web page hit counter
Jumat, 23 Mei 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Paus Fransiskus: Anak Zaman, Mempengaruhi Zaman

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PAUS Fransiskus, atau Jorge Mario Bergoglio, adalah anak zaman. Keluarganya meninggalkan Italia, pindah ke Argentina, akibat situasi kemiskinan dan runtuhnya tata sosial-ekonomi Italia, akibat Perang Dunia I. Di masa mudanya di Argentina dia mengikuti berita dunia karena Perang Dunia II, dan merasakan betapa orang-orang Yahudi di Buenos Aires mengalami kecemasan dan ketakutan. Paska perang, dia mengalami pergolakan sosial politik  di Argentina, termasuk masa rezim militer dan rezim populis Peron.  Dia mengalami pula saat negaranya terjebak dalam krisis moneter, di tengah jebakan sistem ekonomi dunia yang lebih meminggirkan dan menghasilkan kesenjangan serta krisis. Siapa yang paling menjadi korban akan semua itu, tak lain orang miskin. Itulah sejarah dan zaman yang membentuk dirinya, termasuk pemikiran maupun pilihan keberpihakannya.

Berangkat dari kenyataan tersebut, Bergoglio menentukan pilihan akan nama Fransiskus. Ketika ada perang, retaknya persaudaraan, kerusakan alam ciptaan dan lingkungan hidup, bahkan tata ekonomi serta politik yang hanya dilandaskan pada kepentingan sempit kelompok tertentu, yang paling menjadi korban adalah orang miskin. Sosok Fransiskus Assisi itulah yang dibutuhkan Gereja dewasa ini, selain memang nama itu sangat dicintai oleh seluruh umat Gereja. Kiranya ini juga menjadi pertimbangan Paus dalam memilih nama. Nama Fransiskus Assisi tidak saja tidak asing, namun pula   nama yang begitu dicintai.   Nama tersebut punya catatan penting dalam sejarah Gereja sebagai pembawa pembaharuan bagi Gereja. Nama yang tidak saja sesuai, namun adalah pula nama yang dibutuhkan.

Paus Fransiskus sendiri mengatakan bahwa Fransiskus Assisi adalah pribadi yang memeluk hidup miskin, memperjuangkan perdamaian, dan pribadi yang mencintai serta melindungi alam ciptaan. Nyatanya kita semua tidak memiliki relasi yang baik dengan alam ciptaan, demikian ungkapnya. Saya membayangkan sebuah Gereja yang miskin, Gereja bagi kaum miskin.   Dari sini kita bisa melihat nama Fransiskus bukan sekedar sebagai nama, namun memuat pesan tetapi juga program. Pesan dan program yang termut di dalamnya adalah memandang dunia dan kehidupan dari kacamata serta sudut kehidupan orang miskin.

Baca Juga:  DANTE ALEGHIERI: CINTA, ZIARAH, TEOLOGI TUBUH, PERSATUAN CINTA MISTIKAL

Situasi zaman mempengaruhi serta membentuk pribadi Paus. Dia belajar dari itu semua. Namun tidak sekedar belajar, tetapi juga mencoba menyusun langkah jalan dan tindakan. Maka tidak sekadar menjadi anak zaman, Fransiskus hendak membentuk zaman pula, sebagaimana diperlihatkan dengan pemilihan nama maupun ciri penggembalaan sebagai Paus. Di tengah zaman yang memuja penampilan, kebesaran, kemegahan dan pulasan data maupun bangunan yang seakan indah, mewah dan kokoh, dia memperlihatkan kerapuhan dan keretakan dari segala apa yang terlihat besar dan kuat itu. Maka tanpa ragu diperlihatkan apa yang sebenarnya yang harusnya menjadi fondasi kokoh dari tata kehidupan bersama ini: belaskasih, persaudaraan dan kesederhanaan. Tentu bagi Paus, semuanya itu berlandaskan pada iman, sebab semuanya itu menemukan muara, dasar dan teladan pada pribadi Yesus Kristus.

Saksi zaman

Kardinal Bergoglio, sebelum terpilih sebagai Paus menyebutkan   bahwa Gereja saat ini sedang terlanda semangat keduniawian, karena Gereja cenderung keberpusatan pada diri (self-refential), akibatnya Gereja sakit.   Dia ingin Gereja membebaskan diri dari keterikatannya  pada kekuasaan dan rasa puas diri, merasa diri hebat dan besar, dengan akibat malahan mengabaikan perjumpaan personal dengan Yesus Kristus dan sesama.   Dia lebih membayangkan Gereja yang memar, kotor dan sakit karena berada di jalan-jalan dunia kehidupan karena melayani.   Terbuka, menerima sesama, siapapun mereka itu, tanpa membeda-bedakan latar belakang dan status sosial, itulah peziarahan Gereja di dunia dewasa ini: ada bagi sesama, membangun persaudaraan sejati, menjaga rumah kita bersama.

Kuasa atau kepemimpinan ada untuk melayani, maka kepemimpinan seorang Paus, baginya, menemukan puncaknya pada salib.   Dia  membuka tangannya dengan lebar untuk melindungi semua umat Allah dan merangkul dengan kehangatan kasih semua umat manusia, terlebih mereka yang termiskin, terlemah dan kurang dihargai. Hanya mereka yang melayani dengan kasih yang dapat melindungi.  Itulah   peziarahan Gereja di dunia dewasa ini: ada bagi sesama, membangun persaudaraan sejati, menjaga rumah kita bersama. Itulah perjalanan kita bersama (sinodalitas) sebagai kenyataan peziarahan dalam pengharapan.

Baca Juga:  Wayang Alkitab: Belajar Kitab Suci Sambil Melestarikan Budaya

Perjalanan sinodalitas dan yubileum memang ditandai dengan kenyataan akan kerapuhan dunia kehidupan ini. Tidak mengherankanlah kalau pengalaman sinode tentang sinodalitas dan yubileum ini memberi tempat pada pengenalan serta refleksi akan pengalaman luka, yang tidak saja dilihat namun terutama dialami.    Dalam ungkapan Paus Fransiskus disebut semua ini sebagai pengalaman kelelahan di tengah penatnya perjalanan dalam menapaki padang gurun kehidupan.

Bagi Paus di tengah dunia dewasa ini, yang ditandai dengan kedangkalan, jeratan kultur konsumtif serta mekanisme pasar, semakin hati dan pengungkapan kasih sangat dibutuhkan. Demikian pula   munculnya kecenderungan dalam tubuh Gereja untuk terlalu berfokus pada aktvitas lahiriah dan penataan struktural, menjadi pula alasan baginya untuk mengajak kita semakin kembali kepada hati Kristus.    Dengan mengingatkan ini dia juga mengajak kita agar tidak terlalu menyibukkan diri pada segala apa yang di permukaan maupun yang sementara, namun berani masuk ke dalam kedamalam, agar kita dapat semakin menimba hidup dari hati Yesus sendiri. Itulah hati yang membiarkan lambungnya ditusuk oleh tombak . Demikian Paus  menyebutkan dalam ensiklik terakhirnya Dilexit Nos, yang juga disebut rangkuman pengajaran Paus Fransiskus.

Mempengaruhi Zaman

Gereja ada untuk menjadi saksi perutusan Kristus. Paus Fransiskus menyebutkan dirinya sebagai Paus hanyalah salah satu orang yang menapakkan kaki satu langkah dalam perutusan Gereja itu. Ada banyak langkah-langkah kaki lain. Akan tetapi langkah kaki yang diayunkannya adalah langkah kaki yang tidak saja memberikan kesaksian namun pula pengaruh. Tidak mengherankanlah kalau dokumen, pernyataan dan perjumpaannya dengan berbagai kalangan diikuti serta dipelajari. Akhir-akhir ini, Fransiskus banyak bicara tentang kecerdasan buatan, perang dan perdamaian, rapuhnya persaudaraan, kemiskinan dan ketidakadilan, serta kerusakan rumah kita bersama ini. Semuanya diikuti, juga di kalangan yang bukan Katolik.

Baca Juga:  Harus Benar-benar Mengimani sebagai Orang Katolik

Gema suara dan sikapnya diikuti dan  didengarkan. Tentu tidak semua kalangan setuju dengan itu semua, namun toh dia seringkali diberi kesempatan untuk bicara tentang berbagai persoalan yang melanda dunia ini. Pesannya adalah pesan iman dan moral, sebagaimana sering dikatakan bahwa Gereja adalah guru iman dan moral. Tidak mengherankanlah kalau Paus Fransiskus telah menjadi tokoh dunia, bahkan ada yang menyebut ‘global actor”. Dia   membuka mata kita bahwa apa yang lebih pokok dan mendasar dalam kehidupan ini: kesederhanaan dan keberanian memeluk hal yang biasa. Semakin seseorang sederhana dan berani apa adanya, dia akan semakin mudah menjumpai sesama, terlebih yang kecil, miskin dan menderita, semakin terbuka untuk membangun belaskasihan dan persaudaraan sejati.

Semua itu dijalani dan diwujudnyatakan hingga akhir hidupnya, mereka yang miskin dan tersingkir diberi tempat khusus untuk melepas Paus Fransiskus di pintu masuk Basilika Maria Maggiore, tempat dia dimakamkan. Orang miskin selalu ada padaku, seakan dia hendak mengatakan demikian. Itulah kesaksian, sekaligus pesan bagi dunia dan zaman ini, yang lebih suka memuja kebesaran dan kemegahan. Menjadi sederhana dan berani menjadi biasa, bahkan tanpa ragu menunjukkan kerapuhan itulah kesaksian zaman.

Paus Fransiskus bukan saja anak zaman. Dia ikut pula mempengaruhi zaman. Itulah warisan jasa dan peran Paus bagi Gereja dan dunia kita dalam perjalannya ke depan.   Paus  telah memberikan warisan berharga bagi kita, warisan yang   mempengaruhi gerak perjalanan arah zaman.

T. Krispurwana Cahyadi, SJ (Teolog, Tinggal di Girisonta, Semarang)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles