web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Paus Leo kepada Otoritas Libanon: Berbahagialah Para Pembawa Damai

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Bertemu dengan otoritas sipil Libanon di Beirut dalam perjalanan Apostoliknya ke Lebanon, Paus Leo mendesak kaum muda negara itu untuk berbicara dalam “bahasa harapan,” yang menurutnya telah memungkinkan Libanon “untuk selalu memulai kembali.”

Pada awal Perjalanan Apostoliknya di Libanon, Paus Leo menyampaikan pidato pertamanya di tanah Libanon kepada otoritas sipil Libanon, perwakilan masyarakat sipil, dan korps diplomatik di Istana Kepresidenan di Beirut.

Paus Leo XIV

“Berbahagialah para pembawa damai”, Bapa Suci menggarisbawahi bahwa perdamaian di Libanon bukan sekadar aspirasi, melainkan kebutuhan sehari-hari yang berakar pada tatanan sosial negara yang kompleks dan tantangan yang terus berlanjut.

Paus mengingatkan para pemimpin Libanon bahwa perdamaian di negara mereka bukanlah sebuah abstraksi, melainkan “sebuah hasrat dan panggilan” yang harus dibangun setiap hari.

Baca Juga:  Pesan Paus di Rumah Sakit di Lebanon: Kita Tidak Boleh Melupakan Mereka yang Paling Rapuh

Ketahanan Lebanon

Menyoroti kegigihan rakyat Libanon, Paus menekankan bahwa mereka “tidak menyerah” bahkan dalam menghadapi kesulitan.

Paus menggambarkan ketahanan ini sebagai fondasi untuk membangun kembali dan bergerak maju, seraya menambahkan bahwa hal ini penting bagi mereka yang bertanggung jawab dalam membentuk masa depan Libanon.

Ia menyerukan para pemimpin untuk tetap terhubung erat dengan rakyatnya, terutama generasi muda, dan mendesak mereka untuk berbicara dalam “bahasa harapan” yang telah memungkinkan Libanon “untuk selalu memulai kembali.”

Rekonsiliasi dan kebenaran

Paus Leo kemudian menekankan bahwa perdamaian berkelanjutan membutuhkan pengungkapkan luka-luka masa lalu, dan menegaskan bahwa rekonsiliasi harus diupayakan dengan kesabaran dan kejujuran.

“Ada luka pribadi dan kolektif yang membutuhkan waktu bertahun-tahun, terkadang bahkan bergenerasi-generasi, untuk disembuhkan,” ujarnya.

Baca Juga:  Penyuluh Katolik Berkolaborasi dengan Komunitas Doa Santa Faustina Melaksankan Pembinaan Iman di Rutan Wirogunan

Ia menekankan bahwa kebenaran dan rekonsiliasi “hanya akan tumbuh bersama,” dan memperingatkan agar tidak tetap “terpenjara oleh rasa sakit dan cara berpikir kita sendiri.”

Lembaga-lembaga, tambahnya, harus memprioritaskan kebaikan bersama, yang ia gambarkan sebagai “lebih dari sekadar penjumlahan berbagai kepentingan.”

Tantangan emigrasi

Bapa Suci melanjutkan pidatonya tentang emigrasi kaum muda yang terus berlanjut, mengakui ketidakpastian dan kesulitan yang mendorong banyak orang untuk pergi.

Bapa Suci menekankan bahwa meskipun diaspora Libanon membawa banyak manfaat, “Gereja tidak ingin siapa pun dipaksa meninggalkan negaranya.”

Bapa Suci menggarisbawahi perlunya kondisi yang memungkinkan kaum muda untuk tetap tinggal dan membangun masa depan mereka di negara asal, dan beliau mengajak Lebanon untuk menghindari “seksionalisme” maupun “nasionalisme.”

Mengutip Fratelli Tutti, Paus mengingatkan para pemimpin tentang pentingnya menjaga identitas lokal dan keterbukaan global, dengan menekankan bahwa keduanya adalah “dua kutub yang tak terpisahkan dan sama-sama vital dalam setiap masyarakat.”

Baca Juga:  Hari Studi Struktural 2025: Penguatan Supervisi Formal dan Informal untuk Meningkatkan Pelayanan Pendidikan

Perempuan dan kaum muda

Mengakui kontribusi perempuan bagi masyarakat, Paus mengatakan perempuan memiliki “kapasitas khusus untuk menciptakan perdamaian,” yang berakar pada kemampuan mereka untuk mendukung dan memperkuat ikatan dalam masyarakat. Partisipasi mereka, katanya, merupakan “faktor pembaruan sejati.”

Kaum muda yang tetap tinggal atau kembali ke Lebanon, tambahnya, berkontribusi secara signifikan untuk memastikan bahwa negara itu “dapat kembali menjadi negeri yang penuh kehidupan.”

Menutup pidatonya, Paus mengingatkan mereka yang hadir bahwa perdamaian membutuhkan komitmen aktif dari para pemimpin dan lembaga.

Dialog, bahkan di tengah perbedaan pendapat, katanya, “adalah jalan menuju rekonsiliasi.” (Vatican News/fhs)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles