Mengarungi Perjalanan Spiritual Bersama Santo Yusuf

1151
Lukisan St Yosef sedang membopong bayi Yesus karya Guido Reni yang dibuat pada abad ke-16.
[wikipedia.org]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Santo Yusuf, terangilah kegelapan yang menghalangi kami kepadamu. Pecahkan kesunyian yang menyembunyikan kebijaksanaanmu.

TANPA pembicara, tanpa pewarta, Tuhan berbicara langsung lewat materi yang dibagikan. Itulah metode pengajaran lewat Sekolah dari Nazaret (SEDAN). Meskipun sederhana, banyak pribadi yang telah tertambat hatinya saat melakukan perjalanan spiritual bersama Santo Yusuf melalui sekolah yang berkonsep retret pribadi dan mandiri ini.

Seperti doa yang didaraskan kala memulai perjalanan spiritual ini, “Santo Yusuf, terangilah kegelapan yang menghalangi kami kepadamu. Pecahkan kesunyian yang menyembunyikan kebijaksanaanmu. Amin.” Mereka memohon kiranya memiliki telinga spiritual yang mampu mendengar sayup-sayup suara Tuhan yang berbicara pada diri mereka melalui keteladanan Santo Yusuf, Pelindung Gereja Semesta.

Sekolah Komitmen

Biasanya hadiah akhir tahun datang dalam wujud barang yang disukai atau didambakan. Diberikan oleh keluarga atau sahabat. Tapi tidak kali ini bagi R.B.E. Agung Nugroho.

RBE Agung Nugroho

Hadiah akhir tahun 2021itu tiba melalui jerat perangkap yang begitu lembut dari pribadi yang sangat mengasihinya. Jerat itu muncul melalui keterpikatan rasa ingin tahunya terhadap figur Santo Yusuf.

Sosok yang tidak pernah berbicara sepatah kata pun dalam Kitab Suci meskipun namanya disebutkan sebagai suami Perawan Maria. Bacaan mengenai dirinya juga tidak banyak seperti Bunda Maria.

Pria asal Ganjuran, Bantul, Yogyakarta ini memulai ketertarikannya pada sosok Santo Yusuf saat Paus Fransiskus mengunjungi Filipina di tahun 2015. Saat itu, Bapa Suci berkisah mengenai salah satu devosi favoritnya, Santo Yusuf Tidur. Bak disengat cinta, timbul ketertarikan mendalam kepada Santo Yusuf.

Siapa sebenarnya sosok ini? Seiring waktu berlalu tenggelam dalam kesibukan, dorongan menggali Sang Penjaga Keluarga Kudus itu terkubur dan di saat tak terduga timbul kembali.

Tepatnya saat ia mengunjungi seorang kawan dan ia bercerita padanya mengenai SEDAN. Sontak sengatan rasa ingin tahu itu kembali muncul ke permukaan kian kuat. Dalam permenungannya selama tiga hari untuk mendaftarkan diri, ia mampu merasakan betapa kuatnya desakan itu untuk mengatakan “ya”.

Hingga akhirnya ia mantap mendaftar. Hari itu juga ia membeli empat buku mengenai Santo Yusuf sebagai bekal mengarungi perjalanan spiritualnya bersama Santo Yusuf.

Mengarungi retret kecilnya, Agung menggambarkan SEDAN sebagai sebuah sekolah komitmen. Komitmennya sangatlah sederhana: tiap hari membaca bahan renungan, mengambil waktu untuk merenungkannya, dan menuliskan refleksi atas apa yang ia renungkan.

Komitmen itu tidak hanya soal menyisihkan waktu dalam kesibukan untuk doa dan refleksi tapi juga harus menciptakan waktu. “Menciptakan waktu itu butuh suatu pengorbanan. Mendisplinkan diri bukan karena tidak disiplin tapi karena ingin mencapai tujuan sebab dalam prosesnya tidak ada orang yang mengingatkan, semua tali kendali ada pada diri sendiri,” terangnya.

Buah komitmen itu manis rasanya. Di tengah kesibukannya sebagai seorang editor di Penerbit Buku Kompas, ia bisa mengalahkan kecenderungan dirinya yang terkadang meminta untuk menyerah dalam latihan komitmen untuk memperoleh kedekatan dengan Tuhan melalui Santo Yusuf.

Dan, tak ia sangka sama sekali, refleksi-refleksi itu terkumpul menjadi sebuah potret seorang murid yang sedang berusaha memahami apa yang diajarkan oleh gurunya.

Dalam e-book berjudul “Berziarah Bersama Yusuf” itulah 30 hari refleksinya terkumpul. “Ya Tuhan menjeratku untuk lebih dekat pada-Nya lewat Santo Yusuf. Inilah hadiah akhir tahun 2021 yang begitu indah dan senantiasa terpatri sebagai pengalaman iman,” tukas siswa SEDAN yang bergabung dalam Tadeus Fraternity ini.

Suami dan Bapak Rohani

Satu hati lagi terketuk. Melalui ajakan sederhana seorang saudara, Wiltrudis Yosefina M. Dasion terpikat. Sebelum bergabung dalam Sekolah Abdi Yusuf (SAY), ibu tunggal yang akrab disapa Willi ini bergabung terlebih dahulu dalam SEDAN angkatan 5.

Wiltrudis Yosefina M. Dasion

Usai menyelesaikan perjalanan spiritual bersama St. Yusuf selama 30 hari, ia memutuskan untuk melanjutkannya lagi. Kali ini, ia akan mengarungi perjalanan spiritual selama 33 hari. SAY juga mengusung konsep retret pribadi dan mandiri.

“Di SAY sosok St. Yusuf lebih dikupas,” terangnya. Senjata rohani berupa Doa Litani St. Yusuf, Doa St. Yusuf Tidur diiringi Kidung Simeon, dan 33 ikon St.Yusuf turut menemani.

Setiap pagi siswa/i SAY secara bergiliran mendaraskan Litani St.Yusuf. Willi senang ia bisa mendapatkan kesempatan di hari pertama untuk mendaraskannya. Ia pun merekam doa tersebut dan membagikannya ke Whatssapp grup.

Ia mengaku juga menyenangi rutinitas memandang ikon St.Yusuf berbeda setiap hari sambil berefleksi.  Sejauh ini, ada satu ikon yang ia kagumi. Ikon St. Yusuf menggendong kanak-kanak Yesus dibahunya. “Ikon itu begitu menenangkan. Bagaimana kanak-kanak Yesus terlihat merasa aman dan nyaman duduk di bahu St.Yusuf,” ujarnya sembari mengingat perilaku anaknya yang juga senang memanjat bahunya untuk digendong.

Usai merenung pribadi, Willi berkisah, siswa/i akan bertemu dan saling mensharingkan apa yang didapatkan dalam sesi “DEEPER” setiap minggunya. Mendengar dan memberi sharing bagaimana mengenal St. Yusuf dalam kehidupan sehari-hari, bagi Willi, menjadi salah satu kekuatan iman.

Ia semakin yakin, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya yang tergeletak tak berdaya. “Selama ini tidak terlalu paham tentang St.Yusuf, hanya sebatas tahu ia suami Bunda Maria,” akunya.

Ia bersyukur dengan mengikuti SEDAN dan SAY ia jadi lebih mengenal siapakah pria istimewa pilihan Tuhan ini.

“St.Yusuf itu juga penolong kita yang memiliki beban. Kita bisa pergi kepada St. Yusuf,” ucapnya tersenyum.

Selain itu, bagi Willi, St. Yusuf ia anggap sebagai suami dan bapak bagi anak semata wayangnya. Ini bukan tanpa alasan. Ditahun ke-17 pernikahannya saat ia menginjak usia 50 tahun, Willi diberikan seorang anak. Selama 16 tahun ia dan sang suami berdoa tanpa henti. Hingga akhirnya berkat itu datang. Namun ditengah kebahagiaan itu, Tuhan memiliki rencana lain.

Suaminya, Yosef Burhaman, kembali kepangkuan Bapa saat bayi mereka baru berusia lima bulan. Hatinya boleh patah ditinggalkan sahabat terbaiknya, namun imannya tidak gugur. Di dalam hati yang retak itu, imannya kuat mengakar terlebih ketika berjalan bersama St. Yusuf untuk mengerti rencana Tuhan yang terkadang sulit dimengerti oleh jalan pikir manusia.

“Kini St.Yusuf kami letakan sebagai kepala rumah tangga kami, sebagai suami dan bapa angkat anak saya,” ucapnya berurai air mata. Hanya doa sederhana yang ia daraskan saat tantangan hidup menghimpit, “St.Yusuf tolong kami…”

Dari doa sederhana inilah, Willi dibawa kedalam kekaguman menyaksikan penyelenggaraan ilahi atas ia dan anaknya.

Menuai Berkat

Sebagai ayah angkat dari tiga anak, Benedictus Yulius Ariyasatya turut merasakan penyelenggaran Ilahi atas keluarganya. Seperti Bapa Yusuf yang menjadi ayah angkat Tuhan Yesus, ia menemukan jangkar kekuatan di dalamnya.

Benedictus Yulius Ariyasatya

Ada tiga keteladanan yang ia petik dari sosok Santo Yusuf, yakni: pertama, dalam diam ia bekerja. Menyadari kepribadiannya yang sanguinis di mana terkenal ceria dan suka menyapa banyak orang, ia belajar menarik diri dan memberikan orang lain kesempatan untuk memimpin. Ia belajar bahwa memimpin juga bisa dilaksanakan dalam mendukung seorang bertumbuh dari belakang seperti Bapa Yusuf.

Kedua, ia menjadi seorang ayah yang hangat. Dahulu sebelum kenal Santo Yusuf, anak-anaknya melihatnya sebagai sosok yang otoriter, tetapi sekarang mereka tak sungkan untuk berbagi kisah hariannya dengan sang ayah.

Ketiga, merasakan penyelenggaraan ilahi lewat Doa kepada Santo Yosef Tidur. Ia bersyukur segala kebutuhan yang diperlukan anaknya dapat tercukupi. Akhirnya, secara perlahan Tuhan memahat hati Yulius agar memiliki hati seorang bapa seperti Yusuf.

Ada satu hati lagi sedang dipahat melalui keteladanan Santo Yusuf. Jonathan Arvin Max Samuels memiliki dua kekaguman terhadap perantaraan doa Santo Yusuf.

Jonathan Arvin Max Samuels

Istri Arvin adalah seorang Kristen yang tidak mengakui Santo Santa. Sering kali ini menjadi jurang dalam perkawinan mereka. Untuk itu saat sang istri memperbolehkan dirinya mengikuti SEDAN, ia begitu bahagia.

Bahkan sang istri membantunya dalam pekerjaan sejak Arvin memutuskan membuka usaha sendiri. Jadi selama 30 hari ia bisa fokus dengan SEDAN. Kemudian, ketika mengadakan visitasi Santo Yusuf, istrinyalah yang memiliki semangat meletup mencari info perihal gereja-gereja yang didedikasikan kepada Santo Yusuf.

Bahkan ia juga mau masuk ke dalam biara. Hal kecil inilah yang membuat Arvin terkesan. Jurang dalam perkawinannya semakin mengecil sejak ia mengundang Santo Yusuf masuk dalam kehidupannya.

Belajar Rendah Hati

Pada tanggal 22 Agustus 2021 KPK St. Helena melahirkan Paguyuban Legion Yusuf, sebuah paguyuban doa dan bela rasa untuk pria, suami dan ayah Katolik dari ragam paroki dan keuskupan.

Ketua Paguyuban Legion Yusuf, Antonius Hendarto Wahyu Saputro menerangkan bahwa paguyuban ini merupakan tempat lanjutan bagi para alumni SEDAN dan SAY.

Antonius Hendarto Wahyu Saputro

“Jadi teman-teman ini kami rangkul dengan kegiatan devosi dan bela rasa. Puji Tuhan, kami sudah beranggotakan 74 orang dan saya yakin terus bertambah. Kegiatan kami sebulan sekali di Rabu minggu ketiga. Biasanya dibuka dengan Doa Rosario St. Yusuf lalu dilanjutkan dengan Catholic Men Sharing terkait pengalaman iman, dan sebagainya,” jelasnya.

Baginya paguyuban ini merupkan bara api, ketika baranya hanya satu apinya kecil, tetapi ketika banyak, api semangatnya akan semakin besar.

Setelah mengikuti SEDAN di angkatan 1, Hendarto semakin mendalami keutamaan St. Yusuf khususnya dalam hal rendah hati. Ia berkisah, di tahun 2015 ia bekerja di suatu perusahaan dengan performance kerja yang baik. Hal ini menjadikan ia tinggi hati.

Suatu hari perusahaan tersebut mulai melakukan pengurangan karyawan karena kondisi yang kurang kondusif. Saat itu Hendarto merasa tidak akan kena. Toh, kinerjanya selama ini baik.

Sayangnya, ia menjadi salah satu yang harus dirumahkan. “Di situ saya merasa, walaupun hanya di dalam hati, kesombongan itu tidak pantas. Yang tahu masa depan adalah Tuhan,” aku bapak beranak tiga ini.

Situasi seperti ini ia hadapi lagi dalam masa pandemi. Perusahaan dimana ia bekerja kini mulai mengefesiensi beberapa karyawan. Namun kali ini Hendarto mencoba berserah seperti St. Yusuf, membiarkan Tuhan bekerja dalam hidupnya.

Akhirnya ia dinyatakan selamat. “Saya semakin menanamkan kerendahan hati di dalam hati.  Pasrah dan percaya kalau Tuhan pasti kasih yang terbaik. Ketika ada ajakan menjadi ketua sekolah SEDAN 4, saya anggap sebagai rasa syukur maka saya jalankan.  Tentu semua itu dibicarakan dengan istri, jadi bisa berbagi peran dan saling membantu di rumah,” terangnya.

Menguatkan

Dengan hadirnya Paguyuban Legion Yusuf, seorang alumni SEDAN Angkatan 2, Sr. Irena OSU mengusulkan membentuk sebuah paguyuban khusus untuk para wanita alumni SEDAN.

Usai launching Legion Yusuf, Paguyuban Lady Yusuf terbentuk tepat di tanggal 8 September 2021, bersamaan dengan Hari Menariknya, Hedy Djaja Ria menjelaskan jika nama Legion Yusuf dan Lady Yusuf disingkat serta digabung, LYLY (baca: lili). “Bunga Lili adalah bunga yang selalu ada di lukisan atau gambar St. Yosef,” ungkapnya.

Hedy Djaja Ria

Sebagai Ketua Paguyuban Lady Yusuf, Hedy menuturkan bahwa paguyuban ini mewadahi para wanita, ibu dan istri. Beberapa di antara mereka adalah single mom.

Bagi Hedy, di paguyuban ini layaknya keluarga, selain berdevosi kepada St. Yusuf, mereka saling menguatkan satu sama lain dan berpartisipasi dalam kegiatan bela rasa.

Kerap kali, ketika ada anggota baru yang bergabung, mereka seakan terkoneksi padahal domisilinya berbeda, sampai beda benua.

“Antusias ibu-ibu ini sangat besar. Kami kadang sharing tentang resep masakan dan sebagainya. Kalau udah ngobrol, enggak kenal waktu. Jadi jadwal  kami lebih displin. Mulai dengan doa kemudian bincang-bincangnya dibatasi, agar para ibu ini jangan sampai lupa anak, suami dan pekerjaan” ujarnya terkekeh.

Hedy merupakan salah satu dari sekian umat yang terdorong oleh Roh Kudus untuk merasakan proses di SEDAN angkatan 2.

Sempat merasa malu karena ia selama ini baru mengenal sosok St. Yusuf. “Dari kecil sudah mengenal siapa itu Yesus dan Bunda Maria. Beberapa kali membaca kisah orang-orang kudus.

Tapi St. Yusuf terlewat begitu saja. Inilah yang menjadi salah satu motivasi saya mengikuti SEDAN,” ungkap ibu beranak dua ini.

Sama seperti Paus Fransiskus, Hedy memiliki Patung St. Yusuf Tidur dan kerap menyelipkan permohonan di bawah patung tersebut.  Setelah mengikuti materi SEDAN, baginya,  St. Yusuf adalah pria yang sederhana, kuat, dan tangguh.  “Sebagai ibu, istri dan pekerja percaya bahwa St. Yusuf melindungi saya.”

Ketika diwawancari secara daring oleh HIDUP, Hedy berharap bahwa SEDAN dan SAY semakin membantu banyak umat khususnya orang muda.

“Baik sekali untuk mereka sebelum memulai bahtera rumah tangga dapat mengenal St. Yusuf. Banyak peserta yang berkomentar; kok kita baru tahu ketika umur sekian, dan baru mengenal sosok St.Yusuf. Hidup akan jauh berbeda setelah kita mengenal keutamaannya,” pungkas kelahiran Tangerang, 7 Februari ini.

Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia

HIDUP, Edisi No. 11, Tahun ke-76, Minggu, 13 Maret 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here