St Dulce Lopes Pontes (1914 – 1992) : Malaikat Bahia, Bunda Kaum Papa

362
St Dulce Lopes Pontes.
[forlitoday.it]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Ia pernah dinominasikan sebagai penerima Nobel Perdamaian 1988. Kala wafat, orang-orang menjulukinya “Malaikat dari Bahia”. Jalan kudusnya bertitian pelayanan bagi yang miskin.

Maria Rita de Souza Brito Lopes Pontes, demikian nama lengkap bayi mungil yang lahir di Salvador de Bahia, Brasil, pada 26 Mei 1914. Bayi itu lahir dari rahim pasangan Augusto dan Dulce Maria de Souza; anak kedua dari lima bersaudara.

Ayah Maria seorang dokter gigi dan profesor di sebuah universitas. Ia amat dikenal orang lantaran dedikasinya bagi orang miskin. Kesahajaan dan kemurahan hatinya diwariskan kepada Maria.

Suatu hari, bibinya, Madalena mengajak Maria yang baru berusia 13 tahun ke sebuah perkampungan kumuh. Letaknya tak jauh dari rumah. Mula-mula, Maria amat terkejut dengan realitas kemiskinan yang melilit masyarakat di sekitarnya. Pengalaman perjumpaan dengan yang miskin itu menjadi titik balik dalam hidup Maria.

Mereka yang kumuh telah menggerakkan hati Maria. Seolah ada tangan-tangan yang menarik Maria agar ikut memperhatikan dan merawat mereka. Meski masih belia, Maria terpanggil untuk merawat sesama yang miskin. Jadilah ruang di bawah tanah di rumahnya disulap menjadi barak perawatan bagi yang membutuhkan. Hampir setiap hari, ada orang miskin yang datang minta perawatan di rumah Maria. Maria pun mulai keliling mengetuk pintu-pintu tetangga untuk minta sumbangan berupa makanan, pakaian, obat-obatan, dan uang.

Hatinya penuh sukacita ketika melayani dan merawat yang miskin. Maria pun membulatkan tekad untuk mempersembahkan hidupnya bagi mereka yang miskin. Ia ingin menjadi biarawati.

Ucap Kaul
Selepas sekolah menengah dengan keterampilan mengajar, Maria berangkat ke kota São Cristóvão, di negara bagian Sergipe. Ia memulai kehidupan baru bersama para biarawati dari Sister Misionary Immaculate Conception of Mother of God (SMIC).

Maria sungguh memenuhi keinginannya menjadi seorang perempuan religius. Pada 15 Agustus 194, ia mengucapkan kaul pertama dan mengambil nama biara “Dulce”, untuk mengenang sang ibunda yang wafat ketika ia berusia tujuh tahun.

Setelah melewati aneka formasi, Suster Dulce ditugaskan ke Kota Salvador. Ia diutuskan menjadi perawat sukarela bagi para penderita tuberkulosis di sebuah sanatorium. Ia juga menempa diri dengan mengikuti kursus farmasi.

Suster Dulce amat bersemangat memberikan pelayanan bagi mereka yang miskin dan menderita. Melihat banyak kaum buruh di sekitarnya, ia pun mendirikan serikat buruh Kristen pertama di daerah tersebut. Ia juga membuka sekolah umum untuk anak-anak buruh.

Mukjizat Dulce
Untuk pelayanan di bidang kesehatan, Suster Dulce mendirikan Yayasan Amal Karya Suster Dulce (Obras Sociais Irmã Dulce atau OSID). Karya ini didedikasikan bagi mereka yang sungguh membutuhkan. Yayasan ini didirikan pada 1959. Lembaga yang bergerak di bidang kesehatan ini menjadi warisan Suster Dulce yang lekang oleh zaman.

Kini, OSID telah menjelma menjadi organisasi terkemuka di Brasil. Selain mengelola tempat perawatan kesehatan, terutama bagi mereka yang miskin, OSID juga mengembangkan pendidikan dan penelitian ilmiah di bidang kesehatan masyarakat.

Rumah Sakit Sant’Antonio yang dikelola OSID, kini melayani lebih dari 3000 pasien saban hari. Pelayanan kesehatan ini terbuka bagi semua orang, termasuk tunawisma, remaja yang rentan, korban kecanduan obat terlarang, dan orang berkebutuhan khusus.

Lantaran dedikasi pelayanan terhadap mereka yang miskin, Suster Dulce pernah masuk dalam nominasi penerima hadiah Nobel Perdamaian pada 1988. Ia juga pernah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II dan Bunda Teresa dari Kalkuta.

Padahal semua itu berawal dari 70 pasien yang dirawat di bekas kandang ayam. Pada 1949, Suster Dulce meminta izin kepada pimpinan untuk merawat 70 pasien miskin. Karena rumah komunitasnya tak terlalu luas, maka jadilah kandang ayam yang berada di sebelah rumah disingkirkan, dan dipakai untuk merawat pasien.

Suster Dulce dan rekan-rekan memberikan perawatan yang terbaik setiap pasiennya. Tepat pelayanan kesehatan itu pun terus berkembang dan diminati masyarakat. Pada 8 Februari 1983, Rumah Sakit Sant’Antonio diresmikan. Orang-orang di Bahia menyebut, inilah “mukjizat Suster Dulce” bagi mereka yang miskin, sakit, dan menderita.

Seperti Yesus
Saat usianya menginjak kepala tujuh, kondisi kesehatan Suster Dulce mulai menurun. Raganya terasa cepat letih. Langkah kakinya pun tak lagi cepat. Ia mulai kerap jatuh sakit. Kesehatannya kian memburuk menjelang akhir 1990.

Saat terbaring di ranjang pesakitan, Paus Yohanes Paulus II sempat menjenguk Suster Dulce pada Oktober 1991. “Ini adalah penderitaan orang yang tidak bersalah. Sama seperti Yesus,” ucap Paus Yohanes Paulus II kala itu.

Namun, semua penderitaan ini berakhir. Suster Dulce wafat pada 13 Maret 1992. Bahia kehilangan putri terbaiknya. Prosesi pemakamannya diikuti ribuan orang. Orang berarak mengantar jenazah Suster Dulce sepanjang enam kilometer. Jasadnya dimakamkan di Basilika Nossa Senhora da Conceiçao da Praia.

Masih lekat dalam ingatan Claudia Cristina dos Santos peristiwa 18 tahun silam. Nyawanya hampir saja melayang. Kala itu, Claudia sedang mengandung putra kedua. Mendekati masa kelahiran, Claudia mengalami pendarahan hebat selama 18 jam. Ia sudah menjalani tiga kali operasi besar. Tim dokter yang menanganinya angkat tangan, tanda menyerah. Hanya keajaiban yang mampu menolong Claudia.

Seorang pastor diundang untuk memberikan Sakramen Minyak Suci untuk Claudia, lantaran harapan hidup sudah nihil. Sang pastor mulai berdoa dengan perantaraan Suster Dulce. Ia juga memberi Claudia sebuah relikwi Suster Dulce.

Tak dinyana, pendarahan yang dialami Claudia berangsur berhenti. Kondisi Claudia pun mulai membaik. Tim dokter yang menanganinya tak bisa menjelaskan secara medis. Kasus ini kemudian diteliti lebih mendalam. Dan pada 2010, penyembuhan yang dialami Claudia dinyatakan Gereja sebagai mukjizat.

Mukjizat ini menjadi jalan kekudusan bagi Suster Dulce. Ia dibeatifikasi oleh Paus Benediktus XVI pada 22 Mei 2011 di Salvador de Bahia.

Mukjizat lain juga dialami José Maurício Bragança Moreira. Kala muda, ia pernah bertemu dengan Beata Dulce. José menderita kebutaan selama 14 tahun, lantaran glukoma akut yang ia derita sejak muda.

Suatu hari pada medio 2014, ia teringat dengan pertemuannya dengan Beata Dulce. Sontak, ia mengambil patung kecil Beata Dulce lantas meletakkan di dekat matanya. José pun mulai merapal doa memohon penyembuhan melalui perantaraan Beata Dulce.

Ia berdoa sampai tertidur. Dan saat terbangun, José kaget bukan kepalang. Matanya samar-samar mulai bisa melihat terang. Ia sungguh bisa melihat. José pun bersukacita.

Peristiwa ini lantas diteliti secara medis, namun tak menemukan jawaban ilmiah. Maka, pada 13 Mei 2019, Paus Fransiskus mengesahkan peristiwa penyembuhan yang dialami José sebagai sebuah mukjizat melalui perantaraan Beata Dulce. Mukjizat ini menjadi alasan utama untuk mengkanonisasi Beata Dulce menjadi seorang santa. Upacara kanonisasi akan digelar Minggu, 13 Oktober 2019 di Basilika St Petrus Vatikan.

Pelayanan tanpa batas kepada yang miskin menjadi jalan bagi Suster Dulce menggapai kekudusan. Ia akan terus menjadi malaikat pelindung bagi mereka yang miskin, sakit, dan terlantar, terutama di Bahia.

Y. Prayogo

HIDUP NO.40 2019, 6 Oktober 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here