web page hit counter
Sabtu, 7 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Go-Blood

4/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – SETUMPUK pakaian kukeluarkan dari lemariku. Kutancapkan colokan setrika dan kumulai menyetrika dengan peluh keringat, sebab suhu hari itu meningkat menjadi panas. Tiba-tiba seorang teman memanggilku di ruang
setrika depan.

“Hai Bro…, ada yang meminta donor darah, keluarga itu amat membutuhkan donor darah. Apakah ada seksi kesehatan?” Kemudian aku mencabut kembali setrika itu dan bergegas mencari seksi kesehatan.

Tak lama kemudian seksi kesehatan yang kugedor-gedor pintunya mulai membuka pintu dan matanya yang sayu karena efek lembur tugas kampus. “Silahkan kalian pergi berdua ya, mau donor kan?” tanya seksi kesehatan kepadaku dan seorang teman yang juga bergolongan darah B.

Kujumpai suami istri itu di bundaran asrama. Mereka tampak gelisah dan cemas. “Bang, bagaimana kami bisa menghubungi kalian nanti?” Dengan santai saya jawab, “Tidak usah cemas Pak, Bu, kami akan segera meluncur ke PMI Jalan Sutomo, sampai jumpa nanti kita di sana ya.”

Mereka pun sedikit lega, sebab orang tua mereka yang sakit akan segera tertolong. Sebab Hb-nya rendah, hanya lima saja, sedangkan Hb normal menunjukkan angka 12 dan membutuhkan 2 kantong darah segar.

***

Kami berdua meluncur dengan angkot Sepakat dan sampailah di PMI. Setengah jam berlalu, namun aku dan Bayu masih cemas, sebab mereka belum juga nampak di PMI. “Jika setengah jam lagi mereka tidak datang, kita putuskan saja untuk pulang ya?”

Bayu pun amat menyetujui tawaranku, sebab kami harus segera masuk asrama dan melanjutkan aktivitas kembali. Ternyata suara motor yang khas itu terdengar dan kami berjumpa dengan pasangan suami istri tadi.

“Wah, maaf Bang, kalian pasti kelamaan ya menunggu kami di sini?” Bayu menjawab dengan santun, “Tidak apa Pak, Bu…kami tidak terlalu terburu-buru.”

Dari begitu panjangnya antrean di PMI, tibalah giliran kami mendonorkan darah. Petugas memeriksa kartu anggota donor kami, mencocokkan dengan golongan darah recipien yang sakit dan akhirnya diperkenankan untuk berbaring di ruang donor. Kemudian perawat mulai mengambil macam-macam alat donor.

“Kepalkan tangan, tahan napas dan keluar kan pelan-pelan…. Iyaa, mohon tunggu sejenak yaa, darah sudah mengalir,” ungkap perawat yang anggun dan merdu suaranya.

Di tengah proses pengambilan darah itu, kulihat seorang bapak berbadan tegap dan berseragam Go-Jek mengintip di kaca ruang pengambilan darah. Ia tampak cemas dan mondar-mandir tampak seperti mencari kepastian jawaban. Kemudian ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan masuk.

“Apakah darah yang saya butuhkan sudah ada?” Dua perawat yang ada di ruangan bersama kami pun dengan suara bersamaan mengatakan, “Beluuum……. pak!!!” Kemudian ekspresi wajah bapak itu semakin tampak risau. Ia amat sedih dan sadar, ia amat membutuhkan darah yang ia kehendaki untuk keselamatan anggota
keluarganya. Akhirnya ia pun kembali menunggu di kursi antrean.

Dengan sadar kurasakan darah segar itu mengalir dari pembuluh darah di tanganku. Untuk sejenak lari dari rasa sakit akibat jarum, aku pun bercakap dengan perawat di sampingku. “Apakah ada aplikasi baru dari Go-Jek untuk memesan dan mengantarkan darah?” Tanyaku sembari berseloroh kepada perawat yang menungguku.

“Tidak ada Bang, andai ada mungkin segerombolan vampire, yang selalu aktif memesan ha..ha..ha….” Aku pun tersenyum dengan jawaban itu dan sedikit merasa bersalah dengan pertanyaan konyolku itu.

Perawat itu pun membuat istilah baru. “Seandainya ada jasa pengantar darah kepada pasien pastilah mereka menamakan grup atau dirinya sebagai Go-Blood, buka aplikasinya tinggal pesan langsung antar. Dia itu bukan hanya anggota Go-Jek. Ia adalah anggota tentara.”

“Tadi siang ia berseragam loreng lengkap dengan senjata, datang ke PMI ini dan sungguh berharap darah pesanannya itu ada untuk keselamatan kerabatnya. Selain menjadi tentara, mungkin ia juga mencari usaha lain demi kesejahteraan sebagai anggota Go-Jek.”

Namun situasi yang kini dihadapinya itu semakin membuatnya bekerja keras menunggu pasokan darah di PMI ini demi keselamatan orang yang dicintainya itu. Proses pengambilan darahku selesai, demikian juga dengan Bayu. Akhirnya darah segar yang mengalir dari tubuhku, 350 CC dalam kantong itu dilepas sang perawat.

“Bu Siregar, silahkan datang ke ruang administrasi,” seru perawat itu. Semua dibereskannya dan ia mulai membayar sejumlah uang pemrosesan darah segar siap pakai itu. Ia berjumpa dengan suaminya dan mengucapkan terimakasih kepada kami.

***

Setelah mendapat pudding dan suplemen penambah darah, kami berjalan kaki menuju angkot yang menunggu penumpang di terminal yang mulai usang itu. Kami naik angkot. Dalam perjalanan itu, sejenak aku termenung akan pengalamanku itu. Aku masih terpesona dengan istilah Go-Blood, meski hanya istilah fiktif ciptaan sang perawat tadi.

Sungguh, demi kehidupan dan keselamatan nyawa, semua cara akan ditempuh. Tak peduli dengan waktu seberapa lama harus menunggu. Bapak dan ibu yang membutuhkan darah di PMI itu pun demikian. Mereka mondar-mandir menuju rumah sakit memastikan surat dan syarat-syarat untuk bisa mendapatkan darah segar.

Tak peduli lagi seberapa deras uang mengalir, demi hidup semua diupayakan, kendati payah. Bukankah setiap saat aku juga bisa menjadi anggota Go-Blood bagi sesamaku yang membutuhkan? Pertanyaanku semakin menantangku.

Angkot yang begitu cepat itu menghentikan permenunganku. Akhirnya sampailah aku di asrama, di unit Carolus Borromeus. Aku termenung di bawah salib usai vesper dan berdoa bagi pasien penerima donor darahku itu supaya lekas sembuh.

Aku memandang salib itu. Ia tampak memandangku dengan senyum dan menunjukkan bekas luka-luka-Nya: di tangan, kaki, lambung, dan kepalaNya. Ia telah membuktikan, bahwa darahNya mengalir lebih deras bagi keselamatan banyak orang, entah baik atau jahat, semua ditebus-Nya di atas kayu salib.

PelayananNya lebih cepat dan tanggap ketika orang membutuhkanNya, lebih dari sekadar Go-Jek, Go-Food, atau Go-Blood. Ia amat tanggap akan keselamatan banyak orang, kendati semua kita hanyalah debu dan bejana yang rapuh dan tak pantas di hadapanNya.

Fr Nicolaus Heru Andrianto

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles