Masyarakat Fakfak Menuntut Penyelesaian Kasus Korupsi di Kantor Bupati Hingga Kejari

573
Aksi unjuk rasa dari Gabungan Mahasiswa Fakfak (GEMAFA), PMII, Pemuda Katolik, PMKRI, Pengurus Dewan Adat MBaham Matta, kelompok Mama-mama Fakfak dan simpatisan dari kalangan Masyarakat yang datang dari wilayah perkampungan. Aksi berlangsung di halaman depan Kantor Pemerintahan Kabupaten Fakfak pada Senin, 20/8/2018. [Dok. pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Kegelisahan batin sebagian Masyarakat Fakfak seakan tak bisa dibendung. Mereka kembali bersuara demi Kemakmuran Negeri Henggi (artinya Kota Pala). Kejanggalan dan pincangnya sistem birokrasi menjadi alasannya. Korupsi terjadi tetapi para Pejabat Eksekutif seolah-olah tidak peduli, terlebih Badan Legislatif, semua seolah menutup mata dan telinga.

Peran KPK kembali dipertanyakan. Mereka menganggap wajar apabila mereka sebagai orang Papua berteriak “merdeka” di negerinya sendiri, akibat tindakan beberapa oknum yang tak bertanggung jawab. Akibatnya penduduk asli setempat merasakan haknya telah dirampas.

Atas kondisi tersebut, Gabungan Mahasiswa Fakfak (GEMAFA), PMII, Pemuda Katolik, PMKRI, Pengurus Dewan Adat MBaham Matta, kelompok Mama-mama Fakfak, dan simpatisan dari kalangan masyarakat yang datang dari wilayah perkampungan melakukan aksi unjuk rasa di Kabupaten Fakfak pada Senin, 20/8 lalu.

Aksi diawali dari kantor Adat Mbaham Matta pukul 10.06 WIT menuju Pasar Tumburuni Fakfak, dengan dikawal pihak Kepolisian Resort Fakfak. Pengunjuk rasa yang dikoordinir Agustinus Ndandarmana menyoroti kinerja birokrasi Pemerintahan Fakfak yang tidak memihak rakyat, lambannya penanganan kasus- kasus korupsi di Fakfak dan perampasan Hak Adat Mbaham Matta.

“Kami cinta Kabupaten Fakfak, maka kami turun ke lapangan. Harus kita akui banyak kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Fakfak, (tetapi seolah) semua diam. Ini ada apa?,” ungkap seorang perwakilan Pemuda Katolik dalam aksi tersebut.

Dengan lantang ia mengatakan, “kami turun murni untuk menyuarakan kepentingan umum. Korupsi musuh nomor satu, karena jelas-jelas bertentangan dengan perintah serta tuntutan Injil yakni kasih terhadap sesama. Korupsi sebagai kejahatan yang harus dicegah, dengan berlaku jujur, tidak menyelewengkan kekuasaan demi diri, keluarga atau kelompok serta berani menolak ajakan untuk melakukan korupsi,” imbuhnya lagi

Para pengunjung rasa yang didominasi para kaum muda juga menyoroti kurangnya kesadaran masyarakat asli Fakfak dalam menyuarakan ketidak-adilan yang sudah nyata terjadi, tetapi beberapa orang cenderung mencari kenyamanan, agar tak menjadi korban dalam sistem. Tak pelak lagi, aksi kedua pun kembali dilancarkan di Kantor Pemda Fakfak,  setelah aksi sebelumnya pada Selasa, 7/8 lalu.

“Saya siap pasang badan, jika dalam aksi ini ada yang tertangkap. Menuntut kebenaran adalah bagian dari iman, maka kebenaran harus dituntut. Memang benar tuntutan Mahasiswa dan Pemuda karena didukung dengan bukti-bukti”, demikian diungkapkan oleh Ketua Dewan Adat Mbaham Matta, Sir Zet Gwasgwas.

Para pengunjung rasa melakukan long march dengan berjalan kaki menuju Kantor Bupati Fakfak, hingga mengakibatkan kemacetan dari pasar Tumburuni menuju Kantor Bupati Fakfak. [Dok.pribadi]
Usai menyampaikan orasi selama sekitar satu jam di Pasar Tumburuni Fakfak, para pengunjuk rasa melakukan long march dengan berjalan kaki menuju Kantor Bupati Fakfak. Kemacetan pun terjadi, mulai dari pasar Tumburuni hingga menuju Kantor. Massa tiba pada pukul 12.36 WIT, sementara sekitar 50 anggota Kepolisian yang dibantu personil Satpol PP telah melakukan penjagaan di lokasi unjuk rasa.

Massa dan perwakilan Gemafa yang telah tiba di kantor Bupati Fakfak kemudian melanjutkan orasi kekecewaan atas janji Sang Bupati, yang sedianya akan bertemu dengan para pengunjuk rasa dalam kesepakatan aksi pada Selasa, 7/8 sebelumnya.

Kini, kekecewaan yang sama kembali diterima pada aksi kedua, dikarenakan Bupati Fakfak Mohammad Uswanas sedang tidak berada di Fakfak. Untuk itu perwakilan massa kembali meminta agar perwakilan Pemerintah Pusat, bersedia untuk menemui mereka.

“Kami sudah lelah dengan janji-janji, untuk itu kami meminta kepada Pemerintah Pusat untuk turun sendiri ke lokasi dan melihat kami disini serta mengusut tuntas kasus-kasus korupsi yang terjadi di Fakfak”, pinta perwakilan Gemafa, Eliyas Hindom.

Sekitar 50 anggota Kepolisian, dibantu petugas Satpol PP, mengamankan aksi unjuk rasa. [Dok.pribadi]
Orasi pun tetap dilanjutkan dengan menyoroti kasus-kasus pada beberapa proyek seperti Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Fakfak, Pengadaan Sapi di Bomberay, Pembangunan Reklamasi Pantai Fakfak, Pembangunan Bandara Internasional Siboru Fakfak, dan Perampasan Tanah Adat Pertuanan Ati-ati seluas sekitar 150 hektar.

“Saya Putri keturunan Ati-ati, merasa wilayah kekuasaan kami sudah diporak-porandakan oleh Bupati. Kembalikan tanah kami 150 hektar. Jangan berpikir kami tidak bisa marah, kami juga bisa marah. Kalau mau membangun maka kita mari duduk bersama untuk membangun”, tegasnya.

Ungkapan kekecewaan para pengunjuk rasa dilampiaskan dengan membakar sejumlah ban di halaman kantor Bupati Fakfak. Asap nan pekat pun membumbung hingga hampir menutupi beberapa bangunan disekitarnya.

“Kami datang untuk menyampaikan aspirasi untuk kepentingan Fakfak dan regenerasi anak cucu ke depan. Kami ingin agar kasus-kasus korupsi yang terjadi di Fakfak, diusut sampai tuntas jangan didiamkan,” ujar Koordinator Umum Lapangan pengunjuk rasa, Agustinus Ndandarmana.

Ndandarmana menjelaskan bahwa aksi pembakaran ban sebagai ungkapan kekecewaan atas pemerintahan saat ini. “Namun kami tidak anarkis. Saya memastikan aksi unjuk rasa ini berlangsung damai. Massa aksi tidak diperbolehkan membawa benda tajam,” katanya.

Ia telah menginstruksikan setiap Koordinator Lapangan (Korlap) aksi untuk mengantisipasi adanya penyusup yang hendak mengganggu jalannya aksi. “Termasuk mengantisipasi oknum yang mengonsumsi minuman beralkohol atau membawa senjata tajam saat aksi. Satu Komando, Satu Tujuan untuk Fakfak”, tegasnya.

Seakan tidak puas dengan aksi bakar ban, massa bersikeras untuk memalang Kantor Bupati Fakfak, namun dihadang oleh pemilik hak ulayat tanah tersebut.

Sekitar pukul dua siang waktu setempat, Kapolres Fakfak, AKBP Deddy Foury Millewa, akhirnya bersedia menemui perwakilan pengunjuk rasa dan mengarahkan massa fagar tenang serta tidak terprovokasi. Dalam pertemuan tersebut, Kapolres berjanji akan mempertemukan Bupati Fakfak dengan perwakilan pengunjuk rasa, setibanya Bupati di Fakfak.

Long March Menuju Kejari Fakfak
Pukul 14.40 WIT, massa melanjutkan aksi long march dari Kantor Pemda Fakfak menuju Kejaksaan Negeri (Kejari) Fakfak. Nampak Sejumlah aparat Kepolisian bersiaga didepan pintu Kantor Kejari Fakfak.

Massa menuntut agar kejari Fakfak dapat mengusut tuntas berbagai kasus korupsi yang ada di Fakfak dan mempertanyakan registrasi pendaftaran atas kasus tersebut yang tidak pernah diusut.

“Masyarakat merasakan penderitaan, makanya bersuara. Dua lembaga yang dipercaya dapat menyelidiki berbagai kasus yang terjadi adalah Penyidik Kepolisian dan Penyidik Kejari,” ujar salah seorang perwakilan Gemafa.

Mereka datang untuk kembali meminta kepastian, sejauh mana kasus yang sudah didaftarkan itu telah ditangani. “Kami meminta keterbukaan dari Kejari Fakfak dan adanya kepastian tindakan hukum bagi para koruptor yang ditangkap”, harap perwakilan Gemafa lainnya.

Menanggapi aksi tersebut, Kejari Fakfak yang diwakili oleh Muji Achmad meminta maaf karena Kepala Kejari Fakfak, Firdaus, SH, MH sedang berada di luar Fakfak. Achmad menambahkan, “terkait Kasus-kasus yang dipertanyakan, kami tetap melaksanakan penanganan hukum. Total yang sedang disidangkan di pengadilan Tipikor Manokwari adalah sebanyak delapan perkara dan terbukti,” beber Achmad.

Achmad menjelaskan, sementara ini beberapa kasus yang ada masih dalam proses pemeriksaan saksi, terdakwa, dan tuntutan. Mekanisme penanganan kasus diperbolehkan untuk melakukan penyelidikan sendiri. Setiap kasus terdapat evaluasi.

Pada kasus 2015, Achmad mencontohkan, berdasarkan informasi yang sudah masuk, telah dilakukan supervisi, meskipun masih belum ada kabar. “Kami berharap dapat diberikan waktu terkait tindak pidana khusus, maka kami perlu mengecek registrasinya sesuai tagihan laporan,” jelasnya.

Achmad beralasan, kewenangan Kejari Fakfak terbatas. “Kami tidak menutupi segala sesuatu yang berbau korupsi. Ada mekanisme dan proses, maka akan ditelusuri,” pungkas Achmad.

Sekitar pukul 15.25 WIT, massa masih tetap bertahan di lokasi dan meminta agar pihak Kejari dapat menunjukan buku registrasi dan berita acara, terkait kasus yang telah didaftarkan. Dikarenakan perwakilan pengunjuk rasa telah lengkap membawa bukti-bukti fisik, terkait nomor registrasi kasus-kasus yang sudah didaftarkan di Kejari Fakfak.

Tetapi dengan berbagai alasan, pihak Perwakilan Kejari Fakfak tetap bersikeras tidak mengijinkan perwakilan massa untuk melihat buku registrasi pada saat itu, dengan alasan harus membongkar gudang berkas dan memilih register sesuai permintaan hari ini.

Selanjutnya Pihak Kejari berjanji akan menghubungi Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus yang sementara berada di Manokwari. Usai melakukan negosiasi, sekitar pukul 15.52 WIT pihak Kejari Fakfak berjanji akan menemui perwakilan masa pada Selasa, 21/8, untuk menunjukan apa yang diminta oleh pengunjuk rasa.

Bak pungguk merindukan bulan, pertemuan selama sejam yang dilangsungkan di ruang Kejari Fakfak pada Selasa, 21/8, mulai pukul setengah empat sore waktu setempat, tetap belum dapat memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa.

Pihak Kejari Fakfak beralasan, Kasi Pidsus masih berada di luar Fakfak dan baru tiba Jumat Minggu depan. Negosiasi akhir disepakati bahwa untuk minggu depan, pihak Kejari akan mengontak perwakilan pengunjuk rasa untuk bertemu Kajari Fakfak dan Kasi Pidsus secara langsung.

 

Penulis: Marthina Fifin Da Lopez (Fakfak)
Pengunggah: Antonius Bilandoro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here