web page hit counter
Sabtu, 6 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

OMK dan Budak Kapitalisme di Era Sensasional

3/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Orang Muda Katolik (OMK) dalam refleksi Paus Yohanes Paulus II dipanggil untuk pertama-tama diakui sebagai persona, bukan sekadar kerumunan. Pengakuan ini menuntut OMK untuk menampilkan diri sesuai martabatnya, dengan daya kritis yang sehat dan kepekaan terhadap kebenaran. Namun, realitas sosial dewasa ini memperlihatkan bahwa banyak OMK menghadapi godaan besar dari dua arus kuat yakni era sensasional dan kapitalisme. Era ini ditandai oleh dominasi metrik kuantitatif (click, like, share, comment) dan kecenderungan mengukur kebenaran melalui sensasi, sedangkan kapitalisme menyeret manusia untuk menilai hidup berdasarkan materi dan laba.

Identitas yang Tergadaikan

Dalam era sensasional, identitas seseorang ditentukan bukan lagi oleh kualitas hidup dan kebenaran yang diperjuangkan, melainkan oleh sejauh mana ia “tampil” dan mendapat atensi publik. Metrik kuantitatif menjadi tolok ukur nilai diri, menggantikan substansi dan integritas. OMK yang tidak kritis mudah larut dalam arus ini, menjadikan viralitas lebih penting daripada kebenaran.

Baca Juga:  Bekas Mobil Paus Fransiskus Jadi Klinik Kesehatan Keliling di Gaza

Akibatnya, kritik yang muncul tidak lagi bernuansa akademik atau argumentatif, melainkan cenderung bersifat sensasional. Hoaks, fake news, dan upaya mendiskreditkan orang lain dipakai sebagai senjata untuk menarik perhatian. Hal ini memperlemah daya kritis dan daya ingat, karena semua pengetahuan diserahkan pada sistem cepat seperti search engine, salin-tempel, dan unduh instan.

Hidup yang Terkurung Materi

Kapitalisme memosisikan manusia sebagai subjek yang terikat oleh materi. Dalam pola ini, kebahagiaan diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki, relasi dinilai dari kemampuan finansial, dan partisipasi sosial bergantung pada keuntungan yang diperoleh. OMK yang masuk ke dalam arus ini mudah menjadikan materi sebagai ukuran keberhasilan, mengabaikan nilai spiritual, etis, dan sosial yang lebih mendalam.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Biblika Indonesia Pastor Albertus Purnomo, OFM: Dibaptis dengan Roh Kudus dan Api

Komunikasi pun menjadi transaksional, ditentukan oleh afiliasi tertentu, sementara jejaring sosial lebih menekankan konsolidasi demi kepentingan laba. Akibatnya, solidaritas yang sejati dan semangat persaudaraan Kristiani tergantikan oleh kepentingan ekonomis jangka pendek.

Keterkaitan Sensasionalisme dan Kapitalisme

Sensasi dan kapitalisme saling menguatkan. Sensasi menjadi komoditas, sementara kapitalisme menyediakan panggung dan alat untuk memperjualbelikannya. OMK yang terjerat dalam keduanya akan lebih sibuk memburu engagement (tingkat keterlibatan) dan materi daripada menumbuhkan iman dan martabatnya sebagai pribadi yang dikasihi Allah. Dengan demikian, ada risiko besar bahwa OMK kehilangan jati dirinya sebagai “garam dan terang dunia” (Mat 5:13–14), dan justru larut menjadi bagian dari sistem yang mengobjektifikasi manusia.

Baca Juga:  Paus Leo tentang AI: Generasi Baru Harus Dibantu, Bukan Dihalangi

Tantangan Berat

OMK di era sensasional dan kapitalisme menghadapi tantangan berat yakni menjaga martabatnya sebagai persona yang utuh, bukan sekadar angka dalam statistik media sosial atau alat dalam mesin kapitalisme.

Paus Yohanes Paulus II mengingatkan bahwa OMK adalah orang, bukan kerumunan, sehingga harus berani mengedepankan kebenaran dan substansi di atas sensasi dan materi.

Jalan keluarnya adalah menumbuhkan daya kritis yang berakar pada iman, menilai segala sesuatu berdasarkan martabat manusia, dan menghidupi relasi yang berlandaskan kasih, bukan laba. Hanya dengan demikian, OMK mampu menghindari jerat menjadi budak kapitalisme dalam era sensasional yang penuh ilusi.

Pastor Yudel Neno, Sekretaris Komisi Kepemudaann Keuskupan Atambua, Nusa Tenggara Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles