Seminar Ensiklik Paus Fransiskus: Laudato Si

384
Sesi Tanya Jawab Peserta dengan Pastor Wiryono SJ (kiri) didampingi Moderator, Joko Nugroho (kanan) (Foto: HIDUP/Felicia)
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – UCAPAN Syukur 100 tahun Kongregasi Suster Cinta kasih St Carolus Borromeus (CB) dan 50 tahun Sekolah Tinggi Tarakanita (STARKI) diperingati dengan Seminar Ensiklik Paus Fransiskus ‘Laudato Si: On Care for Our Common Home’, Sabtu, 17/3. Sekitar 50 peserta dari Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Keuskupan Sufragan Bogor, dan rombongan suster CB yang datang dari berbagai kota hadir dalam acara yang berlangsung di Rumah Pertemuan Puspanita Eco Spirit Center, Ciawi.

Laudato Si: On Care for Our Common Home merupakan ensiklik kedua yang dikeluarkan Paus Fransiskus. Judul Ensiklik ini memiliki arti Terpujilah Engkau (Tuhan): Memelihara rumah kita bersama. ‘Laudato Si’ menjadi tanggapan resmi Gereja atas kondisi ibu bumi yang semakin memprihatinkan.

Sebagai narasumber, Pastor Paulus Wiryono Priyotamtama SJ menjelaskan ‘Laudato Si’ adalah cara baru berspiritualitas untuk membangun planet baru. Para teolog melihat suara kenabian yang membawa Gereja menyatu dengan pergulatan dunia, telah dibawa oleh ensiklik ini. Kondisi lingkungan global menunjukkan kualitas ekologi dunia yang menurun setiap tahun akibat keserakahan manusia menguasai alam.

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, Indonesia menempati posisi ke-7 sebagai negara paling tercemar. Indonesia juga didaulat menempati urutan kedua sebagai negara dengan polusi plastik terbanyak setelah Tiongkok. “Marilah kita jaga ibu bumi sebab sejarah menunjukkan jatuhnya sebuah peradaban dimulai dengan krisis ekologi,” ujarnya.

Direktur Puspanita, Sr. Marisa Nur Trisna CB, menguraikan mengenai spiritualitas Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KPKC). Ia menilai mentalitas instan manusia modern bobrok. Perilaku konsumerisme dan hedonisme telah menyebabkan suara Tuhan tidak didengar.

Ada dua masalah ketika manusia menyelesaikan masalah ekologi, yakni tidak tahu prinsip ekologi dan tidak mau tahu tentang prinsip ini. “Sadarkah kita, bumi menjadi sakit akibat ketidakpedulian kita?” ungkapnya.

Oleh sebab itu, ia mengajak peserta untuk meneladani ajaran St Fransiskus agar memiliki iman yang merawat bumi. Iman yang mau bergaul dengan seluruh alam ciptaan tanpa ada rasa jijik. Gereja memanggil umatnya untuk masuk ke tempat yang kudus dan suci demi mengembalikan relasi yang benar dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan seluruh ciptaan.

Ketika manusia sudah adil dalam berelasi maka damai tercipta. Alhasil, martabat manusia dipulihkan dan Allah pun dimuliakan.

Felicia Permata Hanggu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here