Martir Korban Reformasi

597
Beato Nicolò Rusca.
[rusca.com]
4.2/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.com – “Oleh penyucian atas roti dan anggur suatu perubahan terjadi atas keseluruhan substansi dari roti dan anggur itu menjadi substansi tubuh dan darah Kristus,” ucapnya suatu kali.

Tahun ini, Gereja Katolik dan Lutheran merayakan 500 tahun Reformasi Gereja. Ini menandai lahirnya 95 tesis yang ditempel Martin Luther di sebuah gereja Katolik di Wittenberg, Jerman. Mantan imam dari Ordo St Agustinus ini seperti bara api yang gagal dipadamkan. Seruan Luther lalu merebak ke seluruh Eropa. Tak menunggu lama, bara itu melahirkan gerakan-gerakan kontra Gereja.

Di Swiss, lahirlah dua tokoh reformasi, yaitu John Calvin (1509-1564) dan Huldrych Zwingli (1484-1531). Gerakan-gerakan ini lahir dengan satu tujuan untuk menentang otoritas Gereja. Akibat Reformasi ini, negara-negara di Jerman di bawah kekuasaan Roma terpecah. Ada yang taat kepada otoritas Gereja, tapi juga ada yang “protes” terhadap Gereja.

Seorang imam yang pantas dikenang sebagai kontra reformasi adalah Pater Nicolò Rusca. Sebagai pastor paroki, ia getol melawan gerakan reformasi. Bagi dia, reformasi dibuat oleh orang-orang yang sakit hati. Mereka tidak dewasa dalam iman dan tak bisa belajar memaafkan kesalahan orang lain.

Putra Bangsawan
Selama Abad Pertengahan, wilayah Bedano, Lugano, Swiss berada di bawah yurisdiksi negara Ambrogio, Milan, Italia. Kekuasaan ini tidak saja dalam bidang sosial, politik, dan pemerintahan, tetapi juga yurisdiksi pastoral. Uskup Como wilayah pelayanan Keuskupan Metropolitan Milan, memiliki memberikan perpuluhan kepada Keuskupan Milan.

Di Bedano, ada sebuah paroki yang sangat terkenal, yaitu Paroki Gravesano. Paroki yang berada di pedesaan ini menjadi terkenal karena dua kapel, yaitu Kapel St Maria (dibangun 1365) dan Kapel St Rocco (dari abad ke-16). Dua kapel ini menjadi tempat favorit bagi Nicolò.

Di utara Bedano, sebuah reruntuhan kastil yang kini masih bisa dinikmati para peziarah, yaitu reruntuhan kastil milik keluarga Rusca (kini kastil itu disebut House of Ruscono). Rumah mewah ini adalah tempat di mana Nicolò lahir pada 20 April 1563. Ayahnya, Antonio Rusca, seorang bangsawan Lariano, Italia. Sedangkan ibunya, Daria Quadrio, putri bangsawan Ticino, Swiss.

Di Kastil Montebello, Nicolò hidup bersama tiga adiknya; Bartolomeo, Christopher, dan Daisy. Meski hidup dalam kemewahan, Nicolò tetap menjaga kesederhanaan. Bersama anak-anak lain, keempat anak Rusca ini tak tampak sebagai bangsawan. Mereka mudah diterima di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Kontra Reformasi
Nicolò masuk sekolah menengah di Pavia. Pendidikan kepribadian, moralitas, dan etika yang diperoleh dari orangtua, membuatnya mantap untuk menjadi imam. Demi tujuan itu, ia masuk ke Collegium Helveticum di Milan. Di sana, ia berkenalan dengan Rektor Seminari, Pater Carlo Borromeo (kelak menjadi Uskup Keuskupan Pozzuoli, Italia, 1537-1540).

Dalam perjumpaan itu, Pater Carlo yakin, Nicolò akan menjadi orang kudus. Hal ini terlihat dari kehidupan doa dan disiplin hidup yang ditampilkan di seminari. Kepada seminaris muda itu, Pater Carlo berpesan, “Anakku, belajarlah agar tetap mempertahankan mahkota imamat. Bila sudah berhasil, berikanlah yang terbaik kepada Hakim Yang Adil.”

Nicolò menjalani studi teologi di Helveticum pada periode 1580-1587. Ia ditahbiskan pada 23 Mei 1587 oleh Uskup Como, Mgr Giovanni Antonio Volpi. Tugas perdananya menjadi Kepala Paroki Sessa, Swiss dan kemudian dipindahkan sebagai Kepala Paroki Sondrio, Italia. Dalam setiap pelayanan, imam Diosesan Como ini dikenal setia kepada panggilan dan pelayanan. Ia juga menjadi imam yang selalu lantang menyuarakan ajaran iman Gereja, seperti kuasa Magisterium, tradisi Gereja, dan Kitab Suci.

Saat menjadi pastor paroki di Sondrio, Pater Nicolò berhadapan dengan situasi reformasi yang dimulai oleh Martin Luther. Bara reformasi Luther membakar beberapa tokoh yang menolak otoritas Paus. Dua tokoh reformasi dari Swiss yang pantas dikenang adalah Calvin dan Zwingli. Zwingli misal, menyerang tradisi berpuasa selama masa Prapaskah. Dalam publikasinya, ia mencatat ada dugaan korupsi dalam hierarki Gereja. Ia mempromosikan pernikahan klerikal, serta menyerang penggunaan ikonoklasme di tempat-tempat ibadah. Pada 1525, ia memperkenalkan Liturgi Perjamuan Kudus baru untuk menggantikan Perayaan Ekaristi.

Sementara Calvin, seorang Prancis yang melarikan diri dari penganiayaan di Paris ke Basel, tempatnya menulis edisi pertama “Institutes of the Christian Religion”. Selain karya itu, Calvin juga dikenal sebagai pengkhotbah yang andal. Di Jenewa, Calvin berhasil menyusun struktur baru Gereja. Dia menyatakan bahwa ada empat fungsi pelayan di Perjanjian Baru; gembala (pastor), pengajar, penatua, dan diakon. Gembala dan pengajar itu bersama-sama merupakan Kelompok Gembala. Penatua bertanggung jawab untuk disiplin Gereja. Struktur ini menjadi dasar Gereja Reformis lain.

Perjamuan Kudus
Pater Nicolò sangat keras menentang dua tokoh reformasi ini, terutama ajaran tentang Perjamuan Kudus. Bagi dia, Gereja Katolik memahami sakramen sebagai saluran rahmat Allah. Jadi, sakramen dalam Perjamuan Kudus adalah sarana keselamatan. Saat Ekaristi ada kata-kata, “Inilah tubuhku… Inilah darah-Ku….” Substansi roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang dikenal sebagai transsubstansi. Pater Nicolò menolak ajaran Luther soal konsubstansiasi, ajaran Zwingli tentang memorialisme bahwa roti dan anggur dalam perjamuan kudus hanyalah simbol saja dan ajaran Calvin bahwa roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus adalah simbol sekaligus tanda Kristus hadir saat itu secara rohani.

Atas perjuangannya mendukung ajaran bapak-bapak Gereja dalam Konsili Trente, membuat ia dijuluki “Hammer of the Heretik”. Ia terus berusaha mengatasi bangkitnya Protestantisme di Eropa lewat ajaran dan kotbah-kotbahnya. Kepada umat Sandrio, dirinya berpesan agar kembali ke pangkuan “ibu” Gereja. Pesannya itu membuat banyak umat tetap setia pada Gereja kendati Protestantisme hadir bak jamur di musim hujan.

Perannya sebagai promotor anti-reformis membuat banyak kelompok pro-reformasi tidak suka padanya. Tahun 1608, Pater Nicolò ditangkap dan dijebloskan dalam penjara dengan tuntutan menghidupi semangat intoleran dan melukai banyak orang. Di penjara, ia menjalani penyiksaan oleh kelompok Republic of Three yang kala itu berkembang sebagai kelompok pro-reformasi. Ia mengalami penyiksaan selama berminggu-minggu hingga meninggal dunia di Rhusis, Graubünden, Swiss, 24 Juli 1618 pada usia 55 tahun.

Proses beatifikasi dibuka pada 1 Februari 1943 oleh Paus Pius XI (1857-1939). Paus Yohanes Paulus II (1920-2005) kemudian mensahkan dekrit kemartirannya pada 27 Mei 1995 dan dinyatakan sebagai Hamba Allah. Ia dibeatifikasi pada 21 April 2013 di Sondrio, Italia oleh Paus Fransiskus. Misa beatifikasi dipimpin Kardinal Angelo Amato SDB, Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus Vatikan. Ia dikenang setiap 4 September.

Yusti H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here