Mengenal Spiritualitas Paskah yang Dinamis dari Kota Florence

317
Kepala Biara Benediktin Italia, Bernardo Francesco Maria Gianni memimpin Retret Prapaskah tahunan (meditasi) pada hari pertama, 10/3, diikuti oleh Paus Fransiskus dan 65 anggota Kuria Roma. [Dok.zenit.org/Vatican Media]
4/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kepala Biara Benediktin Italia, Bernardo Francesco Maria Gianni mempersembahkan meditasi Prapaskah pertamanya kepada Paus Fransiskus dan 65 anggota Kuria Roma pada Minggu malam, 10 Maret 2019.

Olah spiritual itu dilakukan di Casa Divin Maestro di kota Arricia, tepat di luar Roma, Italia. Tema yang diusung, The City of Ardent Desires: For Paschal Looks and Gestures in the Life of the World (kota yang bergairah dan bersemangat: untuk penampilan dan gerakan Paskah dalam kehidupan dunia-red). Vatican News telah memberitakan tentang peristiwa tersebut.

Baca: https://www.hidupkatolik.com/2019/03/13/33651/pesan-retret-prapaskah-paus-cabut-akar-ketidakpedulian/

Meditasi pertama yang dimaksud difokuskan pada puisi penyair Italia Mario Luzi (1997) yang berjudul We are here for this (Kami di sini untuk ini-red.). Refleksi Kepala Biara itu dimulai dari perspektif lokasi biara Benedictin yang menghadap ke kota Florence Italia; dimana Giorgio La Pira, Walikota Florence yang saleh pada masa setelah Perang Dunia II, dan sekarang disebut “Yang Mulia” (dalam perjalanan menuju kesucian); digambarkan sebagai “lokasi geografis yang berahmat”.

Paus dan para kolaboratornya diundang untuk melihat kota Florence dan menemukan petunjuk tentang “bagaimana Allah hidup di kota ini”. Bersamaan dengan godaan si jahat yang hampir membuat kita memiliki, mendominasi, dan mengondisikan hal-hal di dunia ini.

Seseorang perlu memiliki tatapan yang dibangkitkan oleh Roh Kudus dan Firman Tuhan, sebuah tatapan permenungan, syukur, dan kewaspadaan yang diperlukan, serta nubuat. Yakni sebuah pandangan yang dengan mudah mengenali bahwa kota kita adalah gurun.

Biarawan Benediktin itu menjelaskan bahwa tatapan penuh perhatian dari atas juga merupakan dorongan untuk menyalakan kembali api demi memulihkan kehidupan sejati dalam Kristus dan Injil.

Dia mendesak para pendengar untuk memiliki apa yang disebutnya “tatapan misteri menuju Florence”, sehingga tindakan pastoral dan kepedulian mereka terhadap umat dan kemanusiaan yang dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan, dapat benar-benar menjadi “nyala api baru dari hasrat yang kuat”, yang mengubah gurun menjadi taman kecantikan, kedamaian, keadilan, dan harmoni.

Mengutip kata-kata dari mistikus Skotlandia pada abad pertengahan, Richard of Saint Victor: where there is love, there is a look (di mana ada cinta, ada penglihatan), Kepala Biara Gianni berbicara tentang perlunya mengenali jejak dan petunjuk yang ditinggalkan Tuhan ketika Dia melewati sejarah dan kehidupan kita.

Dalam cinta inilah, seseorang harus membaca penglihatan La Pira tentang Florence, tentang Yesus di Yerusalem, dan tentang semua yang Tuhan temui. Gianni berkata, itu adalah perspektif yang memperkenalkan “Paskah yang dinamis”, membuat kita sadar akan persaudaraan yang lemah. Kekuatan persaudaraan, tegas Gianni, adalah batas baru Kekristenan.

Mengingat bahwa humanisme dimulai dari Kristus, kepala biara mengundang peserta retret untuk melihat sekilas wajah belas kasihan orang mati dan Yesus yang telah bangkit, yang menciptakan kembali kemanusiaan kita yang terfragmentasi oleh pergumulan hidup atau ditandai oleh dosa.

“Mari kita biarkan Yesus memandangi kita,” desak pemimpin retret itu, agar “kita belajar melihat seperti yang Dia lihat,” sama seperti yang Ia lakukan dengan pemuda yang kaya dan Zakheus. Kepala Biara Gianni menggambarkan tatapan Kristus sebagai tatapan yang menyapu rasa takut tidak mengenal Tuhan, tetapi yang sudah mengubah hati.

Kepala biara itu mengingat kembali kata-kata St Agustinus –If you are not attentive to your heart, you will never know if Jesus is visiting you or not (bila Anda tidak memperhatikan hati Anda, Anda tidak akan pernah tahu apakah Yesus mengunjungi Anda atau tidak-red.)- dan menekankan pada pertobatan hati agar mengakui kehadiran Allah dalam sejarah kita dan membuka diri pada harapan membara yang baru dan belum pernah terjadi.

Gianni turut mendesak orang-orang yang dikuduskan untuk hidup sederhana dan kenabian, di mana Tuhan ada di depan mata dan di tangan mereka, dan tidak ada yang lain yang diperlukan. “Hidup bakti,” katanya, “adalah visi kenabian dalam Gereja .”

Yakni pandangan yang melihat Allah hadir di dunia, meskipun banyak yang tidak menyadarinya. “Dia adalah kehidupan, Dia adalah harapan dan masa depan,” kata kepala biara Benedictin itu.

 

Sumber: ZENIT-SPIRITUALITY & PRAYER (11 Maret 2019, 17:05)
Antonius Bilandoro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here