Berubah Sikap Setelah Kuliah

221
2.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh yang baik, kami pasangan suami istri yang menikah 20 tahun lalu. Saat ini, kami sedang mengalami kesulitan berkaitan perubahan sikap anak kami yang sedang duduk di bangku kuliah.

Beberapa bulan belakangan ini, setelah anak kami kuliah, tiba-tiba saja tingkahnya berubah. Padahal, sebelumnya ia sangat mengutamakan keluarga dan tak pernah pulang larut malam. Tetapi, kini ia kerap pulang malam, bahkan kadang tidak pulang dengan alasan menginap di rumah teman.

Kami sudah berusaha untuk bertanya tentang perubahan itu, namun jawabannya selalu sama: “Tidak ada masalah apapun”. Kami khawatir akan perubahan ini dan takut apabila ia terjerumus ke dalam kelompok yang tidak kami inginkan.

Apa yang harus kami lakukan, agar anak kami ini kembali seperti dulu. Mohon bimbingan. Terima kasih.

Maria, Jakarta Utara

Ibu Maria yang baik, salam jumpa. Semoga berkat Tuhan selalu menyertai kita. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa orangtua, khususnya seorang ibu khawatir akan anaknya. Apalagi kalau anak itu sudah menginjak usia remaja yang tentunya mengalami banyak perubahan. Kalau perubahan itu merupakan sesuatu yang positif pasti tidak akan menimbulkan persoalan. Tetapi, seringkali perubahan yang terjadi bersifat negatif. Inilah yang menimbulkan kekhawatiran orangtua. Karena itu, terkadang orangtua menjadi terlalu protektif (secara tidak disengaja) dalam mendampingi anak.

Saya ingin memberi sedikit gambaran terlebih dulu tentang remaja, sebelum masuk ke persoalan Ibu Maria. Masa remaja merupakan tahap perkembangan yang singkat namun penuh gejolak dan perubahan, baik dalam hal fisik, biologis, sosial maupun psikologis. Remaja tidak mau disebut anak-anak lagi, tetapi juga belum mampu untuk mengemban tugas sebagai seorang yang dikatakan dewasa. Kalau diserahi tanggung jawab pun juga belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.

Hal ini juga berpengaruh pada pola pengasuhan yang harus diberikan orangtua. Di satu sisi, orangtua ingin memberi kepercayaan kepada anak namun kekhawatiran masih cukup besar, sehingga perlu pengawasan dan pengendalian.

Selain itu, secara emosional remaja juga lebih sensitif, kadang mudah meledak, dan terkesan seperti menentang orangtua. Bahkan, pendapatnya pun ingin selalu didengar dan permintaannya juga ingin selalu dituruti. Hal ini kadang menimbulkan kesalahpahaman antara remaja dan orangtua, terutama dengan ibu. Terkait dengan persoalan yang Ibu Maria alami, ada beberapa hal yang ingin saya tawarkan.

Pertama, sebaiknya orangtua tetap bersikap tenang dan tidak emosional menghadapi masalah ini. Apa yang dilakukan anak tidak perlu ditentang. Sebaliknya, anak perlu pendekatan secara psikologis supaya mereka tetap bersikap terbuka dan nyaman bila bersama orangtua.

Kedua, cobalah Ibu Maria mencari tahu siapa saja yang menjadi teman dekat anak Anda. Dengan mengetahui, lama-kelamaan Ibu akan mendapat informasi tentang kegiatan anak Anda. Hal ini perlu dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai anak Anda merasa tidak dipercaya. Misalnya, Ibu dapat menyarankan kepada anak untuk mengajak teman-temannya bermain atau menginap di rumah. Ada kemungkinan anak Anda memang memiliki kegiatan cukup banyak, entah berkaitan dengan kegiatan kampus atau mengerjakan tugas kuliah.

Ketiga, di samping kita memberi kepercayaan kepada anak, sebaiknya kita juga tetap mengontrol aktivitasnya. Dalam berkomunikasi pun, lebih baik kita juga seperti “teman” bagi anak kita. Teman yang tidak memaksakan kehendak, tetapi tetap mengajak berdiskusi atau membicarakan banyak hal secara bersama. Selain itu, kita juga perlu menyediakan banyak waktu agar komunikasi dan interaksi secara langsung dengan anak dapat terwujud dan suasana keterbukaan dapat tercipta.

Terakhir, tetaplah berpegang dan percaya kepada kuasa Tuhan. Dengan demikian, Ibu dan keluarga perlu menyerahkan diri secara total kepada-Nya, sehingga Tuhan selalu menyertai Ibu dan keluarga Anda. Selamat mencoba!

Emiliana Primastuti

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here