Yang Muda di Ranah Politik

338
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Politik bukan soal meraih kekuasaan, tapi menjalankan tanggung jawab untuk kebaikan banyak orang. Karena itu, seorang politisi diukur dari terlaksananya komitmen untuk kemajuan daerah.

Oktober silam, lini media sosial dihebohkan dengan nama Sebastian Kurz yang terpilih sebagai Kanselir Austria. Nama Kurz pantas heboh. Ia baru 31 tahun. Di kancah politik nasional, Indonesia juga memiliki pemimpin daerah yang sebaya dengan Kurz. Misal, Mochamad Nur Arifin, menjadi Bupati Terpilih Kabupaten Trenggalek saat berusia 25 tahun.

Nun jauh di Kepulauan Bangka Belitung, ada nama Markus. Ia adalah Wakil Bupati Bangka Barat periode 2016-2021. “Saya masuk ranah politik praktis pada usia 24 tahun ketika terpilih menjadi anggota DPRD Bangka Barat. Dan jadi Wakil Bupati saat 31 tahun,” kata Markus saat ditemui pekan lalu di Jakarta.

Modal Sosial
Markus sedang ada urusan dinas di Jakarta. Meski lahir, tumbuh, dan sekolah di Bangka, Markus menyebut ibukota sebagai hal ihwal mimpinya menjadi politisi. Pada 2003, Markus datang ke Jakarta, menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan. Saban hari, Markus mengamati dinamika politik tanah air melalui media massa. Rubrik-rubrik sosial politik dan hukum tak pernah ia lewatkan. “Saat itu, saya merasa, di ruang-ruang politik, saya bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat daerah saya,” kenang Markus.

Lulus kuliah, Markus kembali ke Bangka. Mimpi menjadi politisi, ia tenteng pulang dengan ijazah S1 Hukum. Hanura, partai yang lahir pada 2007 menawarkan jalan bagi mimpi putra keempat pasangan Eddi Tjok Liat dan Tjia Ennie ini. Markus sadar, ia tak dikenal. Tapi sang ayah adalah sosok pengusaha namun dermawan di Bangka Barat. Sang ayah juga salah satu anggota presidium Bangka Barat yang memperjuangkan Bangka Barat sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabloid Sejiran Setason edisi I 2017 mengisahkan, orangtua Markus terkenal berjiwa sosial, khususnya di Kecamatan Simpangteritip. Meski lahir dalam keluarga yang mapan finansial, Markus dan keempat saudaranya dididik untuk rendah hati dan membantu sesama. Markus dan saudaranya, mewarisi kepedulian sang ayah pada masyarakat. Namun, kini lebih mentereng. Markus di pentas politik menerima kepercayaan rakyat untuk memajukan Kabupaten kaya panorama pantai dan laut itu.

Buah pertama legasi sosial sang ayah diterima kakak Markus, Alexander Fransiscus. yang pernah menduduki kursi legislatif Kabupaten Bangka Barat periode 2004-2009. Di periode setelah itu, Alexander naik tingkat, ke kursi legislatif Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Legasi sosial sang ayah kembali berbuah. Markus mengikuti jejak sang
kakak menjadi politisi. “Harus saya diakui, nama baik ayah saya memberi jalan mudah bagi saya dalam meraih suara.”

Markus menduduki kursi legislatif di usia 24 tahun. Hingga saat ini, ia tercatat sebagai wakil ketua DPRD termuda yang pernah ada se-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tugas Berat
Markus sadar akan warisan kebaikan ayahnya di tengah masyarakat. Karena itu, menjadi politisi, kata Markus adalah tugas berat. “Jabatan, bukan untuk dibangga-banggakan, tetapi sebuah tanggung jawab untuk kebaikan masyarakat dan daerah.”

Semasa jadi anggota legislatif, setiap masa reses, ia turun ke desa-desa dan kecamatan, mendengar aspirasi masyarakat. Ia kunjungi langsung kerusakan infrastruktur jalan hingga ke pasar. Peringai Markus persis menyerupai ayahnya yang selalu ada bersama masyarakat.

Markus dikenal sebagai legislatif muda yang vokal; baik dalam mendukung maupun mengkritisi pemerintah. Bagi Markus, jika program pemerintah bagus untuk rakyat harus didukung. Ia tak sungkan memuji setinggi langit. Markus juga tak sungkan untuk mengkritik, jika program pemerintah mandek dan tak hadir di tengah masyarakat.

Karakter muda dan dinamis seperti ini membuat Markus populer di kalangan awak media lokal. Alhasil, di periode kedua, Markus kembali lolos ke kursi legislatif. “Anggota legislatif itu memang harus ngomong ke pemerintah. Tapi tentu ngga asal ngomong, harus dengan tata cara yang baik dan pemahaman masalah yang matang,” jelas Markus.

Baru setahun menjabat di periode kedua ini, Markus dipinang Parhan Ali untuk maju sebagai pasangan cabub dan wabup Bangka Barat 2016-2021. Penunjukan Markus sebagai calon wakil bukan asal tunjuk. Hasil survei menempatkan nama pria bujang ini dengan elektabilitas cukup tinggi. Pasangan Parhan-Markus pun lolos, meski dengan selisih 250 suara saja usai bersaing ketat dengan dua paslon lain. Parhan Ali berusia 68 tahun dan Markus yang muda menjadi kombinasi bupati dan wakil bupati yang unik ditilik dari perbedaan usia.

Beralihnya Markus dari legislatif ke eksekutif bukan karena haus kekuasaan. Markus mahfum, anggota legislatif punya keterbatasan. “Yang menyusun kebijakan (baca anggaran) kan eksekutif. Dewan hanya membahas. Di kursi eksekutif, saya bisa melaksanakan visi misi untuk pembangunan daerah,” jelas Markus.

Benar saja. Di dua tahun periode Parhan dan Markus, Bangka Barat mendapat beberapa pengakuan nasional. Pada penghujung November silam, Markus menerima penghargaan Swasti Saba Wistara bagi Kabupaten Bangka Barat. Penghargaan yang merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan RI dengan Kemendagri ini diberikan kepada beberapa kabupaten atau kota yang dianggap sukses menjalankan program kabupaten/kota sehat (KKS)

Penghargaan nasional lainnya, Bangka Barat menjadi satu dari tiga belas kabupaten/kota di Indonesia yang mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis atau bebas kaki gajah dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Di antara deretan para pemimpin daerah yang menerima penghargaan itu, Markus tampak “muda” sendirian. “Prestasi itu merupakan usaha banyak pihak, terutama para petugas Puskesmas yang secara terus menerus mengajak masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat dan bersih,” papar Markus.

Mendengar Bawah
Markus mengaku, ia dan Parhan segendang sepenarian dalam memimpin Bangka Barat. Gagasan Markus yang muda berkelindan dengan kebijaksanaan Parhan yang sepuh. Pemerintah Bangka Barat pun hadir di tengah masyarakat melalui program “Bina Pamong”. Melalui program ini, jelas Markus, ia dan Parhan sebagai kepala daerah turun langsung bertemu dengan masyarakat, kepala desa, tokoh masyarakat hingga tokoh agama.

Melalui cara ini, Markus dan Parhan bersama dengan Satuan Perangkat Kerja Daerah, melihat, mendengar dan mencatat kebutuhan di bawah. “Masyarakat bertanya, kadang saya dan Bapak Parhan menjawab langsung atau kami serahkan kepada SKPD terkait,” jelas Markus.

Kini, meski menyisakan tiga tahun, Markus dihadapkan dengan banyak orang yang menanyakan satu pertanyaan tunggal: apakah maju sebagai Cabub pada 2021 nanti? Partainya mendukung Markus untuk bertarung. Meski dukungan dan elektabilitas memungkinkan, Markus tak jumawa. Baginya, ia mesti melihat, apakah selama sebagai wakil, banyak program visi-misi berjalan atau mandek. “Survei itu kan buah dari tingkat keberhasilan. Kalau oke saya maju.”

Bertarung untuk kursi nomor satu memang membutuhkan kualifikasi terbaik. Sebab Markus mahfum, ia hidup dalam dinamika politik di mana isu SARA dapat memberangus elektabilitas dalam sekejap. “Dulu, saat saya maju, isu itu juga hangat. Namun hebatnya masyarakat Bangka Barat, mereka tidak terkotak oleh isu tetapi lebih kepada melihat program.”

Markus
TTL:
Simpangteritip 21 April 1985

Pendidikan:
• SD Negeri 335 Simpangteritip
• SMP Negeri I Simpangteritip
• SMA St Yosef Pangkalpinang
• Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Karier:
• DPRD Kabupaten Bangka Barat (2009-2014/2015)
• Wakil Bupati Kabupaten Bangka Barat

Edward Wirawan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here