Gempa Menguji Iman

366
5/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – SETIAP membaca berita bencana alam, entah gempa bumi, entah banjir bandang, entah gunung meletus, saya selalu bergidik merasakan kengerian. Apalagi berita-berita ini kemudian diiringi berita kisah mereka yang menjadi korban. Sedih. Prihatin.

Tapi mengalami sendiri gempa bumi, sungguh berbeda. Yang ada hanyalah ketakutan. Merasa diri begitu kecil dan tak berdaya. Hanya bisa berharap pada kuasa Kasih Tuhan.

Sore itu, saya sedang berdiri di depan kasir sebuah toko pakaian di sebuah mal. Lokasi toko ada di lantai dua, sebenarnya hanya satu lantai di atas lantai dasar. Mbak kasir sedang merapikan beberapa potong pakaian yang saya beli. Tiba-tiba saya merasa lantai dan meja kasir bergoncang keras. Saya tatap mbak kasir, dia nampak menghentikan aktifitasnya dan matanya memandang sekeliling. Saya sempat bergumam, gempa ya mbak, tapi tak ada respons.

Saya memutar badan dan mata saya berusaha mencari di mana posisi anak saya. Dia masih asyik menelepon. Sedikit lega, karena saya tahu keberadaannya. Tapi istri dan anak pertama saya belum nampak, sebelumnya mereka memang pamit ke toilet.

Banyak orang dengan panik berlari keluar bahkan ada yang sambil menangis ketakutan. Nampak juga dua orang wanita menangis histeris sambil berpelukan di pintu keluar. Terlihat sekali wajah-wajah pucat yang menggambarkan ketakutan.

Saat itu saya pun sebenarnya takut. Namun saya mencoba tenang dan berpikir logis. Gempa biasanya hanya sebentar, kalau ikut panik berlari keluar toko, bagaimana nanti di eskalator, pasti berjubel. Kondisi yang juga membahayakan. Besar kemungkinan saat itu gempa juga sudah berhenti. Upaya alternatif untuk lebih aman, saya memperhatikan apakah di sekitar saya ada tempat berlindung, ternyata tidak ada.

Waktu terasa berjalan lambat sekali. Menunggu kapan goyangan berhenti. Tubuh ini ternyata tidak mampu membedakan apakah masih terjadi gempa atau sudah selesai. Jadi sebagai pedoman, saya perhatikan benda-benda kecil yang digantung di rak pajangan, ternyata masih bergoyang, berarti gempa masih berlangsung. Syukurlah tak lama kemudian, benda-benda tersebut berangsur diam.

Belum Bisa Tenang

Gempa sudah berhenti, namun saya belum bisa tenang. Untung saja tak lama kemudian istri muncul menghampiri. Kedua tapak tangannya langsung menggenggam tangan saya, terasa dingin dan gemetar. Dengan suara bergetar, ia menanyakan dimana posisi anak sulung kami. Syukur hape berdering, dari si sulung menanyakan dimana posisi kami. Setelah kami semua berkumpul, kami bergegas menyelesaikan transaksi pembayaran, lalu memutuskan pulang. Kami luar biasa bersyukur pada Tuhan, boleh lepas dari situasi ini.

Peristiwa gempa di atas berlangsung dalam hitungan beberapa detik saja, mungkin tidak lebih dari sepuluh detik. Namun dalam bilangan detik ini, saya sungguh merasakan betapa kecil dan betapa tak berdaya. Kejadian ini mengingatkan saya pada perikop “angin ribut diredakan” (Mrk.4:35-41).

Suasana ketakutan yang kami alami, walau sangat singkat, sama seperti ketakutan dialami para murid Yesus. Angin taufan mengombang-ambingkan perahu, ombak besar membanjiri perahu hingga penuh dengan air. Perahu sewaktu-waktu dapat tenggelam. Para murid yang sebagian sebenarnya adalah nelayan, juga  ketakutan dan merasa tak berdaya. Untung saja, Yesus ada di perahu itu dan sedang tidur. Sehingga mereka dapat membangunkan Dia untuk meminta tolong. Dengan kuasa-Nya, Yesus membuat angin reda dan danau kembali tenang.

Yesus pasti juga ada bersama kami, sewaktu kejadian gempa kemarin, dan Dia mendengar permintaan tolong kami. Dengan kuasa-Nya Ia menghentikan gempa. Kekuatiran akan gempa susulan yang lebih dasyat juga tak terjadi.

Tapi teguran Yesus kepada para murid: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Bdk Mrk.4:40) sepertinya juga ditujukan kepada saya. Saya patut malu kepada-Nya. Karena sudah berulang kali, Tuhan menyatakan kasih-Nya dalam hidup saya, tapi tetap saja ketika mengalami sendiri gempa ini, ada rasa takut luar biasa.

Pada saat seperti inilah iman kita diuji. Bila iman kita kuat, kita tidak akan takut. Kita percaya penuh, Tuhan akan menolong.

Fidensius Gunawan, Kontributor, Alumni KPKS Tangerang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here