Perang Troya, Bangun Perdamaian

306
Drama “Perang Troya” di Seminari Mertoyudan.
[Dok. Seminari Mertoyudan]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com - Perdamaian menjadi inti pesan dalam drama “Perang Troya”. Para seminaris Mertoyudan diharapkan merefleksikan hidup damai sebagai rahmat Tuhan.

ADA yang berbeda dengan penampilan para seminaris St Petrus Canisius Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Hari itu, mereka mengenakan busana khas Kerajaan Sparta Yunani. Ada pula yang memakai kostum Kerajaan Troya. Dengan pedang buatan, mereka “berperang” di atas panggung. Para penonton yang memadati Sport Hall Laudato Si’, Seminari Mertoyudan dibuat hanyut oleh legenda “Perang Troya” yang diperankan para seminaris, Minggu, 23/4.

Drama “Perang Troya” menjadi rangkaian kegiatan menyambut pesta pelindung St Petrus Canisius pada 27 April. Drama ini disutradarai seminaris tahun kedua (Medan Tamtama) Fransisco Leonardo. Lakon “Perang Troya” ini berlangsung selama dua jam. Kisah itu bercerita tentang penyerbuan tentara Yunani ke Troya setelah sebelumnya tokoh bernama Paris menculik Helen, istri Raja Sparta Menelaus. Dalam mitologi Yunani, “Perang Troya”, penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia Kecil, oleh pasukan Akhaia (Yunani).

Cerita ini mengisahkan seluruh Kerajaan Sparta yang berusaha menyerang Kerajaan Troya. Yunani melancarkan serangan demi menembus benteng Troya yang kuat. Berbagai cara dilakukan namun belum mendapatkan hasil. Akhirnya, melalui berbagai kegagalan diperoleh ide menyerang dengan membuat patung kuda kayu. Ide ini berhasil dan puncaknya kehancuran Troya karena pasukan Yunani bersembunyi di dalam patung kuda buatan tersebut.

Kekuatan Iman
Rektor Seminari Mertoyudan Romo Gandhi Hartono SJ mengajak para penonton untuk memetik pesan dalam drama “Perang Troya” ini. Ia berharap, drama ini bisa menjadi refleksi bersama manakala seseorang mengalami berbagai masalah. Romo Gandhi yakin pesan yang bisa diperoleh tak lain adalah perjuangan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Mengingat, saat ini banyak kaum muda seringkali menyelesaikan masalah dengan cara mereka yang akhirnya membuat masa depan mereka hancur.

Romo Gandhi menambahkan, tontonan ini memberi inspirasi bagi penonton tentang perjuangan hidup, upaya membangun perdamaian bukan hal yang mudah, tetapi harus diusahakan terus-menerus. Selain itu, dalam memecahkan masalah diperlukan ketenangan dan kejernihan dalam berpikir, mengolah, berefleksi, serta menentukan sikap dan tindakan. “Semoga kita bisa belajar dan memetik nilai-nilai perjuangan dalam menyelesaikan masalah-masalah hidup yang dihadapi,” ungkapnya.

Drama “Perang Troya” ini disaksikan hampir lebih dari 100 anak muda yang datang dari Magelang, Semarang, dan Yogyakarta. Selain itu, ada juga para santri dari pesantren di sekitar Mertoyudan serta para siswa sekolah Katolik dan sekolah negeri. Drama ini tak hanya dilibati para seminaris, tapi juga menggandeng para siswa SMA Tarakanita Magelang, SMAN 1 Magelang, dan SMAN 3 Magelang. “Untuk pertama kali, para seminaris kelas Medan Pratama (tahun pertama) juga ikut ‘berperang’ dalam drama ‘Perang Troya’ ini,” ujar sang sutradara, Fransisco Leonardo.

Selain drama, ada juga iringan kelompok Canisii Seminarium Chamber, kelompok mini orkestra para seminaris Medan Tamtama. Seminari Mertoyudan juga menggelar open house.

Fr G. Mahendra Christi MSF (Magelang)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here