Memuliakan Tuhan Lewat Gamelan

307
Misa Lansia: Komunitas Sukra Kasih mengiringi Misa Hari Lansia Nasional Tingkat Dekanat Timur, di Gereja St Yohanes Maria Vianney, Cilangkap, Jakarta, Sabtu, 23/5.
[HIDUP/Christophorus Marimin]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Selain untuk hobi dan hiburan seni, para anggota komunitas ini mau melestarikan budaya dan pelayanan liturgi. Dengan gamelan mereka memuliakan Tuhan.

Sekilas dari luar, tidak ada yang khas dari rumah berukuran enam kali tujuh meter yang terletak di Jalan Budi Murni No. 99, RT 04, RW 03, Cipayung, Jakarta Timur ini. Tetapi begitu masuk ke dalam, kita akan melihat berbagai jenis alat musik gamelan tertata rapi. Setelah para anggota pengrawit berkumpul dan memulai latihan, suara tetabuhan dari gamelan itu bergema memecah keheningan malam. Demikianlah situasi rumah komunitas Sukra Kasih, ketika HIDUP datang pada Kamis malam, 18/6.

Sukra Kasih didirikan pada Februari 2004, bermula dari acara penggalangan dana untuk pembangunan gereja Paroki St Yohanes Maria Vianney, Cilangkap, Jakarta. Saat itu, Paroki Cilangkap belum memiliki bangunan gereja. Semua kegiatan liturgi dilakukan di Aula SD Budi Murni Cilangkap. Dalam setiap kegiatan penggalangan dana, almarhum Pastor Paroki Cilangkap Romo Ferdinandus Kuswardianto selalu meminta umat agar gereja yang didirikan dapat menjadi oasis iman dan menjadi gereja terbuka yang bisa menerima setiap umat dengan latar belakang budaya yang berbeda. Bahkan demi keragaman budaya umat ini, Romo Kuswardianto juga mendukung adanya Misa Inkulturasi dari berbagai budaya di Indonesia.

Gagasan Romo Kuswardianto ini kemudian ditanggapi sekelompok umat penggemar musik karawitan Jawa dari wilayah VIII. Mereka menyepakati untuk membentuk paguyuban karawitan gereja. Karena belum memiliki gamelan, mereka mengumpulkan uang untuk membeli.

Setelah dana terkumpul, mereka mencari dan menemukan sebuah perangkat gamelan dari besi milik komunitas wayang di Purbalingga, Jawa Tengah. Komunitas ini menawarkan gamelan mereka dengan harga dua puluh juta rupiah. Tawaran itu disambut baik oleh Sukra Kasih. Setelah dana terkumpul, mereka membeli gamelan itu. “Gamelan yang pertama kita beli kurang bagus, karena terbuat dari besi,” ungkap FX Mudjiono, salah satu pendiri sekaligus ketua Sukra Kasih saat ini.

Setelah memiliki gamelan, setiap malam Jumat pada pukul 19.30-21.00 WIB, mereka mengadakan latihan dan gebyakan atau latihan bersama penyanyi/ waranggana. Kebiasaan latihan pada malam Jumat ini, menjadi landasan pemberian nama Sukra Kasih. Sukra diambil dari bahasa Sanskerta dari hari Jumat dan Kasih berarti cinta. Maka Sukra Kasih bisa diartikan sebagai hari Jumat yang penuh kasih atau cinta. Mereka memberi nama komunitas ini pada awal April 2004. Setelah terbentuk, Sukra Kasih memberanikan diri untuk mengiringi kor ibadat sabda peringatan Paskah di wilayah VIII. Peristiwa ini merupakan perkenalan pertama Sukra Kasih kepada umat.

Menghadapi Tantangan
Seiring berjalannya waktu, para pengurus Sukra Kasih memandang perlu untuk mengganti gamelan besi dengan gamelan perunggu, supaya suara yang dihasilkan lebih baik. Untuk membeli satu set gamelan perunggu, dibutuhkan anggaran sekitar seratus juta rupiah. Mereka kemudian mengumpulkan uang secara patungan, dan menerima bantuan dari umat. Tetapi uang yang terkumpul, masih belum cukup. “Karena anggaran dananya besar, maka kami membeli gamelan perunggu itu secara bertahap,” ujar Mudji.

Saat ini, 95 persen gamelan yang mereka miliki sudah dari perunggu. Gamelan itu dimainkan oleh sekitar 28 orang anggota Sukra Kasih dalam latihan maupun tugas. Supaya efektif, 28 anggota itu dibagi dalam dua grup. Grup pertama, dari Wilayah VIII Plus dan grup kedua dari Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) cabang Paroki Cilangkap. Jika salah satu grup bertugas sebagai penabuh gamelan, maka grup sisanya akan menjadi kelompok kornya.

Ada kebiasaan unik saat menggelar latihan, yakni memulai latihan dengan berdoa menggunakan bahasa Jawa kromo. Setelah berdoa mereka melanjutkan dengan latihan lagu-lagu Misa atau tugas lainnya.

Meski sudah memiliki jadwal latihan tetap, menurut Mudji, latihan yang dilakukan tidak berjalan utuh. Hal ini disebabkan oleh kesibukan anggota yang kebanyakan merupakan aktivis gereja. Ada yang menjabat sebagai ketua lingkungan, pengurus dewan paroki dan jabatan lainnya. Seringkali ada dua atau tiga anggota yang tidak bisa latihan, karena sedang mengikuti rapat di lingkungan atau Gereja. Padahal, paduan suara dengan iringan gamelan memiliki sistem kerja yang mirip dengan orkestra. “Jika ada dua atau tiga orang tidak hadir, latihan tidak bisa berjalan dengan baik, karena ada bagian yang hilang,” ujar pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, pada 1 Februari 1952 ini.

Pelayanan Liturgis
Untuk menumbuhkan semangat pelayanan dalam diri anggota, Sukra Kasih memilih moto, “Dengan berkarawitan, kita memuji dan memuliakan Tuhan.” Berdasar moto ini, sejak awal pendirian, mereka mengkhususkan untuk berkegiatan dalam bidang liturgis, mengiringi dan menyanyikan lagu-lagu gereja di gereja.

Sebagai perwujudan dari moto itu, Sukra Kasih berusaha hadir mengiringi perayaan Misa baik di Paroki Cilangkap maupun di paroki lain di KAJ. Rata-rata, mereka bisa bertugas mengiringi Misa dalam tujuh sampai sembilan kali setahun.

Khusus di Gereja Paroki Cilangkap, mereka memiliki jadwal tetap yaitu pada hari Minggu Perayaan Kenaikan Tuhan dan Hari Raya Kristus Raja. Karena sering bertugas pada kedua perayaan itu, pada Juni 2014, Pastor Paroki Cilangkap Romo T. A. M. Rochadi Widagdo mendukung supaya Sukra Kasih bertugas tetap pada kedua perayaan itu. Selain mengiringi Misa Mingguan, mereka juga mengiringi misa pernikahan jika ada yang meminta bantuan.

Menurut sekretaris Sukra Kasih, Scholastika Wiwid Tamtomo, beberapa tugas yang pernah mereka laksanakan. Mereka pernah diundang untuk mengiringi misa Hari Raya Kristus Raja di Paroki St Servatius Kampung Sawah. Mereka juga pernah diundang untuk Misa Pernikahan, contohnya pada 4 Agustus 2014, di Gereja St Anna Duren Sawit dan pada 27 Oktober 2014 di Gereja Paroki St Aloysius Gonzaga, Cijantung. “Ketika kami bertugas memberikan pelayanan di luar paroki, kami hanya menda pat akomodasi untuk ganti biaya transportasi anggota, sewa truk untuk membawa gamelan dan biaya komsumsi latihan,” ujar Wiwid. Sedangkan tugas terbaru yang dilakukan Sukra Kasih dilaksanakan pada Sabtu, 23/5. Hari itu mereka mengiringi Misa hari Lansia Nasional Tingkat Dekanat Timur KAJ, yang diadakan di Gereja Paroki Cilangkap.

Melestarikan Budaya
Komunitas Sukra Kasih merupakan wadah di mana para anggotanya bisa menyalurkan hobi dan menikmati hiburan. “Ada kesenangan tersendiri, ketika berkumpul dan mengikuti latihan,” ujar Wiwid.

Sementara bagi anggota Veronika utami, selain menyalurkan hobi dan hiburan, komunitas Sukra Kasih secara tidak langsung telah mengambil bagian dalam pelestarian budaya. Menurut guru SD St Anna Cipayung, Jakarta ini, pada zaman sekarang ini banyak orang yang tidak tahu jenis budaya daerah di Indonesia. Oleh karena itu dengan Sukra Kasih budaya Jawa itu bisa ditunjukkan dan dilestarikan.

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here