Kembali Menjadi Katolik setelah Bercerai

7626
[americamagazine.org]
3.8/5 - (6 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh yang terkasih, saya perempuan, 35 tahun. Enam tahun lalu, saya menikah dengan laki-laki dari Gereja Protestan. Waktu itu, karena sudah terlanjur hamil, saya ikuti saja permintaan suami untuk pindah agama. Tiga tahun setelah menikah, kami tidak bisa akur. Saat ini kami sudah cerai. Saya ingin sekali kembali menjadi Katolik. Apa yang harus saya lakukan?

Anastasi Melinda, Jakarta

Erlin yang terkasih, sebelum menyampaikan jawaban, ada satu hal yang saya syukuri dari pengalaman Anda. Akhirnya Anda inginkembali ke pangkuan Gereja Katolik, kendati telah melakukan kesalahan berat dengan menikah di luar Gereja Katolik tanpa izin. Kesadaran ini penting, mengingat perkawinan Anda yang gagal itu bukan hanya karena Anda telah menikah dengan pihak di luar Gereja Katolik, tapi juga perkawinan itu membuat Anda keluar dari Gereja Katolik, dengan demikian terkena hukuman tak boleh menerima Komuni.

Perkawinan yang sah, menurut Gereja Katolik, menyangkut kesediaan dari kedua pihak yang mau menikah untuk melangsungkan pernikahan di Gereja Katolik menurut forma canonica (rumusan resmi Katolik) yang telah ditetapkan dalam Hukum Gereja. Meskipun hanya satu saja pihak yang Katolik, pernikahan harus dilangsungkan di Gereja Katolik dengan peneguh dari pihak Gereja Katolik (diakon, imam, uskup)

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK 1983), khususnya dalam Kanon 1108-1123, ditetapkan berbagai peraturan tata peneguhan kanonik, mulai dari keharusan menikah hanya di hadapan peneguh Katolik, di paroki pihak Katolik, sampai tata peneguhan dengan forma canonica. Prinsip ini harus dipenuhi oleh setiap perkawinan orang Katolik, baik kedua pihak maupun hanya satu saja pihak Katolik.

Izin untuk menikah di luar Gereja Katolik dimungkinkan jika pihak Katolik telah mengajukan permohonan menikah di luar Gereja (sebagai tempat upacara liturgis) dan telah mendapatkan izin dari Ordinaris Wilayah atau Pastor Paroki (KHK Kan 1118 § 1 mengenai Tempat Upacara Liturgis). Selain itu, perkawinan harus diteguhkan oleh peneguh Katolik (diakon, imam, uskup) serta dua orang saksi (KHK Kan 1108 §1).

Penghindaran dari peneguhan Katolik akan menggagalkan atau menghalangi perkawinan karena tidak memenuhi salah satu atau semua syarat tata peneguhan kanonik (Katolik) dan membuat perkawinan tidak sah dan dinyatakan tidak ada. Meskipun sudah dicatat secara sipil, atau sudah menikah secara sipil, Anda tidak diperhitungkan sebagai orang yang menikah dan dianggap berada dalam perzinahan.

Dalam kondisi berada dalam pernikahan yang tidak sah, pihak Katolik dikeluarkan dari komunitas Gereja dan tidak diizinkan menerima Komuni. Dia juga tak dapat menerima rahmat dari pelayanan pastoral lainnya, seperti pemberkatan, Sakramen Krisma, Sakramen Perminyakan, sebelum perkawinan dibereskan atau dibarui.

Jika pada kemudian hari, seperti yang Anda tuturkan, perkawinan itu ternyata gagal dan Anda terpaksa bercerai, semua itu adalah peristiwa sipil yang berada di luar peraturan Gereja Katolik. Pertanggungjawaban Anda kepada Gereja hanyalah bahwa Anda melakukan pernikahan tak sah dan mengeluarkan diri dari Gereja Katolik.

Karena Anda menginginkan kembali ke pangkuan Gereja Katolik, maka Anda perlu membereskan semua urusan perkawinan yang tak sah itu; mengurus keabsahan perpisahan sipil; dan kemudian mengaku dosa kepada pastor paroki tempat di mana Anda tinggal. Urusan iman dapat diselesaikan dengan menerima Sakramen Tobat dan melalui suatu proses pertobatan sejati. Urusan sipil juga harus diselesaikan, mengingat adanya akibat hukum sipil dari perkawinan Anda.

Semoga peristiwa ini semakin meneguhkan Anda dan kita semua para pembaca, bahwa menikah di Gereja Katolik bagi kita adalah suatu yang utama, penting diperhatikan, dan dipertahankan, untuk menjamin suatu pernikahan yang sah, terlindungi hukum Gereja, dan akhirnya tetap mendekatkan kita kepada Gereja dan menerima rahmat-rahmat rohani darinya. Tuhan memberkati.

Alexander Erwin Santoso MSF

HIDUP NO.47 2018, 25 November 2018

2 COMMENTS

  1. Bagaimana bila mereka Sudah mempunyai anak. Apakah status anak tsb? Mengingat mereka tidak menikah secara katolik.
    Karena menurut gereja mereka telah berzina?

Leave a Reply to Yovita emi pujiastuti Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here