama dalam sejarah 2.000 tahun yang mengambil nama Fransiskus, sebagai penghormatan kepada “Santo bagi kaum miskin,” Fransiskus dari Assisi.

Baca Juga:  Dari Konvenas V PUKAT, Tetapkan Denpasar Tuan Rumah 2028

Reformasi yang Belum Selesai

Proyek reformasi konstitusi Gereja yang bertujuan memberi hak suara lebih besar kepada kaum awam belum sempat diselesaikan karena wafatnya Fransiskus. Masa kepemimpinannya juga dibayangi oleh krisis pelecehan seksual yang berkelanjutan di dalam Gereja dan polarisasi yang semakin tajam antara kelompok reformis dan konservatif. Pandemi global COVID-19 selama tiga tahun (2020–2022) juga berlangsung di bawah kepemimpinannya.

Melalui khotbah yang membahas kelemahan manusia dan fokus pada lingkungan serta solidaritas lintas agama, Fransiskus berupaya mengarahkan perhatian Gereja pada prioritas baru. Ia memberikan puluhan wawancara, yang sering kali pernyataannya ditafsirkan secara bertentangan.

Langkah Awal yang Berani

Dalam perjalanan pertamanya sebagai Paus pada tahun 2013, Fransiskus mengunjungi pulau Lampedusa di Laut Tengah. Di sana, ia menyoroti penderitaan para pengungsi dari Afrika dan tragedi kemanusiaan di Laut Tengah. Setelah itu, ia menyerukan doa bersama secara global untuk perdamaian di Suriah. Dalam ajarannya, ia mengecam “diktator ekonomi tak berwajah” dan ketidakadilan distribusi sebagai “akar kejahatan sosial,” serta menyerukan perhatian lebih pada lingkungan, umat manusia dan warisan budaya.

Baca Juga:  Prediabetes: Bukan Sekadar Angka Gula yang Naik

Kandidat Nobel Perdamaian

Fransiskus berkali-kali menyerukan penyelesaian damai untuk berbagai konflik: dari Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, Kolombia pasca perang saudara, hingga Korea Utara dan Selatan. Salah satu langkah diplomatik penting terjadi pada 2014, saat Kuba dan Amerika Serikat kembali menjalin hubungan, berkat prakarsa dari Paus. Namanya pun beberapa kali disebut sebagai kandidat penerima Nobel Perdamaian.

Ensiklik Paus berjudul Fratelli tutti (2020) menggambarkan visi dunia yang lebih solidaritas dan peduli lingkungan, agar umat manusia dapat bangkit lebih kuat dari krisis pandemi. Pada Maret 2022, Fransiskus merilis reformasi besar yang telah lama dinantikan terhadap Kuria Vatikan – amanat yang diberikan kepadanya oleh para kardinal pada saat pemilihannya.

Reformasi tersebut antara lain membuka jalan bagi kaum awam, baik laki-laki maupun perempuan, untuk memimpin lembaga-lembaga Gereja. Ia juga merombak dan menyederhanakan sistem keuangan Vatikan. Namun, ia tidak bisa mencegah Tahta Suci dari situasi keuangan yang mengkhawatirkan pasca pandemi.

Pembatasan terhadap Tradisionalisme

Upaya Fransiskus untuk mereformasi Gereja Katolik global demi meningkatkan partisipasi kaum awam belum selesai. Ia secara tegas membatasi hak istimewa kelompok tradisionalis yang tetap mempertahankan bentuk lama Misa dalam bahasa Latin.

Baca Juga:  Menjawab Krisis Global dengan Iman dan Solidaritas: Refleksi Ekonomi dari Perspektif Katolik

Paus Fransiskus, yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio, lahir pada 17 Desember 1936 sebagai anak sulung dari lima bersaudara dalam keluarga imigran Italia di Buenos Aires. Ia memegang kewarganegaraan Argentina dan Italia sepanjang hidupnya.

Pada tahun 1958, Bergoglio masuk Serikat Yesus (Ordo Jesuit). Tahun 1973, ia menjadi Pemimpin Provinsi Ordo Jesuit di Argentina, masa yang bertepatan dengan kediktatoran militer (1976–1983). Beberapa anggota ordo yang ditahan dan disiksa kala itu menuduhnya lemah dalam menghadapi rezim, namun kemudian mereka menarik kembali penilaian tersebut.

Gaya Hidup Sederhana

Pada tahun 1998, Paus Yohanes Paulus II mengangkat Bergoglio sebagai Uskup Agung Keuskupan Agung Buenos Aires. Dalam jabatan ini pun, ciri khasnya adalah kedekatan dengan kaum miskin dan gaya hidup sederhana serta menghindari sorotan publik.

Dalam pemilihan Paus tahun 2005 setelah wafatnya Yohanes Paulus II, Bergoglio memainkan peran penting. Saat itu ia yang berusia 68 tahun kabarnya mengumpulkan sekitar 40 suara, namun ia mengundurkan diri untuk memberi jalan bagi terpilihnya Joseph Ratzinger/Benediktus XVI (2005–2013).

Saat ini, dari 252 kardinal Gereja Katolik sedunia, hanya 135 yang berhak memilih Paus berikutnya karena masih berusia di bawah 80 tahun.

Bene Xavier dari Wina, Austria

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles