Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap: Ekaristi sebagai Perjanjian

336
Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 6 Juni 2021, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, Kel.24:3-8; Mzm. 116:12-13,15, 16bc, 17-18; Ibr.9:11-15; Mrk. 14:12-16, 22-26

SAUDARI dan saudara yang terkasih, satu hal yang perlu kita renungkan dalam perayaan Tubuh dan Darah Kristus adalah dimensi Perjanjian yang ada di dalamnya. Setiap kali kita merayakan Ekaristi, ketika Doa Syukur Agung didoakan oleh imam, salah satu bunyi doa itu adalah “Inilah darah-Ku, darah Perjanjian Baru dan Kekal, yang akan ditumpahkan bagimu”. Darah Yesus disebut sebagai darah Perjanjian Baru.

Apakah itu perjanjian? Perjanjian adalah sebuah persetujuan yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Dari bentuknya perjanjian itu bisa berupa perjanjian bilateral atau multilateral. Dari sifatnya ada perjanjian yang bersifat sementara dan ada yang bersifat permanen. Biasanya perjanjian dilakukan kalau masing-masing pihak saling membutuhkan demi perkembangan dan kemajuan.

Dalam perjanjian diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tujuannya saling menguntungkan kedua belah pihak. Perjanjian akan batal atau cacat jika salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian itu, dan satu pihak bisa menuntut pihak lain jika memang pihak lain tidak patuh dan menuruti perjanjian. Patut digarisbawahi bahwa perjanjian menghantar atau menghubungkan dan mengikat satu pihak kepada pihak lain.

Jika kita perdalam arti perjanjian yang sesungguhnya maka kita sampai pada pemahaman bahwa perjanjian membuat satu pihak masuk dalam wilayah pihak lain. Perjanjian mempererat relasi, kesatuan dan kebersamaan. Dengan perjanjian seseorang masuk dan bersentuhan dengan wilayah kehidupan dan ambil bagian dalam sebagian kehidupan yang lain tentu dengan batasan-batasan yang disepakati.

Dalam perjanjian kerap kali dibuat tanda dan simbol berupa meterai yang mengukuhkan dan mengikat perjanjian itu. Tetapi harus diingat bahwa inti terdalam dari penjanjian adalah butir perjanjian itu sendiri di mana diatur bagaimana satu pihak memasuki wilayah yang lain dan sampai batas mana dia bisa masuk serta apa syarat agar bisa memasuki wilayah lain.

Allah mengadakan perjanjian dengan manusia. Perjanjian yang dimaksud di sini lebih pada undangan dari pihak Allah untuk memasuki wilayah-Nya. Membuat perjanjian berarti Allah mengundang manusia untuk memasuki wilayah-Nya, undangan untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan-Nya.

Maksud Allah mengundang manusia adalah agar manusia diikutsertakan dalam kehidupan Allah. Demikian manusia akan memperoleh kebahagiaan, kemerdekaan yang sejati, kedamaian, syalom.

Undangan ini dijawab oleh manusia dengan kesediaan mendengarkan dan menjalankan apa yang dikatakan oleh Allah. Demikian perjanjian antara manusia dan Allah banyak diceriterakan Kitab suci yang terdiri dari Perjanjian Pertama dan Perjanjian Kedua. Dalam perjanjian ini diceritakan perjumpaan manusia dengan Allah, dan perjumpaan ini selalu mengandaikan Allah ambil inisiatif mengundang manusia masuk dalam wilayah kehidupan Allah.

Ambil Bagian

Berpartisipasi dalam perjanjian berarti ambil bagian dalam kehidupan Allah. Dalam bacaan pertama kita dengarkan satu tanda perjanjian yang sungguh terkenal antara Allah dan bangsa Israel. Musa setelah menerima hukum dari Allah di gunung Sinai, hendak memperkenalkan hukum itu kepada umat Israel.

Isi dari hukum yang diberikan oleh Allah adalah undangan untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah. Dengan satu suara bangsa Israel menjawab undangan sambil mengatakan: “kami akan melaksanakan perintah yang diberikan oleh Allah” Janji ini kemudian diratifikasi dengan sebuah ritus.

Musa pertama-tama mendirikan mezbah pada kaki Gunung Sinai sebagai lambang kehadiran Allah dan mendirikan dua belas tugu di sekelilingnya sebagai lambung dua belas suku Israel. Setelah mendirikan mezbah dan tugu Musa menyuruh orang-orang muda mempersembahkan korban bakaran dan menyembelih lembu-lembu jantan sebagai korban keselamatan kepada Allah. Inti dari perjanjian ini berpuncak pada pembacaan kitab perjanjian.

Kitab Perjanjian itu berisi Sepuluh Perintah Allah. Perintah ini bukan bermaksud untuk membatasi gerak langkah umat Israel, tetapi jalan untuk dekat dengan Allah, sumber kebebasan dan kebenaran sejati yang akan memberi keselamatan, kebahagiaan dan kegembiraan yang adil dan penuh cinta. Bangsa Israel mengamini firman Tuhan dengan mengatakan: “Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan” Kemudian Musa mengambil darah dan menyiramkannya kepada bangsa itu sambil berkata: “Inilah darah perjanjian yang diadakan Tuhan dengan kamu, berdasarkan segala firman itu”

Tanda atau meterai darah ini mau mengatakan bahwa bangsa Israel memasuki wilayah Allah dengan kesediaan mendengarkan firman Tuhan serta mau melaksanakannya. Darah yang disiramkan kepada umat Israel menjadi lambang persatuan antara Tuhan dan Israel.

Tanda darah juga sudah pernah dipakai oleh bangsa Israel pada malam terakhir sebelum berangkat dari Mesir. Di setiap pintu  rumah orang Ibrani dioleskan darah sebagai tanda bahwa penghuni rumah itu adalah orang Ibrani yang mengikat perjanjian dengan Allah. Tuhan akan lewat dan akan membunuh semua anak sulung dari setiap keluarga yang pada pintu rumahnya tidak ada tanda darah. Tetapi rumah yang ada tanda darah akan luput dari kematian, Tuhan akan melewatinya.

Ikatan Paling Hakiki

Perjanjian Pertama yang dilakukan oleh Allah dengan bangsa Israel ditandai dengan darah. Darah menjadi lambang kesatuan dan ikatan yang paling hakiki. Sering perjanjian dimeteraikan dengan darah, dicap dengan darah. Ikatan dan kekerabatan yang paling dalam adalah ikatan darah, sedarah. Darah menjadi unsur hakiki dalam hidup manusia. Jaman dahulu kala darah itu merupakan zat atau materi yang merupakan inti kehidupan.

Perjanjian Allah dan Israel ditandai dengan darah, artinya perjanjian ini merupakan undangan untuk bersatu dengan Allah, undangan untuk memasuki wilayah terdalam dari realitas Allah.  “Inilah darah perjanjian yang diadakan Tuhan dengan kamu”. Jika kita merayakan Ekaristi, kata-kata ini tidak asing di telinga kita.

Setiap kali imam mendoakan bagian yang paling inti dari Doa Syukur Agung dan mengangkat piala dia akan mengatakan “Inilah darah-Ku darah perjanjian kekal…” Kata-kata ini berasal dari perkataan Yesus yang diungkapkannya pada perjamuan malam terakhir di mana mereka merayakan Paskah Yahudi. Sebagaimana bisanya kata-kata Musa yang diucapkan di kaki Gunung Sinai dahulu diucapkan kembali oleh kepala keluarga untuk mengingatkan perjanjian antara Tuhan dan Israel. Rumusan yang sama juga diucapkan oleh Yesus dengan para murid pada Perjamuan Malam Terakhir baik ketika Dia mengunjukkan roti maupun ketika mengangkat piala.

Satu hal yang amat menarik perhatian dalam Perjamuan Malam Terakhir bahwa Yesus membarui Perjanjian Pertama. Ketika Yesus mengangkat piala Dia mengatakan “Inilah darah-Ku, darah perjanjian yang dicurahkan untuk banyak orang.”

Jika pada Perjanjian Pertama, bangsa Israel mengurbankan lembu dan darah disiramkan sebagai tanda kesatuan erat antara Tuhan dengan Israel sekarang Yesus sambil mengangkat piala mengatakan darah-Nya sendiri jadi tanda Perjanjian Baru.  Yesus sendiri menjadi tanda riil perjanjian itu, Yesus menjadi tanda yang nyata kesatuan antara Allah dan manusia.

Dalam diri Yesus, manusia berjumpa dengan Allah. Dalam diri Yesus, Allah mengunjungi dan menyapa manusia. Dalam diri Yesus, Allah mengundang manusia untuk memasuki wilayah-Nya. Yesus menjadi tanda perjumpaan dan kesatuan antara manusia dan Allah.

Undangan Allah

Perjanjian adalah undangan untuk bersatu dengan Allah, undangan untuk memasuki wilayah Allah, undangan untuk mengalami kemerdekaan yang sempurna dan  kebebasan yang sejati yang menghantar manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.

Yesus mengatakan, “Terimalah…” Ini adalah undangan yang berisi firman. Yesus sendiri penuh dengan muatan firman. Hidup, perkataan dan perbuatan-Nya adalah firman. Dialah Logos, firman yang menjadi daging. Kita diundang untuk mengamini firman.

Ketika Musa membacakan firman Tuhan, bangsa Israel mengatakan: “Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan akan kami dengarkan”. Kini Yesus dalam Perayaan Ekaristi mengundang kita untuk memasuki wilayah Allah dengan mengatakan, “Inilah darahKu, darah perjanjian baru dan kekal… Terimalah ini sebagai kenangan akan Daku.”

Dari pihak Allah merayakan  Tubuh dan Darah Kristus adalah merayakan undangan Tuhan yang Mahamurah untuk memasuki wilayah-Nya, undangan untuk ambil bagian dalam kehidupan-Nya, undangan untuk ikut serta menikmati kehidupan kekal, kebahagiaan, syalom. Dari pihak manusia merayakan Tubuh dan Darah Kristus berarti menjawab undangan Tuhan, mengatakan amin atas tawaran Allah, dengan menjawab, “Segala firman Tuhan akan kami lakukan.”

“Dalam diri Yesus, Allah mengundang manusia untuk memasuki wilayah-Nya. Yesus menjadi tanda perjumpaan dan kesatuan antara manusia dan Allah.

HIDUP Edisi No 23, Tahun ke-75, Minggu, 6 Juni 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here