Kualitas Standar Tenaga Pendidik: Antara Kenyataan dan Harapan

1206
3.7/5 - (7 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – LEMBAGA pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dalam kenyataan sedang mengalami krisis ketersediaan guru berkualitas prima. Indikasi krisis dapat dilihat dan dirasakan oleh para pemangku kepentingan. Keterbatasan kualitas kompetensi pendidik sebenarnya sudah disadari oleh dinas pendidikan dan pengurus yayasan persekolahan di berbagai tempat.

Dalam realitas, pada satu sisi lembaga pendidikan mengalami kesulitan mencari guru atau kepala sekolah yang memiliki kompetensi unggul. Pada sisi lain, bukan perkara mudah bagi dinas pendidikan atau pengurus yayasan meningkatkan kualitas kompetensi para pendidik yang mereka miliki.

Peneliti Bank Dunia (World Bank), Rythia Afkar (dalam cnnindonesia.com 17/09/2021) menilai bahwa kualitas guru di Indonesia rendah berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 2020. Hal tersebut disampaikan Rythia dalam rilis survei Bank Dunia terkait learning loss akibat pandemi Covid-19 di Indonesia selama satu setengah tahun terakhir. Dia menyebut rendahnya kualitas guru di Indonesia, terkait kompetensi dan kemampuan mengajar.

Berkaca pada situasi krisis, bagaimana kualitas guru di yayasan-yayasan pendidikan Katolik di Indonesia? Berdasarkan data dan pengamatan berbagai pihak, kualitas pendidik di banyak sekolah Katolik juga mengalami kondisi yang hampir sama. Lembaga pendidikan termasuk yayasan-yayasan Katolik perlu menata kembali kemampuan personalia guru dalam mendidik para murid. Pengurus yayasan bersama pihak manajemen sekolah perlu membuat standardisasi kompetensi pendidik.

Menurut Cox, Marfan, Muñ, & Weinstein (2013) standar kompetensi guru dibuat untuk mengklarifikasi dan membuat harapan belajar eksplisit bagi para murid di sekolah. Standar kompetensi dirancang untuk membantu para pendidik mencapai tujuan akhir dari sistem pendidikan yang diterapkan dalam lingkungan sekolah. Mereka, dengan adanya standar menjadi lebih fokus bekerja sesuai visi dan misi lembaga.

Guru-guru kompeten mempunyai karakter teruji dalam mendampingi para murid. Dalam menjalankan tugas, mereka berdedikasi dan bertanggungjawab dalam membimbing, memberikan pengajaran yang bermutu. Dalam standar itu pula, para murid dapat dibina untuk berkomitmen terhadap kesetaraan relasi antar manusia tanpa membeda-bedakan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

Para pendidik dalam standar pengajaran perlu membuat kriteria umum guna mencapai tujuan pembelajaran. Mereka secara kolektif, bersama rekan guru pada bidang serumpun menentukan baseline penilaian terhadap kemajuan para murid yang dididik. Baseline penilaian berupa indikator pencapaian belajar menjadi acuan kriteria di dalam pendampingan para murid.

Dengan demikian para guru dalam mendampingi para murid mempunyai dasar yang kuat untuk memfasilitasi komunikasi antar pribadi atau kelompok kepentingan di lingkungan sekolah demi kemajuan bersama. Komunikasi yang baik dan formatif akan membentuk jejaring relasional secara internal. Relasi baik yang terjadi antar guru dengan murid, dan orangtua mereka, jika dilakukan secara berkesinambungan akan membentuk kultur atau budaya kondusif bagi pengembangan formatif peserta didik.

Guru yang kompeten dan inspiratif, biasanya dapat memahami kurikulum secara baik pula. Mereka dapat memberikan pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Guru berkualitas prima mempunyai kemampuan mengolah bahan ajar menjadi materi yang menarik untuk mereka pelajari. Umumnya materi mata pelajaran yang menarik ditunggu-tunggu oleh para peserta didik untuk dipelajari lebih lanjut.

Para murid akan termotivasi dalam belajar, jika guru-guru yang mendampingi adalah pribadi-pribadi yang mengenal mereka. Mereka yang memahami esensi belajar menyadari bahwa belajar bukan pertama-tama supaya naik kelas atau lulus tetapi untuk memperkaya pemahaman, khususnya yang terkait pengetahuan dan pengertian akan kehidupan yang lebih luas.

Sebagai pembanding, departemen pendidikan di Inggris Raya (2012) pernah membuat standar kompetensi pendidik. Dalam dokumen tersebut diuraikan bahwa para pendidik diharapkan mampu membangun lingkungan yang ramah bagi peserta didik.

Dalam lingkungan yang aman terkendali, para pelajar dapat mengaktualisasikan diri mereka secara kolaboratif bersama teman mereka sebaya. Peran guru dalam konteks yang demikian berfungsi sebagai fasilitator dengan cara memotivasi dan memberikan arahan yang jelas, mudah dipahami, dan inspiratif bagi peserta didik.

Guru yang inspiratif, cerdas, konsisten dalam sikap, nilai hidup, dan prilaku baik sangat dicari dan dirindukan oleh para murid. Kerinduan yang demikian terjadi karena dunia kontemporer sedang mengalami krisis keutamaan hidup bersama, misalnya paham individualisme, konsumerisme, dan pragmatisme yang menguat di berbagai tempat.

Salahuddin Wahid (Kompas 16/03/2016) pernah mengatakan bahwa tidak sembarang orang dapat menjadi guru. Dalam situasi dunia yang kerap berubah, pendidik mengemban tugas yang tidak mudah. Mereka dalam banyak kondisi dituntut secara formal untuk bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik di lingkungan sekolah.

Selain mendidik, para guru perlu mengevaluasi kemajuan murid secara bertahap. Mereka hadir di ruang kelas luring maupun daring — ibarat pelatih tim sepak bola — berupaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Agar pencapaian dapat optimal, para guru perlu mengenal setiap murid yang dididik secara personal dan komunal. Memahami situasi murid dari dekat, memungkinkan para guru mengoptimalkan peran mereka sebagai pendidik.

Pemahaman guru sejak awal masuk sekolah terhadap berbagai karakter peserta didik sangat penting. Pendidik perlu memahami dan mengerti bahwa peserta didik bukanlah lembaran kertas putih yang kosong. Para murid sudah mempunyai pengetahuan tertentu yang mereka bawa dari pengalaman mereka sebelumnya.

Oleh karenanya murid baru perlu dikenal oleh para pendidik mereka. Para guru sejak dini perlu membuat assessment sederhana berupa tanya jawab, mengisi kuesioner, dan mengungkapkan pendapat terkait perkenalan diri para murid. Assessment yang demikian penting bagi para pendidik untuk memformulasikan cara terbaik dalam pendampingan keseluruhan peserta didik.  Setelah mendapatkan hasil assessment awal, para guru perlu mendemonstrasikan keterampilan dan pengetahuan mereka terkait cara belajar efektif dan mendalam.

Induksi mengenai metode belajar efektif perlu disampaikan dalam masa orientasi masuk sekolah. Para murid dalam kesempatan tersebut perlu dilatih berpikir kritis untuk memiliki keterampilan hidup dalam mengatasi persoalan-persoalan yang mereka hadapi selama mereka bersekolah di sana.

John Dewey (dalam Hickman & Alexander, 1998) berpendapat bahwa tugas pokok guru mendidik para murid agar mereka siap masuk dalam kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu guru yang terlibat aktif dalam dunia pendidikan tidak hanya berfokus dalam pelatihan atau pengembangan individu para murid, tetapi juga pada dimensi pembentukan sosial murid.

Setiap guru perlu menyadari martabat panggilan mereka sebagai pelayan sosial yang terlibat aktif tidak sekedar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi bersedia membantu para murid agar mereka dapat bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa dalam iman, harapan dan kasih.

Guru-guru baik dalam banyak perjumpaan formatif mampu menyuarakan suara kenabian yang berisikan pesan kebenaran. Mereka dalam banyak kesempatan menjadi kepanjangan tangan Tuhan dalam pelayanan mulia di bidang pendidikan. Martin Henry Fischer (1879 –1962), seorang dokter dan guru besar terkenal di University of Cincinnati, Amerika Serikat pernah mengatakan,” A good teacher must know the rules; a good pupil, the exceptions.” Guru baik memahami kondisi sekolah secara lengkap, bukan hanya aturan atau sistem yang berlaku, tetapi juga mengenal dan memahami murid-murid yang didampingi. Guru yang dapat diandalkan menguasai berbagai macam cara atau metode guna membatu para peserta didik dari berbagai karakter yang mengalami kesulitan untuk berkembang di sekolah.

Sebagai catatan akhir, penulis menekankan pentingnya standardisasi guru jika kita mau menangani karya pendidikan secara serius. Standar kompetensi guru bukanlah acuan yang ada tiba-tiba begitu saja. Para pemangku kepentingan dalam hal ini dinas pendidikan dan yayasan-yayasan sekolah secara sistemik dan bertahap perlu merancang aktivitas pembinaan baik secara formal maupun informal kepada para pendidik demi kemajuan karya pendidikan.

Pembinaan bagi para pendidik secara terencana dan terukur dapat mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi mereka sebagai pendamping, mentor, dan pengajar yang andal. Semoga upaya pemerintah bersama pengurus aneka yayasan dapat berkolaborasi membuat program-program mentoring atau pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kualitas kompetensi para guru. Bangsa Indonesia berharap mempunyai para pendidik berkualitas prima yang dapat mendidik anak-anak bangsa secara unggul. Semoga dengan tersedianya tenaga pendidik yang andal, Profil Pelajar Pancasila dapat diwujudkan.

Standar kompetensi guru bukanlah acuan yang ada tiba-tiba begitu saja.

Romo Odemus Bei Witono, SJ, Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan

HIDUP, Edisi No. 22, Tahun ke-76, Minggu, 29 Mei 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here