web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ketua Lembaga Biblika Indonesia Pastor Albertus Purnomo, OFM: Fondasi Segala Keutamaan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 31 Agustus 2025. Hari Minggu Biasa XXII.Sir.3:17-18,20, 28-29; Mzm.68:4-5ac,6-7ab, 10-11; Ibr.12:18-19, 22-24a; Luk.14:1, 7-14

“KERENDAHAN hati adalah fondasi dari semua keutamaan lainnya. Oleh karena itu, dalam jiwa yang tidak memiliki keutamaan ini, tidak akan ada keutamaan lain kecuali hanya tampilan semu…. Jalan menuju Kristus pertama-tama melalui kerendahan hati, kedua melalui kerendahan hati, dan ketiga melalui kerendahan hati. Jika kerendahan hati tidak mendahului, menyertai, dan mengikuti setiap perbuatan baik yang kita lakukan, jika tidak ada di depan kita sebagai fokus, tidak ada di samping kita untuk bersandar, dan tidak ada di belakang kita untuk melindungi, kesombongan akan merampas dari tangan kita setiap perbuatan baik yang kita lakukan.”

Perkataan dari Santo Agustinus dari Hippo (354-430) ini mengingatkan kembali, betapa kerendahan hati itu sangat menentukan kualitas sikap, tindakan, dan hidup rohani seseorang, terlebih para pengikut Kristus. Jika Santo Agustinus sangat menekankan kerendahan hati sebagai induk sekaligus dasar seluruh keutamaan kristiani, ia kiranya terinspirasi dari ajaran Yesus Kristus dalam Injil.

Baca Juga:  Dalam Misa di Beirut, Paus Leo: Bebaskan Hati Kita untuk Membawa Perdamaian dan Keadilan ke Lebanon

Injil Lukas dalam salah satu perikopnya menceritakan bagaimana Yesus memberikan ajaran tentang kerendahan hati dalam bentuk perumpamaan (Luk. 14:7-11). Pengajaran Yesus ini muncul ketika Yesus yang menyukai perjamuan bersama, melihat sejumlah tamu berusaha menduduki tempat kehormatan agar tampil sebagai orang memiliki status terhormat di tengah masyarakat.

Dalam pengajaran-Nya, Yesus mengingatkan agar orang perlu tahu diri supaya tidak merasa malu jika melakukan kekeliruan. Dalam adat masyarakat Yahudi pada zaman itu, yang didasarkan pada rasa hormat dan malu, sebuah kekeliruan sosial, seperti menempati posisi orang lain, sebagaimana ditunjukkan Yesus dalam perumpamaan, merupakan pengalaman yang memalukan. Rasa malu yang diketahui oleh publik dapat memiliki konsekuensi buruk bagi mereka. Sementara itu, jika diminta duduk di tempat yang lebih terhormat, tentu ini adalah sebuah kebanggaan.

Dalam perumpamaan Yesus yang tampaknya hanya berbicara tentang etiket sosial, sebenarnya ada pesan rohani yang lebih penting di sini, yaitu tentang bagaimana para pengikut Kristus seharusnya bersikap di hadapan Allah. Seperti halnya, tuan rumah yang meminta tamu yang duduk di tempat yang paling rendah supaya duduk di tempat yang lebih terhormat, demikian pula Allah akan menempatkan di posisi terhormat di hadapan-Nya jika orang itu memiliki kerendahan hati.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Pada akhirnya, Allah akan mengatur jalan kepada keselamatan bagi orang yang menyadari ketidaklayakannya dan bergantung sepenuhnya pada kasih dan rahmat-Nya. Karena itu, janganlah pernah merasa diri paling  benar, layak dan terhormat untuk memperoleh tempat terhormat atau memburu pengakuan diri demi gengsi dan harga diri agar menaikkan status sosial. Sebab, masih ada pihak lain yang akan menilai diri kita pantas atau tidak. Jika ternyata apa yang dipikirkan ternyata berbeda dengan kenyataan, justru itu akan semakin mempermalukan diri sendiri.

Yesus menutup ajaran-Nya dengan kata-kata tegas: “Sebab, siapa yang meninggikan diri, akan direndahkan dan siapa yang merendahkan diri, akan ditinggikan.” Perkataan Yesus ini tentunya berlaku bagi kita sebagai pengikut Yesus di zaman ini. Kerendahan hati seharusnya menjadi karakter kristiani dalam hidup dan tindakan kita. Dengan kerendahan hati, kita mampu melakukan penilaian yang realistis terhadap diri kita sendiri tanpa ilusi atau berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan diri kita sendiri. Kita juga tidak menganggap dirinya lebih kecil atau lebih besar dari diri kita yang sesungguhnya.

Baca Juga:  Kongregasi FCh Rayakan 34 Tahun Kemandirian dan Hidup Membiara di Palembang

Kerendahan hati yang sejati memampukan kita untuk menjadi diri sendiri sekaligus menghindarkan kita dari keputusasaan dan kesombongan. Dengan kerendahan hati, kita tidak perlu memakai topeng atau berpura-pura untuk terlihat baik di mata orang lain.  Kerendahan hati membuat kita tidak terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat sementara, seperti ketenaran, reputasi, kesuksesan, atau kegagalan. Kesombongan dapat mempermalukan diri kita. Kerendahan hati membuat kita mampu bertahan dalam setiap situasi. Akhirnya, tersisa satu pertanyaan, “Apakah kita sudah memiliki kerendahan hati?”

 “Sebab, siapa yang meninggikan diri, akan direndahkan dan siapa yang merendahkan diri, akan ditinggikan.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles