Pastor Victor Pogrebnii: Dulu Tentara, Kini Gembala

404
Pastor Victor Pogrebnii (depan kiri) bersama para imam di Katedral Chişinău, Moldova.
[vaticannews.com]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Kakek berusia 66 tahun itu menerima Sakramen Imamat tujuh tahun silam. Separuh hidupnya ia abdikan sebagai prajurit Uni Soviet.

Cerita Pastor Victor dimulai di Desa Slobozia-Raşcov, di jantung Transnistria; wilayah yang masih diperebutkan antara Ukraina dengan Republik Moldova. Meski menjadi “tanah sengketa”, desa kecil ini subur panggilan. Banyak imam lahir di tanah ini. Pun Victor kecil bercita-cita menjadi pemimpin perayaan Ekaristi.

Slobozia-Raşcov, komunitas kecil nan berani. Benih iman Katolik subur di sana. Ketika rezim komunis mengendalikan pada medio 1970-an, komunitas ini berani mendirikan gereja secara berselindung.

Katolik Klandestin
Tetapi, Victor mesti mengubur cita-citanya menjadi imam. Ia harus mengikuti wajib militer dan menjadi anggota Angkatan Laut Uni Soviet. Ia juga harus angkat kaki dari Slobozia-Raşcov.

Meski berat hati, Victor menjalankan tugas militer secara penuh tanggung jawab. Bahkan, karier militernya lumayan cemerlang. Ia terus naik pangkat hingga menjadi seorang perwira. Benih panggilan masih ia simpan di relung hati yang paling dalam. “Saya tidak pernah kehilangan iman, dan terus memeliharanya.”

Jalan hidup Victor penuh liku. Lagi-lagi, ia mesti menguburkan sementara benih panggilan itu. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang gadis yang kemudian ia nikahi pada 1970. “Saat di depan altar, saya berjanji akan menjadi suami dan ayah yang baik.”

Kehidupan keluarga dan karier militernya berjalan beriringan. “Hidup saya mulai berubah. Saya amat bahagia. Saya amat mencintai istri dan anak-anak saya,” ujarnya.

Mereka dikaruniai dua buah hati. Setelah dua anaknya dewasa, Victor dikaruniai tiga cucu yang lucu. Hidupnya mendekati sempurna.

Namun, kehidupan imannya tak selalu tenang. Menghayati iman dalam bayang-bayang rezim komunis bukanlah perkara mudah. Apalagi ia berada di jajaran perwira militer yang memiliki struktur super ketat. Suatu ketika, ia kedapatan atasannya membawa salinan Injil di tasnya kala bertugas ke wilayah Kutub Utara. Ia juga pernah dilaporkan polisi lantaran ikut membantu membangun sebuah gereja di Slobozia-Raşcov, tanah kelahirannya.

Victor pun harus menghadiri Misa secara sembunyi-sembunyi di sebuah gereja yang berada di seberang kantor Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti alias KGB, badan intelijen Uni Soviet. “Saya harus hati-hati agar tidak terlihat. Saya ini seorang perwira militer dan Katolik klandestin,” kisahnya seperti dikutip dari vaticannews.com, akhir Juli lalu.

Victor juga kerap mencari tahu umat Katolik di antara rekan-rekannya, meskipun ia tetap menyembunyikan identitas kekatolikannya.

Suami, Ayah, Imam
Ketika Uni Soviet runtuh, dan rezim komunis jatuh, Victor dapat mengekspresikan iman secara utuh. Ia mendidik dua anaknya dalam iman Katolik tanpa kecemasan. Tak lama setelah Uni Soviet luruh, Victor purnakarya dari dinas militer.

Ia pun hidup tenang menikmati masa pensiun bersama istri tercinta, anak-anak, dan cucu. Namun, kenikmatan itu terasa singkat, lantaran pada 2008, sang istri dipanggil Allah untuk selamanya. Victor terpukul. Ia merasa hidup sendiri.

Dalam sendiri, terlintas di benaknya untuk mengukir kembali citanya semasa kanak-kanak; menjadi imam. Panggilan itu ternyata masih tersimpan rapi di lubuk hatinya.

Suatu hari, ia pergi bertemu Uskup Kyiv, Ukraina. Ia mengungkapkan keinginannya menjadi seorang imam. Sang Uskup menyambut hangat. Meski tak muda lagi, Victor masuk gerbang seminari, setelah mendapat restu dari anak-anaknya.

Empat tahun berselang, tepatnya Sabtu, 7 Januari 2012, Victor kembali melangkah menuju altar. Kali ini, ia menerima Sakramen Imamat. Dua anak dan cucunya datang dalam upacara itu. Kakak lelakinya yang juga menjadi imam, hadir.

Saat itu, Victor mengaku, rasa perasaannya bercampur aduk. “Saya tidak bisa menggambarkan emosi saat itu,” ujarnya. Terlintas kenangan indah masa kanak dan remaja dalam komunitas Katolik kecil di Slobozia-Raşcov. Ia juga teringat sang istri. “Dia pasti bahagia di surga dengan pilihan hidup saya ini,” imbuhnya sembari menyeka air yang berlinang di pelupuk matanya.

Ia juga teringat anak-anaknya, yang memberikan restu sebelum ia melangkahkan kaki masuk gerbang seminari. “Mereka sangat mengerti dengan pilihan saya. Dua anak saya yang membuat semakin mantap dan yakin dengan pilihan ini; yang tentu tidak akan pernah menghapus masa lalu saya sebagai seorang suami dari ibu mereka dan ayah mereka. Panggilan selalu datang tepat waktu,” katanya terbata-bata.

Usai ditahbiskan, Pastor Victor diutus berkarya ke sebuah paroki. Ia pun menjadi seorang “ayah” bagi keluarga besar umat. Ia berjanji mendedikasikan diri bagi komunitas paroki dan menjadi gembala bagi kawanan “domba” yang dipercayakan kepadanya.

Masa sulit belum berakhir. Jejak masa lalu Pastor Victor sebagai seorang militer dan warga negara Rusia membuatnya tak bisa berlama-lama tinggal di Ukraina. Apalagi hubungan Rusia dengan Ukraina sempat tegang. Ia pun pergi wilayah Krimea. Uskup Odessa memberinya tempat berkarya dan melayani umat di Sinferopoli.

Dikejutkan Tuhan
Tahun 2019, usia Pastor Victor 73 tahun. Slobozia-Raşcov selalu di hatinya. Pada masa senja ini, ia ingin kembali menikmati Slobozia-Raşcov; tempat ia lahir, tumbuh, dan menyemai benih panggilan.

Ia pun pergi bersua Uskup Chişinău, Mgr Anton Coşa. Pastor Victor minta agar sang uskup mengabulkan keinginannya kembali ke Slobozia-Raşcov dan melayani umat di sana. Mgr Anton berkata, “Saya amat tersentuh dengan kisah pastor ini. Dia ingin kembali ke Slobozia-Raşcov, tempatnya berasal. Saya telah menemukan iman seorang lelaki yang dicobai sejarah panjang dan menyakitkan, tetapi penuh sukacita menjalani setiap cobaan itu. Ia datang kepada saya dengan semangat militer, dengan hati seorang imam dan ayah.”

Keinginan Pastor Victor pulang kampung terkabul. Ia diizinkan melayani umat di Slobozia-Raşcov, yang masuk dalam reksa pastoral Keuskupan Chişinău, Moldova. Satu hal yang langsung ia lakukan adalah pergi berziarah ke makam orangtuanya di Slobozia Raşcov. Pengalaman yang penuh emosional. Di pusara ayah bundanya, Pastor Victor seperti sedang mengumpulkan keping-keping puzzle kehidupan yang berserak. Ia menyatukan kembali potongan-potongan itu dalam bingkai Slobozia-Raşcov; sumber panggilannya, awal peziarahannya.

Pastor Victor memandangi serangkai foto dirinya; berpakaian dinas militer, menjadi seorang suami, ayah, dan kakek. Kini menjadi imam. Menjalani kehidupan iman, kata Pastor Victor, harus siap “dikejutkan oleh Tuhan”. “Saya tidak pernah lagi berpikir menjadi imam, tapi Tuhan punya rencana yang mengejutkan,” ujarnya.

Y. Prayogo

HIDUP NO.39 2019, 29 September 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here