Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC: Efata: Saat Membuka Diri, Mendengarkan, dan Mewartakan Sabda Tuhan

308
Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 5 September 2021 Minggu Biasa XXIII Yes.35:4-7a;Mzm.146:7,8-9a,9bc-10; Yak.2:1-5; Mrk.7:31-37

PANDEMI Covid-19 menyebabkan makin banyak orang yang mengalami masalah kesehatan entah fisik, psikis, ataupun spiritual. Ada yang mau dan sungguh berusaha untuk sembuh. Ada juga yang duduk diam atau berbaring tanpa harapan dan menanti tanpa usaha. Dalam keadaan seperti itu, orang membutuhkan sesamanya yang mau membawanya pada Yesus supaya ia disembuhkan seperti dalam kisah Injil, di mana orang membawa kepada Yesus seorang yang tuli dan gagap. Yesus pun bersabda kepada si Tuli-Gagap: “Efata, Terbukalah!” Penutup telinganya terlepas dan mulai mendengar serta ikatan lidahnya terbuka dan mulai berbicara.

Orang tuli-gagap yang dibawa kepada Yesus rupanya tak mau atau tak mampu datang kepada Yesus. Berkat bantuan iman dan usaha sesama, orang tuli-gagap itu bisa berjumpa dengan Tuhan. Yesus melihat imannya serta menyembuhkan ketulian dan kegagapannya dengan cara unik, yaitu memisahkannya dari orang lain. Padahal Yesus biasanya langsung menyembuhkan tanpa tata-cara gerak fisik tertentu. Tindakan memisahkan dari orang banyak itu kiranya perlu diambil karena rupanya ketulian itu terjadi akibat kebisingan suara duniawi dan manusiawi dalam suasana hiruk-pikuk tiada keheningan untuk dapat mendengarkan suara ilahi atau akibat kesibukan pekerjaan dalam suasana tegang tiada ketenangan untuk hidup sesuai panggilan Tuhan.

Pertemuan dengan Yesus yang lebih intensif di tempat yang lebih sepi menyebabkan ia bisa fokus mendengar Sang Kabar Baik yang berbicara tentang kabar baik dan bisa memahami perbuatan kabar baik yang dilakukan Allah. Seusai disembuhkan, ia dikembalikan kepada orang banyak. Bersama orang lain, ia pun menjadi saksi dan pembawa kabar baik. Pertemuan dengan Yesus menyembuhkan baik badannya maupun jiwa dan rohnya. Orang tuli-gagap mendengar dan berbicara; orang yang semula murung bersukacita, dan orang yang tadinya diam saja kini terlibat bersama sesama dalam kegiatan pewartaan: menceritakan apa yang telah dilakukan oleh Yesus. Yesus bukan hanya menyembuhkan penyakitnya, tetapi juga memulihkan kehidupannya. Peristiwa itu menyebabkan banyak orang takjub dan tercengang hingga berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”

Ada saat-saat di mana kita mengalami, lemah, letih, dan lesu, untuk mendengarkan apalagi untuk menjadi saksi dan pewarta kabar baik. Hidup sudah berat dengan berbagai kebisingan apalagi kini ditambah kepusingan akibat pandemi Covid-19. Hidup sudah sarat berbagai kesibukan apalagi kini ditambah berbagai tutuntan akibat normalitas baru yang harus dijalankan dengan patuh. Jangankan bersaksi tentang kebaikan Tuhan dan mewartakan kabar baik, mendengarkan kabar baik saja sudah tak mau dan mampu akibat situasi tertentu. Tiada sukacita dan bahagia. Itulah saat dan kesempatan yang tepat untuk bertemu dengan Yesus; untuk mempunyai waktu “nang-ning-nung” (tenang-hening-renung) bersama dengan Tuhan sendirian (rekoleksi, retret) dan mendengarkan Tuhan berbicara supaya bisa mewartakan tentang Tuhan.  Sri Paus Fransiskus menegaskan pentingnya perjumpaan dengan Kristus sebagai kunci dari sukacita. “Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan, kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali.”(EG 1)

Semoga Kristus membuka penutup telinga siapapun yang masih tuli untuk mendengarkan Sabda Allah dan pengikat lidah siapapun yang masih gagap mewartakan kasih Allah hingga mau dan mampu mendengar kabar baik serta dengan sukarela dan sukacita menjadi saksi iman. Kalau masih ada yang tuli-gagap secara rohani, marilah kita datang atau membawanya kepada Yesus agar bisa bertemu dengan Yesus hingga dengan kuasa-Nya Ia bersabda “Efata: terbukalah terlinga kita untuk mau dan mampu mendengarkan sabda Allah dan terlepaslah ikatan lidah kita untuk mewartakan kasih Tuhan.” Bagaimana mungkin kita bisa dengan baik dan benar mewartakan kasih Allah, kalau kita sendiri masih tuli terhadap Sabda Allah?

 Inilah saat dan kesempatan yang tepat untuk bertemu dengan Yesus; untuk mempunyai waktu nangningnung” (tenang-hening-renung) bersama dengan Tuhan.”

HIDUP, No.36, Tahun ke-75, Minggu, 5 September 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here