Salah Kaprah: Malam Paskah dan Minggu Paskah

9559
4.4/5 - (7 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – TERKADANG, di beberapa tempat, animo umat Katolik sangat tinggi dalam menghadiri perayaan Misa Malam Paskah, melebihi animo terhadap perayaan Minggu Paskah. Namun, kebiasaan ini justru menjadi salah kaprah selama ini. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah yang berarti ketika umat memang menyadari makna perayaan Misa Malam Paskah itu sendiri, serta tidak menghilangkan makna perayaan Minggu Paskah. Hal ini disebabkan bahwa peringatan kebangkitan Yesus sesungguhnya baru diselenggarakan pada Minggu Paskah. Jadi sudah selayaknyalah antusiasme umat tetap berpuncak pada Misa Minggu Paskah.

Malam  Paskah (Sabtu) atau Vigili Paskah adalah saat di mana kita merasakan sukacita sambil berjaga-jaga menantikan kebangkitan Tuhan (dari bahasa Latin, vigilare = berjaga-jaga). Yesus yang wafat akhirnya beralih dari alam kematian menuju kebangkitan.

Dalam Perjanjian Lama, Malam Paskah merupakan peristiwa penantian lewatnya Tuhan di tanah Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Firaun. Bagi umat Katolik, Malam Paskah juga mengenangkan kembali Sakramen Baptis yang telah diterima. Sakramen Baptis sendiri merupakan tanda diterimanya kita sebagai anggota keluarga Gereja Katolik. Barangkali, itulah yang menyebabkan Malam Paskah selalu dirayakan secara meriah.

Salah kaprahnya apa lagi? Terkadang praktik gereja parokial yang membuat kesan demikian muncul dengan sendirinya. Minggu Paskah pada pagi hari biasanya diadakan sebagai Minggu Paskah khusus untuk anak sekolah minggu atau “BIA-BIR” (Bina Iman Anak/Remaja), sehingga liturginya juga terkesan “kalah kelas” dibanding liturgi Malam Paskah.

Pengalaman penulis juga merasakan hal yang sama ketika dulu pernah merayakan Misa Paskah di Gereja STSP Pematangsiantar, tempat para calon imam projo dan ordo lain merayakan Misa mingguan. Ketika para frater menjadi petugas liturginya, praktik kebiasaan untuk merayakan upacara Malam Paskah selalu lebih meriah dibanding Minggu Paskah pagi. Semangat para frater mengikuti Misa Malam Paskah justru lebih besar dibanding paginya. Berbeda halnya mungkin pada masa pendidikan di Seminari Menengah Pematangsiantar (setingkat SMA). Penulis mengalami bahwa pada perayaan Malam Paskah dan Paskah Minggu pagi tidak terasa berbeda kelasnya. Apalagi, setelah Misa Paskah ada “menu daging” di kamar makan yang sudah siap untuk disantap bagaikan dalam pesta besar.

Memang idealnya, Vigili Paskah juga dirayakan pada jam 00.00 (tengah malam), tapi demi alasan pastoral untuk konteks kita rasanya sangat sedikit orang yang akan bisa hadir berpartisipasi pada jam tersebut.

Dengan demikian, dapat digarisbawahi bahwa Minggu Paskah (pagi) disebut juga Hari Raya Kebangkitan Tuhan. Itu adalah puncak peringatan Liturgi Gereja Katolik. Hari Raya Kebangkitan Tuhan ini adalah hari raya dari segala hari raya. Hari itu menjadi hari yang amat istimewa karena Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus telah mengalahkan dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya. Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concillium (SC) No. 97 juga dengan tegas menyatakan: “Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah.”

Secara singkat dapat dikatakan perbedaannya:
Malam Paskah: penantian kebangkitan Tuhan!
Minggu Paskah: hari raya kebangkitan Tuhan!

Maka anggapan bahwa, ”Saya sudah hadir ikut Misa tadi malam (Malam Paskah), maka hari Minggu (Paskah) tidak perlu lagi” adalah anggapan yang tidak tepat!

Febry Silaban, Penulis Buku“YHWH: Empat Huruf Suci”

2 COMMENTS

  1. Salah kaprah trihari Suci=trihari Paskah serta Malam Paskah dan Minggu Paskah akan berlanjut terus jika tidak segera dijelaskan secara masif kepada umat. Hal ini diperparah oleh situasi Pandemik Covid-19 di mana banyak Paroki menggilir umat ikut perayaan karena berbagai keterbatasan, contoh di Paroki kami umat yg sdh ikut Malam Paskah tdk boleh lagi ikut Minggu PASKAH.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here