HIDUPKATOLIK.COM – KEBIJAKAN Trump untuk mendeportasi jutaan imigran yang tidak terdokumentasi alias imigran ilegal di AS menimbulkan tanda tanya di antara umat Katolik tentang ordo amoris. Mana yang diutamakan? Kita (dalam artikel ini adalah warga negara AS) atau mereka (para ilegal)? Topik ini muncul ketika wakil presiden JD Vance yang beragama Katolik di awal tahun ini menjustifikasi kebijakan deportasi dan kebijakan-kebijakan lainnya yang pro-Amerika.
Menurut data dari Center for Migration Studies, populasi imigran ilegal di AS mengapai 12 juta di tahun 2023. Angka ini mencapai 3,5 persen dari total populasi 347 juta penduduk AS per pertengahan 2025. Target deportasi per tahun Trump mencapai 1 juta imigran ilegal. Selama masa jabatannya, ditargetkan 4 juta orang.
Ordo amoris adalah kerangka hierarki kasih yang diajarkan oleh Santo Agustinus dari Hippo dan Santo Thomas Aquinas. Urutan pertama adalah mencintai Tuhan. Kemudian, mencintai keluarga sendiri. Setelah itu mengasihi tetangga, komunitas, wilayah atau negara, dan yang terakhir adalah mereka yang di luar wilayah atau negara. Jadi dari yang terdekat sampai yang paling jauh.
Sebagai respons kepada Pemerintahan Trump, Paus Fransiskus mengirimkan surat kepada para uskup di Amerika Serikat pada bulan Februari 2025. Bapa Suci mengritisi interpretasi sempit ini dengan menitikberatkan pada kasih yang inklusif tanpa kecuali, seperti dalam parabel orang Samaritan yang Baik (Lukas 10:25-37). Argumennya adalah kasih yang otentik tidak hanya mencakup keluarga, komunitas, dan negara, namun juga selalu responsif kepada kebutuhan-kebutuhan urgen dengan menghormati setiap individu, termasuk para imigran dan pengungsi.
Konsep hierarki kasih Santo Agustinus sesungguhnya menempatkan setiap manusia sebagai “tetangga” bagi satu sama lain. Ini seringkali disalahartikan sebagai “tetangga di dekat tempat tinggal,” padahal ini bermakna figuratif dan prinsipil. Dalam dunia yang semakin “rata” ini, makna “tetangga” telah berevolusi menjadi “siapa saja yang bisa dijangkau,” misalnya dengan internet dengan berbagai aplikasinya.
Ordo amoris itu sendiri sesungguhnya mengacu kepada kasih yang melampaui tempat dan nasionalitas yang dilandasi oleh kasih kepada Tuhan. Jadi, sebenarnya argumen Vance kurang tepat karena konsep “kasih” Pemerintahan Trump tidak didasari pada kasih Tuhan sebagai fondasinya.
Lantas, sebagai seorang awam Katolik di mana pun kita berada, apakah kita perlu membantu mereka yang berada di luar komunitas atau bahkan di luar negara kita? Kunci jawabannya adalah praktikalitas dan urgensi kebutuhan atas kasih, bukan hierarki yang kaku. Tentu mereka yang terdekat dan dekat dengan kita seringkali menjadi prioritas, mengingat akses yang mudah dan rendahnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk membantu.
Selain itu, sesuai ajaran Santo Thomas Aquinas, membantu orang tua kita merupakan kewajiban, jadi ini merupakan prioritas. Anggota keluarga yang lain menempati kedudukan selanjutnya, sedangkan konsep “tetangga” yang telah bergeser dari yang terdekat menjadi yang paling urgen membutuhkan terlepas dari lokasi geografisnya, bisa menempati kedudukan selanjutnya. Intinya sepanjang kasih Tuhan merupakan landasan kita dalam membantu orang lain, itu sudah dapat dibenarkan.
Sebaiknya kita tidak terbelenggu oleh “siapa yang harus kita bantu lebih dulu,” namun apakah kita membantu dengan tulus tanpa kondisi dan memang dalam tingkatan urgensi yang tepat. Praktikalitas serta nilai bantuan dapat dijadikan bahan pertimbangan. Misalnya, ketika ada urgensi yang sama namun hanya dapat membantu satu pihak, pilihannya jatuh pada di mana bantuan tersebut lebih bernilai.
Di AS sendiri, kini semakin banyak gerakan dari LSM dan warga negara yang tergerak hatinya untuk membantu para imigran ilegal terancam deportasi yang mempunyai masalah-masalah khusus, misalnya sedang atau ada anggota keluarga penderita sakit terminal yang hanya dapat disembuhkan di negara-negara maju. Juga ada korban penjualan manusia (human trafficking) atau korban persekusi politik, agama, dan orientasi seks di negara asal yang terpaksa harus hidup sebagai imigran ilegal di AS.
Pemerintahan Trump memang bukan rezim yang sempurna, namun mereka juga membukakan mata bahwa konsep teologi Kristen bisa dijadikan landasan kebijakan. Bagi umat Katolik, ini tugas kita untuk mengembalikan makna ordo amoris kembali kepada tempatnya.

Jennie Xue dari California Utara, Amerika Serikat





